Dewan Pers Tolak Revisi RUU Penyiaran karena Tiga Pasal Ini | IVoox Indonesia

June 25, 2025

Dewan Pers Tolak Revisi RUU Penyiaran karena Tiga Pasal Ini

WhatsApp Image 2024-05-15 at 19 15 52
Anggota DPR RI Komisi 1 Dave Laksono hadir secara daring dalam Diskusi Publik Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dengan tema "Menyoal revisi UU penyiaran yang berpotensi mengancam kemerdekaan Pers" di gedung Dewan Pers Jakarta Pusat Rabu (15/5/2024). IVOOX/Fahrurrazi Assyar

IVOOX.id – Dewan Pers secara tegas menolak draf revisi RUU Penyiaran (Rancangan Undang-Undang Penyiaran) yang dinilai dapat mengancam kebebasan pers di Indonesia. Penolakan ini berdasarkan pada tiga pasal krusial dalam RUU Penyiaran yang dianggap mengekang kewenangan Dewan Pers dan menghambat praktik jurnalisme investigasi.

Anggota Dewan Pers, Yadi Hendriana, menyampaikan bahwa tiga pasal dalam RUU tersebut bertentangan dengan fungsi dan kewenangan Dewan Pers sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pers.

Pasal pertama yang dipersoalkan adalah Pasal 8a ayat 1 poin q, yang memberikan kewenangan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menyelesaikan sengketa pers. Pasal ini kembali ditegaskan dalam Pasal 42 draf yang sama.

"Artinya kalau diberikan kewenangan untuk menyelesaikan kasus pers, dia akan bertentangan dengan UU Pers, khususnya pasal 15 yang menyatakan bahwa fungsi Dewan Pers adalah menyelesaikan sengketa pers dan satu-satunya lembaga yang diberikan kewenangan untuk itu," ujar Yadi Hendriana, dalam diskusi publik Rabu (15/5/2024).

Pasal lainnya yang mendapat sorotan adalah Pasal 50 poin b ayat (2), yang berisi larangan terhadap jurnalisme investigasi.

Menurut Yadi, jika pasal ini tidak dicabut, maka kebebasan pers di Indonesia akan terancam. "Pasal 50 b tentang larangan jurnalisme investigasi sangat jelas melarang praktik ini. Jika benar-benar dilarang, maka kebebasan pers kita akan berakhir, karena semua jurnalisme memiliki kaitan dengan investigasi," tegas Yadi.

Lalu Yadi juga menolak dalih yang mengaitkan larangan jurnalisme investigasi dengan upaya menghindari monopoli dalam penyiaran. Ia menegaskan bahwa jurnalisme investigasi selalu bersifat eksklusif dan individual.

"Ada yang berdalih ini untuk menghindari monopoli eksklusif, tetapi di mana-mana jurnalisme investigasi itu bersifat eksklusif. Tidak mungkin seorang jurnalis mengajak yang lain untuk investigasi bersama. Mereka ingin mendapatkan berita eksklusif," tutupnya.

Penolakan ini mencerminkan kekhawatiran Dewan Pers terhadap upaya-upaya yang dapat membatasi ruang gerak pers dalam melaksanakan fungsinya sebagai pilar keempat demokrasi.

Dewan Pers berharap agar pemerintah dan DPR mempertimbangkan kembali pasal-pasal tersebut demi menjaga kebebasan dan independensi pers di Indonesia.

0 comments

    Leave a Reply