Banyak Pasien Anak-anak Cuci Darah, KPAI Minta Perketat Pengawasan Makanan | IVoox Indonesia

July 22, 2025

Banyak Pasien Anak-anak Cuci Darah, KPAI Minta Perketat Pengawasan Makanan

SS peralatan cuci darah atau hemodialisis
ILUSTRASI - Proses dan peralatan cuci darah atau hemodialisis. IVOOX.ID

IVOOX.id - Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra mendorong pengawasan ketat terhadap makanan yang beredar di masyarakat, terutama untuk produk-produk yang gemar dikonsumsi oleh anak-anak.

"Harga yang sangat murah dan industri kemasan yang kekinian, ternyata meninggalkan persoalan untuk anak anak kita yang belum memahami komposisi gizi seimbang," kata Jasra Putra saat dihubungi di Jakarta, Kamis (26/7/2024) dikutip dari Antara.

Hal itu ia sampaikan menanggapi data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang menyatakan satu dari lima anak mengalami gangguan ginjal. Selain itu, beredar video di media sosial tentang banyaknya pasien anak-anak yang cuci darah di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.

Menurut dia, banyaknya anak-anak yang mengonsumsi makanan dengan kandungan gula, garam, dan lemak berlebih menjadi salah satu penyebab gangguan ginjal pada anak. Terlebih, menurut dia, produk-produk ini dipasarkan dengan kemasan yang menarik sehingga membuat anak-anak ingin mencobanya.

"Saya kira kemasan makanan sekarang jadi barang mewah, menjadi industri viral dengan kemasan-kemasan yang luar biasa menarik untuk anak," kata Jasra Putra. Dia juga meminta adanya sosialisasi tentang gejala gangguan ginjal pada anak serta cara untuk mencegahnya.

"Penting segera ada sosialisasi gejala sebelum terganggu ginjalnya dan cuci darah, kemudian konsumsi air putih yang perlu diperhatikan, mengurangi konsumsi zat berpemanis buatan, garam dan lemak," katanya.

Selain itu, perlu juga untuk memberikan edukasi kepada masyarakat agar anak-anak membatasi konsumsi gula berlebihan termasuk makanan dengan rasa pedas, asam, manis, atau asin yang berlebihan.

"Konsumsi gula yang bila berlebihan akan mempengaruhi suasana hati mereka, yang berujung mudah cemas dan reaktif. Sehingga ujungnya bersikap agresif. Yang menyebabkan anak tidak memiliki kecerdasan emosi, reaktif, berujung rentan, dan mudah mendapat perlakuan salah," katanya.

Selain menyebabkan gangguan ginjal, konsumsi makanan berlebihan juga menyebabkan obesitas dan gizi yang tidak berimbang.

Sementara itu, dokter spesialis anak RSCM Eka Laksmi Hidayati mengatakan banyaknya jumlah anak yang menjalani cuci darah di RSCM karena rumah sakit itu menjadi rujukan dari berbagai daerah termasuk dari luar Jawa.

Dalam siaran di Jakarta, Kamis, Eka mengatakan saat ini terdapat sekitar 60 anak menjalani dialisis secara rutin yang 30 anak diantaranya menjalani hemodialisis. Dikutip dari laman Rumah Sakit Siloam, cuci darah atau hemodialisis merupakan terapi yang berfungsi menggantikan peran ginjal dalam tubuh, yaitu menyaring darah dari limbah, racun dan sisa metabolisme. Terapi ini dibutuhkan oleh pasien yang mengalami gangguan pada fungsi ginjal, seperti pengidap gagal ginjal.

"Karena mereka juga melihat bahwa sudah ada rujukan yang bisa mereka kirim, kemudian jadi banyak yang juga mengirimkan. Itu yang menyebabkan berkumpulnya jadi banyak, dan itu juga membuat Kementerian Kesehatan merasa bahwa memang ini harus disebarkan pelayanan untuk ginjal anak ini, dan sedang dikerjakan hal tersebut," katanya.

Secara umum, lanjutnya, kasus penyakit ginjal pada anak tidak terlalu banyak ditemukan, sehingga dokter yang nefrologi anak juga banyak. Oleh karena itu, katanya, di tingkat provinsi, pasti ada layanan dialisis untuk dewasa, namun tidak bagi anak-anak.

Eka menuturkan untuk efisiensi, idealnya dilakukan sentralisasi di RS-RS rujukan, contohnya RSCM.

"Tentu kita tidak ingin juga hanya di RSCM, tetapi memang di banyak provinsi sudah bisa. Nah sekarang ini kita sedang meluaskan lagi ke provinsi-provinsi yang saat ini belum ada dokter ginjal anaknya," ucap Eka.

Dalam kesempatan yang sama, dia menjelaskan bahwa gangguan ginjal pada anak-anak berbeda dari gangguan ginjal pada dewasa. Adapun kasus yang sering ditemukan, kata dia, adalah kelainan bawaan.

"Kelainan bawaan itu bisa berupa bentuknya ketika lahir memang bentuk ginjalnya tidak normal atau fungsinya yang tidak normal. Yang berupa fungsi yang sering adalah sindrom nekrotik kongenital," katanya.

Dia menjelaskan biasanya sindrom nekrotik tidak menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Namun apabila terjadi sejak dari kandungan, kemudian pada saat lahir bergejala, hal itu umumnya menjadi gagal ginjal.

Gangguan lainnya, kata dia, adalah ginjal polikistik yaitu ginjal yang banyak kistanya, lalu sumbatan, atau ginjal yang dimiliki hanya satu.

0 comments

    Leave a Reply