October 6, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Belajar dari Manga dan Anime Sebagai Model Penetrasi Budaya

IVOOX.id - Suatu fenomena unik terkait dengan eksistensi dan peradaban manusia, adalah hasratnya untuk mempertahankan eksistensinya melalui berbagai pendekatan.

Ada yang bertumpu pada pendekatan penguasaan geostrategi yang berimplikasi pada konstruksi kekuatan pertahanan dan munculnya model-model invasi fisik dan geografi, tetapi ada pula yang menahbiskan dan mempertahankan eksistensi melalui homogenisasi identitas dan ideologi melalui penetrasi budaya. 

Kesamaan ciri, identitas, dan ideologi tentu merupakan modal sosial yang bernilai tinggi untuk mengawali terbangunnya aliansi yang berkonotasi mempertahankan kepentingan dan keterjangkauan sumber daya sebagai bagian dari strategi untuk menabalkan eksistensi dan pemenuhan kebutuhan dasar yang paling hakiki.

Terkadang justru strategi penetrasi budaya yang bernas akan lebih efektif dibandingkan dengan proses ekspansi dalam bentuk lainnya.

Budaya sebagai preferensi dapat menjadi panduan dalam proses pengambilan keputusan personal dan komunal. Termasuk dalam memilih brand dan produk, yang tentu saja berarti berdampak pada aspek ekonomi.

Budaya suatu negara yang berhasil terpenetrasi ke alam bawah sadar yang menjadi bagian dari struktur memori, preferensi, dan sistem pengambilan keputusan akan mendorong munculnya awareness terhadap produk yang terasosiasi dengan negara tersebut.

Keberhasilan Korea Selatan dengan strategi okupasi budaya populernya seperti film-film serial drama Korea dan Boy serta Girl Band, tanpa kita sadari mungkin telah menghasilkan efek traksi sebagaimana lokomotif yang menghela bergeraknya sektor-sektor produksi lainnya seperti kuliner, fashion, leisure& hospitality, otomotif, sampai transportasi dan pariwisata.

Tanpa kita sadari pula, mungkin saja K-Pop itu adalah para warrior garda depan yang ditempa sedemikian rupa, sebagai bagian dari unsur persenjataan utama/alutsista Korea Selatan dalam strategi globalnya untuk menguasai dunia.

Demikian pula Tom Yum Thailand, dan tentu saja Manga dari Jepang yang kini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya dunia.

Sejarah manga dapat ditelusuri kembali ke periode Heian (794-1185) dengan adanya emaki-mono atau gulungan gambar naratif.

Salah satu contohnya adalah Choju-giga (gambar binatang menari) yang berasal dari abad ke-12, sering dianggap sebagai salah satu bentuk awal manga karena gaya gambarnya yang komikal dan naratif.

Pada zaman Edo (1603-1868) lahirlah budaya Ukiyo-e atau seni cetak pada materi tertentu, misal kertas.

Ukiyo-e biasanya menggambarkan kehidupan sehari-hari, cerita rakyat, dan lanskap. Artis seperti Katsushika Hokusai, yang terkenal dengan The Great Wave off Kanagawa, juga menghasilkan Hokusai Manga yang terdiri dari sketsa-sketsa komikal yang dicetak secara ukiyo-e.

Pada periode Meiji (1868-1912) dan Taisho (1912-1926), Jepang mulai membuka diri terhadap peradaban Eropa/Barat yang membawa teknologi dan ide-ide baru dalam seni cetak.

Termasuk teknik cetak dan gaya naratif yang kelak mempengaruhi manga. Jurnal dan majalah mulai mempublikasikan cerita bergambar yang menjadi cikal bakal manga modern.

Rakuten Kitazawa dan Osamu Tezuka, artis pada awal abad ke-20, dikenal sebagai pelopor manga modern. Namun, Osamu Tezuka (1928-1989) yang sering disebut sebagai "Bapak Manga", membawa revolusi dengan memperkenalkan teknik panelisasi yang dipengaruhi oleh film, memberikan alur cerita yang lebih dinamis dan emosional.

Karyanya seperti Astro Boy dan Black Jack memiliki dampak besar dalam mendefinisikan gaya dan format manga modern.

Setelah Perang Dunia II, manga mengalami booming popularitas. Ekonomi yang berkembang dan peningkatan tingkat melek huruf menciptakan pasar besar untuk manga.

Majalah seperti Shonen Magazine dan Shonen Sunday mulai diterbitkan secara reguler, dan menargetkan pembaca muda dengan cerita petualangan dan aksi.

Pada tahun 1960-an dan 1970-an, genre manga mulai berkembang. Selain manga shonen (untuk anak laki-laki) dan shojo (untuk anak perempuan), muncul manga seinen (untuk pria dewasa) dan josei (untuk wanita dewasa), serta berbagai sub-genre lainnya, termasuk horor, fiksi ilmiah, dan roman.

Manga mulai mencerminkan berbagai aspek kehidupan dan fantasi, menjadikannya media yang sangat efektif sebagai media komunikasi lintas budaya.

Pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, manga mulai mendapatkan popularitas di seluruh dunia. Terjemahan manga ke berbagai bahasa memperkenalkan karya-karya Jepang ke khalayak global.

Manga seperti Naruto, One Piece, dan Attack on Titan menjadi fenomena internasional.

Banyak manga yang kemudian diadaptasi menjadi anime (animasi Jepang), film, dan video game, yang sangat membantu meningkatkan popularitas mereka.

Industri ini saling mendukung dan menciptakan ekosistem budaya pop Jepang yang kuat, hingga tanpa disadari, melalui manga dan anime, berbagai nilai budaya Jepang telah berhasil menginfeksi banyak otak dan cara berpikir ummat manusia di seluruh dunia.

Astro Boy adalah salah satu tonggak manga modern. Dikenal sebagai Tetsuwan Atom di Jepang, Astro Boy adalah salah satu karya manga paling berpengaruh sepanjang masa.

Diciptakan oleh dr Osamu Tezuka, yang sering dijuluki sebagai “Bapak Manga” Astro Boy telah menjadi simbol penting dalam budaya populer Jepang dan memiliki dampak global yang luar biasa.

Dr Osamu Tezuka yang lahir pada tahun 1928 dan seorang dokter medis, sejak usia muda telah menunjukkan minat yang besar pada seni dan sains.

Pengaruh film animasi Barat, terutama karya Walt Disney, sangat mempengaruhi gaya dan pendekatan Tezuka dalam menciptakan manga dan anime.

Pada tahun 1952, Tezuka memulai produksi serial Astro Boy di majalah Shonen, yang segera mendapatkan popularitas luar biasa.

Manga Astro Boy berlatar di masa depan di mana manusia hidup berdampingan dengan robot.

Cerita ini dimulai dengan penciptaan Astro Boy oleh Dr. Tenma, seorang ilmuwan yang kehilangan putranya dalam kecelakaan. Dr.Tenma menciptakan Astro Boy sebagai pengganti anaknya, memberikan robot tersebut kemampuan dan kekuatan luar biasa.

Namun, Dr.Tenma segera menyadari bahwa Astro Boy tidak bisa menggantikan anaknya yang telah tiada dan kemudian menjualnya.

Astro Boy kemudian ditemukan oleh Dr. Ochanomizu, yang menjadi figur ayah dan mentor yang baik. Dibawah asuhan Dr. Ochanomizu, Astro Boy menggunakan kekuatannya untuk melawan kejahatan, membantu mereka yang membutuhkan.

Manga yang satu ini menjadi istimewa karena mengeksplorasi isu-isu etis dan moral tentang hubungan antara manusia dan robot.

Manga Astro Boy mengeksplorasi berbagai tema yang relevan dengan teknologi dan kemanusiaan.

Melalui karakter Astro Boy, Tezuka mengeksplorasi apa artinya menjadi manusia, dan nilai-nilai yang menyertainya.

Meskipun Astro Boy atau Tetsuwan Atom adalah robot, ia menunjukkan emosi, moralitas, dan empati yang seringkali melebihi manusia.

Cerita Astro Boy sering kali melibatkan dilema etis yang kompleks, seperti hak-hak robot, perlakuan terhadap makhluk buatan, dan tanggung jawab ilmiah.

Banyak episode menyoroti perjuangan Tetsuwan Atom dalam melawan ketidakadilan dan penindasan, serta memperjuangkan dunia yang lebih adil dan damai.

Astro Boy tidak hanya populer di Jepang tetapi juga di seluruh dunia. Serial anime pertamanya yang ditayangkan pada tahun 1963 adalah salah satu anime pertama yang berhasil di pasar internasional, dan pada gilirannya membuka jalan bagi gelombang ekspor anime Jepang.

Astro Boy telah diadaptasi ke berbagai media termasuk serial televisi, film, video game, dan bahkan pertunjukan teater.

Versi animasi tahun 1980-an dan 2003 memperkenalkan karakter ini kepada generasi baru penonton. Bahkan pada tahun 2009, sebuah film CGI tentang Astro Boy dirilis, yang meskipun tidak sukses besar, tetap menunjukkan daya tarik karakter ini yang tak lekang oleh waktu.

Tampaknya pak dokter Osamu Tezuka dalam berkarya yang menghasilkan sosok Tetsuwan Atom, tidak terlepas dari kondisi riil Jepang pasca dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.

Pak dokter Tezuka yang mengawali karyanya yang diberi judul Diary of Ma Chan, boleh dikatakan sangat bersemangat dan juga produktif dalam berkarya.

Bahkan salah satu karya fenomenal beliau, yang juga karya terakhirnya , dikarenakan proses pembuatannya yang amat panjang, adalah Hi No Tori (Phoenix).

Jika Pak dokter Osamu Tezuka dianggap sebagai bapak Manga Jepang, maka siapa pula yang tak kenal dengan Hayao Miyazaki dan studio Ghiblinya?

Saya pribadi pertama kali berkenalan dengan karya studio Ghibli adalah pada saat menonton Kiki Delivery Service melalui sekeping DVD.

Gambar 2 dimensi yang sedemikian indah; detil, kaya warna dengan spektrum dan gradasi yang sangat istimewa, _scoring/themesong yang begitu menggoda, serta karakter dan jalan cerita yang amat menggugah, membuat saya seketika itu juga jatuh cinta.

Sebenarnya sebelum animasi karya Hayao Miyazaki dan studio Ghiblinya saya cintai, saya sudah terlebih dahulu terlibat asmara dengan lagu-lagu cantik dan VC nya dari game Final Fantasy. Musik yang grande, jalan cerita yang menjadi penghantar game play dan animasi 3D yang melampaui zaman, membuat saya sulit untuk berpaling dari FF.

Ghibli sendiri didukung oleh komposer besar bernama Joe Hisaishi yang karya musikalnya seolah mencerminkan musik-musik surga yang selayaknya hanya mengalun di angkasa sana.

Studio Ghibli sendiri didirikan pada tahun 1985 oleh Hayao Miyazaki, Isao Takahata, dan Toshio Suzuki.

Studio animasi ini telah menjadi pilar penting dalam industri animasi global. Dalam tulisan kali ini saya akan mencoba untuk mengeksplorasi pengaruh Studio Ghibli dan karya-karya Hayao Miyazaki melalui lensa teori budaya, antropologi, komunikasi, dan sejarah peradaban.

Kita akan membahas bagaimana karya-karya Ghibli dan Miyazaki mencerminkan dan membentuk persepsi budaya Jepang dan global, serta mengkaji tema-tema yang diangkat dalam film-film mereka.

Studio Ghibli dikenal karena kualitas animasi 2 dimensinya yang luar biasa dan narasi yang mendalam. Hayao Miyazaki, sebagai salah satu pendiri dan sutradara utama, memainkan peran penting dalam membentuk identitas studio ini.

Karya-karyanya sering kali mencerminkan nilai-nilai budaya Jepang, menggabungkan elemen tradisional dengan modernitas, dan menyampaikan pesan-pesan ekologis dan humanis yang kuat.

Karya Miyazaki boleh dikata adalah cermin budaya dan nilai tradisional Jepang, yang amat terasa dari penggambaran dalam animasinya.

Film-film Miyazaki seringkali menggambarkan aspek budaya Jepang seperti Shintoisme, harmoni dengan alam, dan penghargaan terhadap tradisi. Contohnya, dalam My Neighbor Totoro, dimana ruh hutan dan tempat-tempat suci mencerminkan kepercayaan Shinto yang mendalam terhadap alam.

Aspek modernitas dan konflik ekologis dapat dilihat dalam banyak film Ghibli, seperti Princess Mononoke dan Nausicaä of the Valley of the Wind. Film-film tersebut mengeksplorasi tema kerusakan lingkungan akibat industrialisasi. Miyazaki menggunakan cerita-cerita ini untuk menekankan pentingnya keseimbangan antara manusia dan alam.

Idealisme Miyazaki tentang keistimewaan wanita sering dimunculkan pada karakter perempuan yang kuat dan mandiri. Contohnya, Chihiro dalam Spirited Away. Dimana Chihiro adalah seorang gadis muda yang harus menemukan kekuatan dan keberaniannya untuk menyelamatkan orang tuanya.

Studio Ghibli terkenal dengan detail dalam setiap frame animasinya. Penggunaan warna, pencahayaan, dan desain latar menciptakan atmosfer yang mendukung narasi.

Miyazaki dikenal karena kemampuannya membangun dunia yang kompleks dan penuh detail. Setiap elemen dalam filmnya memiliki makna dan berkontribusi terhadap keseluruhan cerita.

Karya Miyazaki juga sering kali mengandung kritik terhadap isu-isu sosial dan politik, seperti kapitalisme, perang, dan degradasi lingkungan. Pesan-pesan ini disampaikan melalui cerita yang tampaknya sederhana tetapi memiliki kedalaman filosofis.

Studio Ghibli tidak hanya penting dalam konteks budaya Jepang, tetapi juga memiliki dampak global. Film-film Ghibli telah diterjemahkan ke berbagai bahasa dan diapresiasi di seluruh dunia. Termasuk di Indonesia, dimana setiap kali ada pertunjukan/konsep lagu-lagu tema dari film-film Ghibli, selalu saja dipadati oleh pengunjung.

Ikon-ikon dari film-film Ghibli pun tak dapat dipungkiri telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perkembangan sejarah populer di tanah air.

Tak heran jika cafe-cafe bertema Ghibli kini mulai tumbuh menjamur di beberapa kota besar di Indonesia. Karya Miyazaki tampaknya memang turut membantu memperkenalkan elemen budaya Jepang kepada khalayak internasional.

Tentu hal ini dapat berkontribusi pada dialog antar budaya dan memperkaya pemahaman global tentang Jepang. Film-film Ghibli sering pula digunakan dalam konteks pendidikan untuk mengajarkan nilai-nilai ekologis, sosial, dan budaya. Film-film itu menjadi alat penting dalam pendidikan budaya populer dan antropologi.

Saya pun kerap menggunakan petikan cerita dari film Ghibli sebagai ilustrasi dalam memaparkan suatu pendekatan dengan standar moral tertentu dalam konteks relasi sosial misalnya.

Maka tanpa saya sadari, sebenarnya sedikit banyak nilai-nilai ideologi, bingkai budaya, dan mungkin juga program-program agenda setting yang dititipkan pada manga, anime, dan berbagai produk ikutannya dalam ranah genre populer itu telah berhasil menginfiltrasi sistem neurofisiologi saya.

Jika sudah terinternalisasi tentulah sedikit banyak pula akan dapat mempengaruhi aspek neurobehaviour proses decision making bukan?

Lalu apa kabar dengan strategi budaya kita? Kapan tokoh-tokoh wayang orang, kuliner khas, ataupun lagu-lagu rancak Nusantara mulai akan mewarnai peradaban dunia?

 

Penulis: Tauhid Nur Azhar

Ahli neurosains dan aplikasi teknologi kecerdasan artifisial, SCCIC ITB/TFRIC-19.

 

0 comments

    Leave a Reply