BPKN Minta Evaluasi Total Sistem Antrean Haji, Harus Lebih Adil dan Transparan | IVoox Indonesia

September 10, 2025

BPKN Minta Evaluasi Total Sistem Antrean Haji, Harus Lebih Adil dan Transparan

Ketua BPKN RI, M. Mufti
Ketua BPKN RI, M. Mufti. IVOOX.ID/doc Kemenag

IVOOX.id – Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN RI) meminta pemerintah, khususnya Kementerian Agama dan Badan Penyelenggara Haji (BPH), untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem antrean ibadah haji. Dorongan ini muncul menyusul meningkatnya waktu tunggu di sejumlah daerah yang bahkan telah menyentuh angka 30 hingga 40 tahun.

Ketua BPKN RI, M. Mufti Mubarok menyatakan bahwa kondisi tersebut menimbulkan kekhawatiran serius terkait kepastian hak konsumen dalam mendapatkan layanan haji yang adil, transparan, dan terencana. Ia menekankan bahwa sebagai konsumen layanan penyelenggaraan ibadah haji, para calon jamaah berhak atas kepastian pelayanan, informasi yang jelas, dan perlakuan yang adil.

“Sistem antrean yang tidak efisien dan kurang adaptif terhadap dinamika kuota dan demografi dianggap merugikan konsumen secara struktural,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (26/6/2025).

Mufti menggarisbawahi lima langkah strategis yang perlu segera diambil pemerintah.

Pertama, evaluasi menyeluruh sistem antrean nasional. Audit komprehensif harus dilakukan untuk meninjau kembali mekanisme pendaftaran, transparansi distribusi kuota per daerah, serta skema prioritas berdasarkan usia dan kondisi fisik calon jamaah.

Kedua, inovasi dalam pengelolaan antrean. Menurut Mufti, diperlukan sistem digital berbasis data real-time yang dapat diakses publik secara terbuka. “Sistem ini harus transparan dalam menampilkan daftar antrean dan mampu meminimalkan risiko manipulasi atau informasi yang tidak akurat. Tidak hanya kuota individu calon jamaah, tapi publik pun bisa melihat secara detail siapa saja daftar yang ada dalam list antrean,” katanya.

Ketiga, penambahan kuota melalui jalur diplomatik. BPKN RI mendorong Kementerian Agama dan Kementerian Luar Negeri untuk aktif membuka komunikasi bilateral dengan Kerajaan Arab Saudi demi memperjuangkan tambahan kuota. Ia menekankan pentingnya transparansi dalam proses tersebut.

Keempat, pemetaan kebutuhan berdasarkan wilayah dan kategori usia. Data antrean harus digunakan sebagai dasar kebijakan afirmatif, termasuk penentuan kuota khusus lansia, prioritas bagi daerah tertinggal, atau skema keberangkatan non-reguler yang tetap menjunjung keadilan.

Kelima, keterlibatan konsumen dalam perumusan kebijakan. “Ruang partisipatif bagi publik dan calon jamaah dalam proses kebijakan haji perlu dibuka, sehingga suara konsumen didengar dan menjadi bagian dari solusi,” ujar Mufti.

Ia menegaskan bahwa perlindungan konsumen adalah mandat konstitusional. Dalam konteks ibadah haji, negara memiliki kewajiban menjamin layanan yang bukan hanya administratif, tetapi juga adil dan menghormati hak-hak dasar konsumen, termasuk hak atas informasi dan pelayanan yang layak.

“BPKN RI siap bersinergi dengan semua pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa sistem antrean haji di masa depan lebih adaptif, adil, dan berorientasi pada kepentingan konsumen,” katanya.

0 comments

    Leave a Reply