November 27, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Cinderella Itu Bernama Permaisuri Michiko

IVOOX.id, Jakarta - Kaisar Akihito turun takhta pada hari ini, Selasa (30/4) kemarin. Tiga dekade kepemimpinannya dinilai sukses oleh banyak orang. Akihito menjadi satu-satunya kaisar yang dapat dijamah publik dan dekat dengan masyarakat Jepang.

Konon, di balik pria sukses, ada wanita hebat di belakangnya. Di sanalah ada sang permaisuri, Michiko Shoda, seorang wanita yang terlahir dari kalangan rakyat biasa.

Michiko Shoda selalu mendampingi ke mana pun Akihito bepergian. Di mana ada Akihito, di sana pula ada Michiko. Kisah kasih antara keduanya bak jalinan cinta rakyat biasa dan bangsawan ala Cinderella.

Michiko lahir pada 20 Oktober 1934 silam. Dia merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Meski bukan bangsawan, tapi Michiko tumbuh dalam lingkungan keluarga berada.

Sang ayah, Hidesaburo Shoda, menginginkan Michiko untuk mengenyam pendidikan tinggi. Selama masa kependidikannya, dia menerima pengajaran tradisional Jepang dan ala Barat.

Michiko juga dikenal dengan kegemarannya berolahraga. Tenis adalah salah satu yang paling disukainya. Dia begitu lihai mengayunkan raket di tengah lapang.

Gara-gara tenis itulah, Michiko bertemu dengan sang pujaan hati, Putra Mahkota Akihito. Dia mengalahkan Akihito pada pertandingan pertama mereka.

Sejak saat itu, keduanya kerap bertemu dan perlahan saling jatuh cinta. Akihito melamar Michiko pada 1958. Meski sedikit menuai kontroversi, pernikahan berlangsung meriah pada 10 April 1959.

Tak main-main, pernikahan bahkan menyita perhatian seantero masyarakat Jepang. Wanita Jepang dilaporkan beramai-ramai memuja Michiko.

Michiko dipandang sebagai wanita anggun yang selalu memperhatikan penampilannya. Apa pun menjadi perhatian, mulai dari gaya rambut, selera fesyen, hingga caranya berbicara.

“Semua orang ingin melihatnya menikah,” ujar salah seorang wartawan Jepang, Yukiya Chikashige, yang menghabiskan waktu lamanya untuk meliput keluarga Kekaisaran Jepang, seperti dikutip CNN Indonesia.

Pasangan itu melahirkan tiga buah hati. Mereka di antaranya Naruhito, putra mahkota yang mengganti posisi Akihito dalam Kekaisaran Jepang. Selain itu, Putra Mahkota Fumihito si anak kedua dan si bungsu Putri Sayako atau yang dikenal juga sebagai Putri Novi.

Tak seperti keluarga bangsawan lainnya, Akihito dan Michiko membesarkan ketiga buah hatinya sendiri tanpa orang-orang kepercayaan yang membantunya.

Seiring berjalannya waktu, Michiko mendapuk gelar permaisuri pada 12 November 1990. Gelar itu diterimanya berbarengan dengan takhta kerajaan yang diampu Akihito selepas kematian sang ayah, Kaisar Showa.

Sang permaisuri menjadi gambaran keanggunan dan kecerdasan yang menenangkan bagi wanita Jepang.

Namun, di balik itu semua, Michiko hidup dengan penuh tekanan di dalam istana. Mengutip Good Times, dia tak mendapatkan beberapa fasilitas lantaran statusnya yang berasal dari kalangan rakyat biasa. Dia juga kerap menjadi subjek hinaan bangsawan lain.

Michiko kemudian dilaporkan menderita gangguan saraf. Gangguan itu membuatnya kehilangan kemampuan berbicara selama berbulan-bulan. Dokter menghubungkan gangguan saraf itu dengan perasaan tertekan dan stres yang dialami Michiko.

Kendati demikian, Michiko tak patah arang. Dia tetap bertahan hingga saat ini. Dia menjadi permaisuri Kekaisaran Jepang yang paling terlihat dan mudah dijamah publik. Bersama Akihito, dia terus mendekatkan diri dengan masyarakat Jepang.

0 comments

    Leave a Reply