Bapanas Minta Produsen Beras Premium Berbenah | IVoox Indonesia

July 19, 2025

Bapanas Minta Produsen Beras Premium Berbenah

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi saat ditemui, di Kantor Kemenko Bidang Pangan, Jakarta, Kamis (17/7/2025). ANTARA/Imamatul Silfia

IVOOX.id – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) mendorong produsen beras premium agar dapat berbenah usai adanya temuan oleh Kementerian Pertanian terkait berbagai merek beras premium yang tidak sesuai mutu dan label atau beras oplosan.

"Jadi cara masyarakat melihat beras sebelum membeli, bisa secara visual, kalau banyak butir patahnya, itu hampir pasti adalah jenis beras medium karena maksimal 25 persen butir patahnya. Tapi kalau butir utuhnya banyak, itu jenis beras premium," ujar Kepala NFA Arief Prasetyo Adi dalam siaran pers Jumat (18/7/2025).

Terkait adanya oplosan beras premium, Arief menjelaskan bahwa praktik tersebut memang ada dan dilakukan sejumlah produsen berupa pencampuran butir patah dengan butir kepala. Namun pencampuran tersebut harus sesuai standar mutu yang telah ditetapkan pemerintah.

"Kalau beras itu pasti dicampur. Kenapa dicampur? Karena ada butir utuh dan butir patah. Nah kalau beras premium itu butir utuhnya dicampur dengan butir patah sampai 15 persen. Bukan dioplos dengan beras busuk terus diaduk. Ini karena kualitas adalah kualitas. Ini yang harus dijaga," katanya.

Terkait itu, kelas mutu beras premium telah diatur dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023. Untuk beras premium harus memiliki kualitas antara lain memiliki butir patah maksimal 15 persen, kadar air maksimal 14 persen, derajat sosoh minimal 95 persen, butir menir maksimal 0,5 persen, total butir beras lainnya (butir rusak, butir kapur, butir merah/hitam) maksimal 1 persen, butir gabah dan benda lain harus nihil.

Tidak jauh berbeda, dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2020 beras premium non organik dan organik harus mempunyai komponen mutu antara lain butir patah maksimal 14,50 persen; butir kepala minimal 85,00 persen; butir menir maksimal 0,50 persen; butir merah/putih/hitam maksimal 0,50 persen; butir rusak maksimal 0,50 persen; butir kapur maksimal 0,50 persen; benda asing maksimal 0,01 persen, dan butir gabah maksimal 1,00 per 100 gram.

"Kalau istilah oplosan itu cenderung berkonotasi negatif. Seperti misalnya minyak seharga Rp 15.000, tapi dicampur dengan minyak seharga Rp 8.000, lalu dijual dengan harga Rp 15.000. Nah itu maksudnya oplos," ujarnya.

"Di beras, kita punya batas maksimal beras patah 15 persen. Apabila butir utuh tadi dicampur dengan 15 persen butir patah, itulah beras premium dan memang begitu standar mutunya. Jadi pencampuran beras tapi tidak melampaui standar mutu itu biasa dan lumrah," lanjut Arief.

Selanjutnya, Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mempertegas praktik oplos yang tidak diperbolehkan dan mengandung delik pidana adalah jika menggunakan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Hal ini karena beras SPHP terdapat subsidi dari negara sebagai salah satu program intervensi perberasan ke pasaran.

"Kemudian, untuk beras subsidi pemerintah, itu yang tidak boleh dicampur atau dioplos. Beras SPHP dengan kemasan 5 kilogram harus menyasar langsung ke masyarakat dengan harga Rp 12.500 per kilogram (Zona 1). Itu tidak boleh dicampur, tidak boleh dibuka kemasannya untuk dicampur ke beras lain," kata Arief.

0 comments

    Leave a Reply