Ayah Mas Bechi Sebut Kasus Pencabulan Santriwati di Jombang adalah Fitnah

IVOOX.id, Surabaya - Video MM (98) ayahanda MSAT (41) anak kiai Jombang, DPO tersangka kasus kekerasan seksual terhadap santriwati, yang menyebut bahwa kasus anaknya itu, ada dalangnya, viral di medsos.
Dalam video berdurasi 1 menit 46 detik yang diunggah Instagram (IG) @kabarjombang, MM tampak duduk di kursi rodanya, dan disampingnya berdiri Kapolres Jombang AKBP Moh Nurhidayat yang mengenakan pakaian dinas luar.
MM mengungkapkan, bahwa ada hal yang banyak tak diketahui oleh masyarakat mengenai permasalahan yang melatarbelakangi kasus tersebut.
Latar belakang masalah tersebut terjadi di dalam internal keluarga dan ponpes yang diasuhnya itu.
"Ada yang taat kepada saya dan taat pada ajaran sidiqiah, dan keluarga saya ada yang tidak taat kepada saya, dan ada yang tidak taat kepada ajaran sidiqiah," ujar MM.
"Dari keluarga saya yang tidak taat saya, dan tidak taat ajaran sidiqiah, Ini ada dalangnya. Ini dalangnya, dari luar," tambahnya.
Hanya saja, MM berupaya untuk tetap menahan diri agar permasalahan mendasar dari segala kejadian tersebut, tidak diungkapkannya di hadapan publik.
"Selama ini yang tahu itu saya. Dan saya tidak mau membuka masalah ini demi untuk keselamatan kita semuanya," jelas MM.
Bahkan, permasalahan mendasar yang sengaja MM tahan agar tidak mengumbarnya di hadapan publik itu, tidak ada keterkaitan sama sekali dengan sosok anaknya berinisial MSAT. Melainkan sepenuhnya, berasal dari dirinya.
"Dan masalah kita ini tidak khusus terhadap Subchi (Si MSAT) saja. Malah menimpa diri saya, menimpa pesantren saya, menimpa ajaran sidiqiah, dan menimpa organisasi sidiqiah semuanya," pungkasnya.
Sebelumnya, saat petugas kepolisian melakukan pengejaran terhadap MSAT pada Minggu (3/7/2022). MM juga sempat menyampaikan sebuah pernyataan saat ditemui oleh Kapolres Jombang AKBP Moh Nurhidayat yang berusaha menjalin komunikasi persuasif terhadap pihak keluarga MSAT.
Video upaya persuasif yang dilakukan Polres Jombang itu diabadikan ponsel warga yang menyaksikan momen tersebut, dan sempat viral di medsos, beberapa waktu lalu.
AKBP Muh Nurhidayat, bertemu dan bertatap muka langsung dengan MM selaku petinggi dari ponpes yang berlokasi di Ploso, Jombang tersebut.
Dalam video berdurasi 1 menit 55 detik yang beredar di medsos itu, MM menyampaikan kepada AKBP Moh Nurhidayat yang duduk bersila dengan sikap tawadu', bahwa kasus yang menyeret nama anaknya itu, tak ubahnya sebatas fitnah yang terjadi di dalam keluarganya.
Penegasan itu, disampaikan berulang kali dengan nada suara yang terdengar pelan dan mantab. Bahkan, MM juga menghendaki pihak kepolisian segera kembali ke tempat atau markasnya masing-masing.
"Demi untuk keselamatan kita bersama, demi untuk kejayaan Indonesia Raya. Masalah ini, masalah keluarga. Untuk keselamatan kita bersama, untuk kebaikan kita bersama, untuk kejayaan Indonesia Raya, masalah fitnah ini fitnah ini masalah keluarga, masalah keluarga," ungkap MM, melalui microphone pengeras suara.
"Untuk itu, kembalilah ke tempat masing-masing, jangan memaksan diri, mengambil anak saya yang kena fitnah ini, semua itu adalah fitnah, Allahuakbar cukup itu saja," pungkasnya.
Perwakilan pihak keluarga atau ponpes pernah menanggapi adanya kasus yang menyeret MSAT, dengan melakukan jumpa pers di sebuah tempat pertemuan di Jalan Ahmad Yani, Ketintang, Gayungan, Surabaya, pada Selasa (28/1/2022) silam.
Satu diantara perwakilan pihak pondok pesantren yang juga menjabat Sekjen DPP Organisasi Shidiqiyah, Ummul Choironi, mengungkap sejumlah alasan yang membuat MSAT enggan memenuhi panggilan penyidik Polda Jatim, saat itu.
MSAT tetap mangkir dalam setiap tahapan agenda pemeriksaan, sejak Subdit IV Renakta Polda Jatim mengambil alih kasus tersebut, pada Rabu (15/1/2020).
Pertama. MSAT sedang disibukkan merawat orangtua, yakni ayahnya, selaku kiai pengasuh ponpes yang kini sedang tergolek lemas, sakit.
Ummul menerangkan, ayah MSAT selain berusia senja, kondisi kesehatannya semakin tak menentu, apalagi beberapa waktu lalu sempat terjatuh di dalam rumah.
"Pak kiai jatuh sampai patah tulang, sambungan kaki dengan paha itu," katanya saat ditemui awak media di Surabaya, Selasa (28/1/2020).
Kondisinya yang begitu senja membuat tubuh ayahanda MSAT, berinisial MM, yang merupakan pengasuh ponpes, tak memungkinkan menjalani langkah medis operasi.
Sehingga lebih dari sebulan ayah MSAT harus dirawat jalan di dalam rumah, dan MSAT selaku anaknya, terus mendampingi.
"Pada waktu itu pak kiai hampir 1 bulan, bed rest total, itu tidak operasi karena usia beliau sudah sepuh 92 tahun lebih," jelasnya.
Kedua. MSAT menilai kasus dugaan pelecehan seksual yang dituduhkan padanya merupakan fitnah.
Ummul menerangkan, ada informasi tidak benar yang dituduhkan ke MSAT hingga berujung ke laporan kepolisian.
Bahwa MSAT merasa tidak pernah melakukan pelecehan seksual sebagaimana yang dituduhkan sejumlah pihak yang dianggap bersekongkol menjatuhkan nama baik MSAT.
Dan menganggap, pihak oknum tersebut berupaya mengaburkan informasi yang sesungguhnya, dengan cara merekayasa narasi seolah-olah dirinya sebagai pelaku pelecehan seksual
"Disamping orangtuanya sakit, MSAT juga merasa terdholimi," ujarnya.
Ketiga. Pihak keluarga merasa janggal dengan penetapan status tersangka pada MSAT.
Setahu Ummul, penetapan seorang warga negara sebagai tersangka atas suatu tindak pidana, harus didasarkan pada bukti yang cukup.
Baginya penetapan status ini terbilang terburu-buru, mengingat MSAT belum pernah diperiksa polisi, baik itu dari pihak Unit PPA Polres Jombang atau Ditreskrimum Polda Jatim.
Selama ini surat pemanggilan yang tiba kepada MSAT ada dua surat, itupun berkop surat dari Polres Jombang.
Namun untuk surat panggilan dari Ditreskrimum Polda Jatim, MSAT sama sekali belum menerima, kecuali sebuah Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
"Secara hukum ini tidak tepat, karena itu dari MSA tidak mau mendatangi, karena kita melihat sudah ada permainan, jadi supaya MSA ini supaya dipenjarakan, seperti itulah kira kira," pungkasnya.
Sementara itu, juru bicara MSAT, Nugroho Harijanto, menegaskan, MSAT enggan menghadiri panggilan polisi karena merasa tidak bersalah.
Dan yakin bahwa ada pihak tertentu yang sedang bersekongkol memfitnah dan merusak nama baiknya.
"MSAT ini merasa 'saya tidak melakukan, tapi kok mendapat surat tersangka'. Jadi dia merasa saya difitnah, 'kok semua memberikan pernyataan seperti itu', MSA juga tidak merasa melakukan, ora yo ora," ungkap Nugroho.
Kendati MSAT masih enggan memenuhi panggilan pemeriksaan dari Polda Jatim.
Menurut pria berpeci hitam itu, pihaknya sudah berkomunikasi lebih lanjut pada pihak Polda Jatim terkait alasan MSAT mangkir dari panggilan.
Termasuk melampirkan sejumlah berkas penting berisi data kronologi peristiwa sebenarnya yang membantah dugaan pelecehan seksual itu.
"Kemarin kami sudah ngirim kronologi kejadian sebenarnya ke reskrim polda," kata Nugroho.
Dan dalam waktu dekat, ungkap Nugroho, MSAT akan menunjuk seorang kuasa hukum untuk melindungi hak-haknya sekaligus meluruskan kebenaran yang ada.
"Mungkin yang dilimpahkan ke Polda Jatim ini kami lakukan (cari dampingan kuasa hukum)," pungkasnya.
Sekadar diketahui, perjalanan kasus dugaan kekerasan seksual yang menyeret MSAT, putra kiai kondang di Ploso, Jombang, terkesan timbul tenggelam, sejak dilaporkan pertama kali pada akhir tahun 2019, atau jauh sebelum adanya Pandemi Covid-19
Upaya paksa yang dilakukan polisi untuk menangkap tersangka, beberapa bulan terakhir, hingga Kamis (7/7/2022), karena berkas kasus tersebut sudah dinyatakan lengkap atau P-21 oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim, sejak Selasa (4/1/2022).
Oleh karena itu, Kejati Jatim menunggu penyidik polisi menyerahkan berkas perkara sekaligus tersangka MSAT untuk segera disidangkan.
Hanya saja, sampai saat ini tersangka tak kunjung memenuhi panggilan kepolisian untuk menjalani tahapan penyidikan. Apalagi menyerahkan, diri.
Sebenarnya, temuan dugaan kekerasan seksual dengan modus transfer ilmu terhadap santriwati yang menjerat nama MSAT pertama kali, dilaporkan korban yang berinisial NA salah seorang santri perempuan asal Jateng, ke SPKT Mapolres Jombang, pada Selasa (29/10/2019).
Lalu, Selasa (12/11/2019), Polres Jombang mengeluarkan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP). Hasil gelar perkara penyidik, MSAT dijerat dengan pasal berlapis yakni tentang pemerkosaan dan perbuatan cabul terhadap anak di bawah umur atau Pasal 285 dan Pasal 294 KUHP.
Kemudian, pada Rabu (15/1/2020), Subdit IV Renakta Polda Jatim mengambil alih kasus tersebut. Namun MSAT tetap mangkir dalam setiap tahapan agenda pemeriksaan.
Penyidik saat itu, bahkan gagal menemui MSAT saat akan melakukan penyidikan yang bertempat di lingkungan lembaga pendidikan tempat tinggalnya, di komplek ponpes, Jalan Raya Ploso, Jombang.
Lama tak kunjung ada hasil penyidikan yang signifikan. kasus seperti tenggelam begitu saja, kurun waktu dua tahun.
Namun, kasus tersebut, tiba-tiba menyita perhatian, tatkala MSAT mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya untuk meminta kepastian status kasus hukumnya yang sudah dua tahun tanpa kejelasan.
Dalam permohonan praperadilan itu, termohon adalah Polda Jatim dan turut termohon adalah Kejati Jatim.
Dengan dalih, sebagaimana yang disampaikan Kuasa hukum MSAT, Setijo Boesono, saat itu, bahwa berkas kasus kliennya sudah beberapa kali ditolak oleh pihak kejaksaan, namun sampai saat ini belum jelas kepastian proses hukum berlanjut.
Namun pada Kamis (16/12/2021), pihak Hakim PN Surabaya menolak permohonan praperadilan MSAT. Alasannya, karena kurangnya pihak termohon, dalam hal ini Polres Jombang.
Karena, proses penyelidikan dan penyidikan kasus ini hingga penetapan tersangka dilakukan oleh Polres Jombang. Polda Jatim dalam kasus ini hanya meneruskan proses hukum saja.
Pihak MSAT masih mengajukan upaya hukum mengajukan gugatan praperadilan atas status tersangkanya ke PN Jombang pada Kamis (6/1/2022), dengan pihak termohon sama, yakni Kapolda Jatim, Kapolres Jombang, Kajati Jatim, dan Kajari Jombang. Namun, hasilnya tetap, yakni ditolak.
Ditolaknya gugatan praperadilan MSAT sebanyak dua kali. Menegaskan proses penindakan hukum atas kasus tersebut, harus dilanjutkan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku yakni penangkapan paksa dengan menerbitkan DPO atas profil identitas MSAT, pada Kamis (13/1/2022).
Tak pelak, upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik kepolisian dan hasilnya berbuah penolakan, seperti video viral pada Jumat (14/1/2022).
Kemudian, berlanjut pada pengejaran mobil MSAT yang kabur dalam penyergapan, pada Minggu (3/7/2022). Hingga Kamis (7/7/2022), Polda Jatim mengerahkan banyak pasukan melakukan penjemputan paksa.

0 comments