DPR Cecar Bahlil Soal Jatah Tambang Ormas Keagamaan, Pertanyakan Jatah Masyarakat Adat

IVOOX.id – Anggota Komisi VI DPR RI Dedi Sitorus mempertanyakan kebijakan pemerintah yang memberikan prioritas kepada ormas keagamaan mengajukan pengelolaan wilayah pertambangan dengan landasan telah memberikan perjuangan bagi bangsa Indonesia. Banyak kelompok masyarakat yang juga ikut berjuang termasuk masyarakat adat.
"Kemudian saya terpikir kan banyak pihak lain yang berjuang berdarah-darah untuk Republik kita. Di mana Legiun Veteran Republik Indonesia yang tidak dapat bulanan, mereka menderita," ujar Dedi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR dengan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia , Selasa (11/6/2024).
Termasuk kata Dedi, masyarakat adat sebagai penduduk asli di wilayah pertambangan yang justru selama ini hanya gigit jari, dan tidak diberikan prioritas apa-apa oleh pemerintah.
"Mereka yang diam ribuan tahun di Republik itu di Dapil saya di Kalimantan Utara sana, ratusan kapal di laut memindahkan batu bara diekspor ke luar mereka hanya gigit jari. Jangankan tambang tanah mereka diambilin untuk plasma sampe sekarang konflik. Di mana keadilan substansi ini distribusi keadilan," ujarnya.
Menanggapi hal itu, Menteri Investasi atau Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyatakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 yang memberikan prioritas kepada ormas untuk mengelola Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) itu sudah melalui mekanisme rapat koordinasi antar kementerian.
"Proses pembuatan PP itu dilakukan lewat mekanisme rapat kordinasi antar kementerian teknis, dibahas, setelah itu dirataskan (rapat terbatas) baru lahirlah PP dan dasar dari PP adalah perubahan UU Minerba Pasal 6 ayat 1 point J," ujar Bahlil.
Lebih lanjut Bahlil menerangkan ormas yang mengajukan WIUPK ini juga tidak akan serta merta mendapatkannya secara cuma-cuma. Pemerintah kata dia akan memilih secara selektif ormas keagamaan mana yang layak mendapatkan WIUPK.
"Kita berikan kepada mereka sebagai prioritas awal dulu, kita lihat perkembangan. Dan ini sangat selektif tidak gampang, IUP itu tidak dapat dipindahtangankan, nantinya malah jadi makelar dijual lagi, nah ini gak bisa," kata Bahlil.
Dia juga memastikan pemberian izin usaha pertambangan ini harus dilakukan sesuai dengan kaidah dan norma yang ada. Ormas keagamaan yang mengelola pun harus memenuhi aturan, menjaga lingkungan dan taat membayar pajak.
"Selagi kita lakukan dengan kaidah dan norma mereka taat aturan, jaga lengkungan, bayar pajak kenapa tidak," ujarnya.
Pemerintah juga kata dia akan berperan untuk memberikan pendampingan serta mencarikan kontraktor yang dapat bekerja sama dengan baik.
"Yang penting di situlah peran pemerintah dalam mendampingi untuk mencari partner yang baik, tidak dimanfaatkan yang saling share profit, agar ormas ini mendapatkan pendapatan yang independen, halal, mandiri dan itu bisa membiayai program mereka," katanya.
Sementara terkait apakah masyarakat adat dapat tambang, Bahlil menyebutkan bahwa, sesuai dengan Perpres 70 tahun 2023 tentang Pencabutan IUP, bahwa masyarakat adat akan diberikan UMKM Daerah.
"Koperasi, BUMDes. Itu saluran-nya nanti lewat Perpres 70 terhadap IUP yang dicabut, kita juga akan memberikan sebagai skala prioritas kepada mereka," kata dia.

0 comments