Dokter Terduga Pelaku Kekerasan Seksual di RSHS Dilarang Lanjutkan Residen Seumur Hidup, Dikeluarkan dari PPDS Unpad

IVOOX.id – Kementerian Kesehatan menjatuhkan sanksi berupa larangan melanjutkan residen seumur hidup pada PAP (31 tahun), seorang dokter yang tengah menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, menyusul dugaan keterlibatannya dalam kasus kekerasan seksual terhadap keluarga pasien.
"Kita sudah berikan sanksi tegas berupa melarang PPDS tersebut untuk melanjutkan residen seumur hidup di RSHS dan kami kembalikan ke FK Unpad. Soal hukuman selanjutnya menjadi wewenang Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran," kata Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Kemenkes Azhar Jaya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu (9/3/2025), dikutip dari Antara.
Dalam keterangan yang sama, Azhar menjelaskan bahwa Universitas Padjadjaran (Unpad) dan RSHS Bandung menerima laporan kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Unpad terhadap seorang anggota keluarga pasien yang terjadi pada pertengahan Maret 2025 di area rumah sakit.
Dia mengatakan bahwa pihak Unpad dan RSHS Bandung mengecam keras segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual, yang terjadi di lingkungan pelayanan kesehatan dan akademik, dan mengambil sejumlah langkah.
Sejumlah langkah tersebut, kata dia, meliputi pendampingan kepada korban dalam proses pelaporan ke Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar), komitmen melindungi privasi korban dan keluarga, serta pemberhentian terduga pelaku dari PPDS.

Rektor Unpad Prof. Arief S. Kartasasmita saat memberikan keterangan di Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (9/4/2025). (ANTARA/Ho-Unpad)
Unpad Keluarkan Terduga Pelaku Kekerasan Seksual Sebagai Peserta PPDS
Sementara, Universitas Padjadjaran (Unpad) menjatuhkan sanksi dengan mengeluarkan terduga pelaku dari Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Rektor Unpad Prof Arief S. Kartasasmita mengatakan keputusan pemutusan studi diambil sebagai bentuk ketegasan institusi dalam menanggapi dugaan pelanggaran hukum dan norma yang dilakukan oleh peserta PPDS tersebut.
“Tentu Unpad dalam hal ini sangat prihatin terhadap kasus ini. Secara umum Unpad tidak akan menoleransi segala bentuk pelanggaran hukum maupun pelanggaran norma yang berlaku,” kata Arief dikutip dari Antara, Rabu (9/4/2025).
Meskipun proses hukum masih berlangsung dan belum ada putusan pengadilan, kata dia, Unpad telah memiliki cukup indikasi dan dasar untuk menjatuhkan sanksi akademik berupa pemutusan studi.
“Ada aturan internal di Unpad yang menyatakan bahwa setiap mahasiswa, dosen, maupun karyawan, yang melakukan tindakan pidana akan dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku,” kata Prof Arief.
Unpad memastikan dokter berinisial PAP tersebut tidak lagi memiliki status sebagai peserta didik Unpad dan tidak diperbolehkan menjalani kegiatan apa pun di lingkungan kampus maupun rumah sakit pendidikan.
Lebih lanjut Arief mengatakan pihaknya juga akan memberikan pendampingan terhadap korban dan telah menjalin koordinasi dengan pihak RSHS serta kepolisian agar proses hukum dapat berjalan dengan adil dan transparan.
“Kami turut prihatin dan menyampaikan penyesalan mendalam kepada korban dan keluarganya. Semoga kejadian serupa tidak terjadi lagi pada masa mendatang,” katanya.
Selain menindak pelaku, Unpad juga akan memperkuat sistem pengawasan terhadap proses pendidikan baik di jenjang spesialis maupun non-spesialis.
“Tujuannya agar kasus-kasus serupa tidak terjadi lagi, baik di lingkungan Unpad maupun di tempat-tempat lain yang menjadi bagian dari pendidikan Unpad, termasuk di masyarakat pendidikan,” kata Prof Arief.
Ia menambahkan kasus ini tidak hanya berkaitan dengan aspek akademik, tetapi juga menyangkut pengawasan dan pembinaan terhadap peserta didik di rumah sakit pendidikan.
“Yang bersangkutan berasal dari Program Studi Anestesiologi. Kami sudah berkoordinasi dengan Dekan Fakultas Kedokteran, Direktur Utama RSHS, serta Kementerian Kesehatan, agar penanganan kasus ini dilakukan secara komprehensif,” katanya.

0 comments