CISDI Desak Presiden Prabowo Moratorium dan Evaluasi Menyeluruh Program Makan Bergizi Gratis

IVOOX.id – Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) mendesak Presiden Prabowo Subianto segera melakukan moratorium atau penghentian sementara Program Makan Bergizi Gratis (MBG) guna evaluasi menyeluruh menyusul gelombang kasus keracunan massal yang menimpa ribuan siswa di berbagai daerah.
Sejak diluncurkan pada 6 Januari 2025 hingga pertengahan September ini, CISDI mencatat sedikitnya 5.626 kasus keracunan makanan terkait program MBG. Data tersebut diperoleh dari pemantauan media serta laporan resmi sejumlah dinas kesehatan di daerah. Beberapa insiden bahkan ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB) karena menimpa ratusan siswa sekaligus, membuat aktivitas belajar lumpuh dan memaksa pemerintah daerah menanggung biaya perawatan tak terduga.
Founder sekaligus CEO CISDI, Diah Saminarsih, menilai situasi ini hanyalah “fenomena puncak gunung es”. Menurutnya, jumlah kasus sebenarnya bisa lebih besar karena pemerintah belum menyediakan dasbor pelaporan publik yang transparan.
“Pangkal persoalan program makan bergizi gratis adalah ambisi pemerintah yang menargetkan 82,9 juta penerima manfaat pada akhir 2025. Demi mencapai target yang sangat masif itu, program MBG dilaksanakan secara terburu-buru sehingga kualitas tata kelola penyediaan makanan hingga distribusinya tidak tertata dengan baik,” ujar Diah dalam keterangan resmi, Jumat (19/9/2025).
Ia menyoroti absennya regulasi dasar berupa peraturan presiden dan panduan teknis sebagai payung hukum. Akibatnya, koordinasi antar-lembaga menjadi kabur, hubungan pusat dan daerah tidak sinkron, serta mekanisme kerja sama multipihak berjalan tanpa arah yang jelas.
Diah juga menekankan persoalan kualitas menu MBG. Selain kasus keracunan akibat makanan yang diduga tidak higienis, banyak sekolah justru menerima pangan ultra-proses dengan kadar gula, garam, dan lemak tinggi. “Masuknya pangan ultra-proses yang tinggi gula, garam, dan lemak dalam jangka panjang dapat memicu berat badan berlebih dan obesitas pada anak dan remaja. Efeknya justru kontraproduktif dengan tujuan awal MBG yaitu memperbaiki status gizi anak Indonesia,” kata Diah.
Selain aspek kesehatan, CISDI menyoroti lemahnya transparansi anggaran. Hingga September, serapan belanja MBG baru mencapai Rp13,2 triliun atau sekitar 18,6 persen dari total pagu Rp71 triliun. Transparency International Indonesia bahkan menemukan sejumlah menu MBG tidak sesuai standar harga Rp10 ribu per penerima. Kondisi ini, menurut CISDI, menimbulkan potensi risiko korupsi yang harus segera diantisipasi.
Karenanya, CISDI menuntut pemerintah segera menghentikan sementara distribusi MBG. “Klaim pemerintah bahwa program ini dapat disempurnakan sembari berjalan terbukti gagal karena kasus keracunan terus berulang dan bertambah. Apabila pemerintah bersikukuh menjalankan MBG tanpa evaluasi total, dikhawatirkan kasus keracunan MBG akan terus terjadi dan mengancam kesehatan anak-anak,” ujar Diah.
Dalam jangka pendek, CISDI mengusulkan tiga langkah utama: moratorium MBG, evaluasi tata kelola dan kualitas menu, serta pembukaan kanal pelaporan publik agar korban bisa menyampaikan aduan secara resmi. Untuk jangka panjang, CISDI mendorong desain ulang program agar lebih terarah, desentralistik, dan terintegrasi dengan sistem kesehatan. Lembaga ini juga menekankan pentingnya pembatasan pangan ultra-proses, serta perbaikan tata kelola berbasis transparansi dan akuntabilitas sosial.
“Kita tidak bisa membiarkan anak-anak kita kembali menjadi korban keracunan akibat program yang direncanakan dan dijalankan tanpa perhitungan matang. Apalagi, Presiden Prabowo telah menambah anggaran MBG tahun depan hingga Rp 335 triliun di RAPBN 2026,” kata Diah.

0 comments