DKI Waspada Demam Berdarah Dengeu

IVOOX.id, Jakarta - Secara nasional pada Januari 2019 sebanyak 94 orang telah meninggal dunia akibat Demam Berdarah Dengue (DBD).
Jumlah korban sebanyak itu, berdasarkan data yang dilansir Kementerian Kesehatan, tersebar di berbagai provinsi di Indonesia. Jumlah itu untuk korban atau pasien yang meninggal dunia, sedangkan untuk pasien yang dirawat dan rawat jalan mencapai ribuan orang.
Seperti dilansir Antara, DKI Jakarta juga termasuk daerah yang dinilai rawan DBD. Curah hujan yang tinggi dan terjadinya genangan atau banjir merupakan kondisi yang sering dianggap sebagai pemicu terjadinya DBD.
DBD merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue. Virus ini menginfeksi bagian tubuh dan sistem peredaran darah manusia serta ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegepti atau Albopictus Betina yang terinfeksi.
Umumnya, gejala DBD biasanya diawali dengan demam, nyeri otot dan sendi, terdapat bintik/ruam merah di kulit disertai mual dan nyeri ulu hati. Pada kasus yang parah dapat terjadi pendarahan dan syok yang membahayakan nyawa.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta terus melakukan berbagai upaya guna mengantisipasi munculnya Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD di wilayah itu. Apalagi telah ada 613 kasus DBD yang menyerang warga.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Widyastuti mengatakan Pemprov DKI Jakarta terus melakukan berbagai tindakan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif di wilayah Jakarta secara keberlanjutan. Masyarakat diharapkan juga mampu terlibat aktif dalam rangka mewaspadai dan mengantisipasi penyakit DBD di Jakarta.
Partisipasi aktif bisa dilakukan dengan cara yang paling sederhana. Misalnya, membersihkan selokan atau drainase dan membersihkan tempat-tempat yang sering menjadi media bagi nyamuk untuk berkembang biak.
Langkah yang lebih terpadu adalah melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) agar lingkungan bebas dari jentik nyamuk. Yang jelas langkah itu dilakukan secara bersama-sama antara masyarakat yang terlibat aktif dan jajaran pemerintah daerah dengan berbagai sarananya.
Guna mencegah wabah DBD, warga diimbau menguras tampungan air dan memelihara tanaman yang efektif mengusir nyamuk. Selain itu membuat lavitrap atau perangkap untuk mencegah nyamuk berkembang biak.
Untuk DKI Jakarta, peningkatan curah hujan dan perubahan iklim sangat berpengaruh terhadap perkembangan nyamuk yang dapat menularkan virus dengeu dan menyebabkan penyakit DBD. Karena itu, warga diminta segera memeriksa masih status waspada. Artinya jangan sampai dibiarkan karena angkanya bisa terus merangkak naik Kendati tidak menetapkannya sebagai KLB, Dinas Kesehatan tetap meningkatkan penanganan kasus, terutama di kecamatan-kecamatan yang terpantau memiliki jumlah kasus yang tinggi. Untuk menetapkan status KLB ada beberapa faktor, bukan angka keseluruhan saja. Secara lokal pun bisa dan tidak perlu se-Jakarta malah nanti telat.
Yang jelas, pasien sebanyak 613 itu yang tersebar di lima wilayah kota admnistratif di wilayah DKI Jakarta. Jumlah tertinggi di tiga kota, yakni Jakarta Selatan 231 kasus, Jakarta Timur (169) dan Jakarta Barat 153 kasus, sedangkan Jakarta Pusat dan Jakarta Utara masing-masing 23 kasus dan 37 kasus.
Kasus dengan jumlah rataan tertinggi per 100 ribu penduduk (incident rate/IR) terbanyak di Jagakarsa 19,27, Kalideres (16,94), Kebayoran Baru (16,54), Pasar Rebo (13,93) dan Cipayung (13,57).
Untuk usia warga yang terserang adalah anak-anak sekolah antara 7-15 tahun dengan yang tertinggi 14-15 tahun. Artinya mengalami pergeseran dibanding selama tiga tahun terakhir di usia 7-12 tahun.
Angka 613 kasus tersebut bisa dibilang cukup tinggi, jika melihat data 2018 (Januari-Desember) dengan 2.947 kasus dan dua kematian, sedangkan pada 2017 (Januari-Desember) dengan 3.362 kasus dan satu kematian. Namun tidak lebih tinggi dari 2016 dengan 20.432 kasus dan 14 kematian.
Kasus DBD di DKI Jakarta dari Januari hingga 31 Desember 2018 tercatat 2.947 kasus DBD (Insidence Rate/IR = 28,15/100.000 penduduk) dengan dua kematian (Case Fatality Rate/CFR= 0,07 persen).
Pada 2018 diketahui wilayah yang memiliki IR tertinggi di Jakarta adalah Kepulauan Seribu, yakni 41,4/100.000 penduduk, disusul Jakarta Barat sebesar 37,0/100.000 penduduk.

0 comments