Danai Perusahaan Tambang, BNI Diingatkan Jika Terjadi Kredit Macet Berurusan dengan Hukum

IVOOX.id, Jakarta - Adanya kabar pendanaan sebuah grup perusahaan batu bara dengan inisial BG di Sumatera Selatan yang diduga dilakukan oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) atau BNI tanpa menggunakan agunan atau agunannya tidak sepadan dengan pinjaman, menjadi sorotan publik.
Terkait itu, anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati mengingatkan, seharunya Bank BUMN sebagai pemberi pinjaman tetap harus mengukur kelayakan kredit calon debitur dengan prinsip 6 C. Yakni Character, Capacity/Cashflow, Capital, Conditions, Collateral dan Constraint.
“Apabila isu ini benar, tentu bertentangan dengan harus adanya prinsip Collateral (agunan),” kata Anis, kepada wartawan, Sabtu (28/5/2022).
Berdasarkan studi dari lembaga Urgewald dan Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), BNI tercatat saat ini masih memberi pinjaman ke perusahaan batu bara yang terdaftar pada Global Coal Exit List (GCEL) 2020. BNI diduga mendanai proyek tidak ramah lingkungan hingga US$1,83 miliar, setara Rp27 triliun selama periode Oktober 2018 hingga Oktober 2020.
Anis menjelaskan, agunan ini sangat penting sebagai second way-out jika debitur melakukan wanprestasi dan secara psikologis menjadi pengikat keseriusan debitur menjalankan usaha dan membayar kewajiban kreditnya. Apabila perbankan memberikan pinjaman “dengan” atau “tanpa” agunan, maka hal ini harus diatur dengan jelas dalam aturan internal bank.
Terkait kekhawatiran sebagian pihak akan potensi terjadinya penyalahgunaan wewenang dan kredit macet, Ketua DPP PKS ini menekankan bahwa apabila terjadi penyalahgunaan wewenang atau aturan, maka hal ini bisa dikenakan beberapa pasal baik aturan Perbankan, OJK maupun aturan lainnya.
Belum lagi jika kemudian menjadi kredit macet yang merugikan keuangan negara karena kabar ini terkait dengan salah satu BUMN. “Maka sudah tersedia perangkat hukum yang akan digunakan untuk menyelesaikannya,” kata Anis.
Corporate Secretary BNI, Mucharom, tidak bisa menjawab soal pendanaan terhadap grup perusahaan BG di Sumatera Selatan.
Namun, pihaknya mengakui bahwa proses pemberian dana telah melalui serangkaian proses yang mengedepankan prinsip good corporate governance dan compliance terhadap ketentuan regulator demi memberikan kenyamanan dan keamanan kepada para nasabah maupun debitur.
Sehingga seluruh aturan baik internal maupun eksternal terpenuhi. “Bagaimanapun kita harus realistis, energi fosil masih dibutuhkan masyarakat Indonesia. Adapun, penyaluran kredit kepada sektor batu bara hanya 2 persen terhadap total kredit BNI. Secara umum kredit kepada sektor batubara sampai dengan ini dalam posisi lancar,” kata Mucharom, Selasa (24/5/2022).
Dia pun membeberkan jika sejak Januari hingga Maret 2022, BNI cukup agresif mengucurkan pembiayaan ke sektor energi baru terbarukan (EBT) senilai Rp10,3 triliun, berikutnya, pembiayaan untuk pencegahan polusi senilai Rp6,8 triliun, dan pembiayaan hijau lainnya Rp23,3 triliun.

0 comments