AS dan Israel Keroyok Iran, Apa Dampaknya Jika Selat Hormuz Diblokir? | IVoox Indonesia

June 28, 2025

AS dan Israel Keroyok Iran, Apa Dampaknya Jika Selat Hormuz Diblokir?

260525-Selat Hormuz1_AI
ILUSTRASI -Selat Hormuz, Jalur Minyak Dunia yang Diperebutkan. IVOOX.ID/AI

IVOOX.id – Israel yang memerangi Iran, disusul campur tangan Amerika Serikat yang membantu sekutunya, membuat perang di kawasan Timur Tengah semakin bergejolak.

Dalam kondisi dikeroyok, Iran kini mempertimbangkan pembokiran Selat Hormuz. Di masa lalu, Selat Hormuz sudah menjadi sumber gejolak.

Untuk melihat arti penting Selat Hormuz, tentu tak bisa dilepaskan dari sejarahnya. Diketahui, hubungan antara Republik Islam Iran dan Amerika Serikat telah melalui fase konflik berkepanjangan sejak Revolusi Iran pada tahun 1979.

Dalam penelitian Bonifasius Kendri Grasias Nawaskoro, yang berjudul "Respon Iran Menghadapi Sanksi Ekonomi Amerika Serikat dan Uni-Eropa: Ancaman Blokade Selat Hormuz", dijelaskan bahwa ketegangan antara kedua negara meningkat sejak masa Perang Teluk I (1980–1988), dan kian memburuk setelah pemberlakuan embargo oleh Presiden Bill Clinton (Raharjo 2012).

Dikutip dari repository.unpar.ac.id, Nawaskoro menyoroti bahwa perbedaan ideologi merupakan akar utama dari konflik tersebut. Iran membawa ideologi yang dianggap fundamental pasca-revolusi yang secara eksplisit menolak pengaruh Barat, khususnya Amerika Serikat (Karabel 1995). Kekhawatiran AS terhadap penyebaran ideologi ini menjadi alasan di balik upaya pembatasan kekuatan regional Iran.

Kedua negara memiliki kepentingan yang saling bertentangan di kawasan. Amerika berupaya menanamkan demokrasi, memerangi terorisme, dan memastikan kelancaran energi dunia (Byaman dan Moller 2016), sementara Iran menolak dominasi asing dan mendorong kerja sama regional (Bo 2009). Richards (2015) mencatat bahwa kelangsungan hidup rezim Iran menjadi motivator utama kebijakan luar negerinya, termasuk perluasan pengaruh ideologis.

Selat Hormuz: Jalur Minyak Dunia yang Diperebutkan

Selat Hormuz memainkan peran krusial dalam konflik antara Iran dan Amerika Serikat. Selat ini menjadi satu-satunya akses laut menuju Teluk Persia, yang digunakan untuk menyalurkan hampir sepertiga pasokan minyak dunia. Dalam laporannya, Nawaskoro merujuk pada Slade (2019) yang menjelaskan bahwa selat ini sangat penting bagi ekspor minyak dan gas dari kawasan Timur Tengah.

Menurut Gilsinan (2019), Amerika memiliki tiga kepentingan utama di wilayah ini: menjaga keamanan pelayaran internasional, mencegah proliferasi senjata pemusnah massal (WMD), dan mengatasi ancaman ekstremisme. Untuk itu, AS membangun pangkalan militer Fifth Fleet di Manama, Bahrain (Aljazeera 2019). Langkah ini diambil seiring dengan pemberian sanksi ekonomi kepada Iran dan keluarnya AS dari kesepakatan nuklir JCPOA pada 2018.

Iran pun menyesuaikan pendekatannya terhadap Selat Hormuz. Nawaskoro mencatat bahwa Iran menggunakan selat sebagai alat tekanan terhadap AS setelah sanksi dijatuhkan. Tindakan tersebut meliputi penyerangan kapal tanker asing, fasilitas milik AS, serta ancaman untuk menutup Selat Hormuz sepenuhnya pada tahun 2018 (Meredith 2020; Slade 2019).

Pakar Kajian Timur Tengah dan Politik Luar Negeri dari Universitas Gadjah Mada, Siti Muti’ah Setiawati, menyebutkan Selat Hormuz merupakan jalur vital pengiriman minyak mentah dari Timur Tengah ke seluruh dunia. Hampir sepertiga pasokan minyak dunia yang dibawa melalui jalan laut melalui selat ini.

Menurutnya, ancaman penutupan selat oleh Iran adalah strategi defensif terhadap tekanan Barat, terutama terkait program nuklirnya.

"Ancaman Iran akan menutup Selat Hormuz hanyalah provokasi karena selalu merasa dipojokkan terkait pengembangan program nuklirnya," ujarnya dalam wawancara yang dipublikasikan UGM, 16 Januari 2012.

Siti menegaskan pentingnya selat ini dalam konteks energi global. "Apabila Iran benar-benar menutup selat ini, maka perekonomian dunia akan terganggu karena akan mengurangi pasokan minyak mentah dan gas alam cair," ujarnya.

Indonesia sebagai negara mitra Iran dalam hal ekspor-impor minyak mentah tentunya akan terkena imbas jika meletus perang Iran-Amerika.

Risiko Global

Kepadatan lalu lintas tanker di Selat Hormuz menjadikan wilayah ini sebagai titik paling rentan dalam sistem distribusi energi dunia. Dalam tulisannya berjudul "The Strait of Hormuz and Secure Oil Routes: A Challenge to U.S. Strategy", Richard Earl Hansen, seorang peneliti kebijakan luar negeri, menyoroti pentingnya selat ini bagi strategi energi Amerika Serikat.

Hansen mengutip peringatan dari Sheikh Ahmad Zaki Yamani, Menteri Perminyakan Arab Saudi, bahwa kaum teroris mungkin akan menenggelamkan sebuah kapal tanki di perairan yang sempit ini dan dengan demikian memblokir 60 persen minyak yang dibutuhkan Dunia Barat.

Menanggapi ancaman ini, perusahaan asuransi Lloyd di London menyatakan perlunya "suatu asuransi perang yang khusus bagi kapal-kapal yang mengarungi Teluk Parsis."

Situasi menjadi semakin kompleks pasca-Revolusi Islam. Hansen mencatat bahwa meskipun gangguan terhadap impor minyak AS saat itu hanya berskala kecil, hal itu sudah cukup memicu kelangkaan bahan bakar domestik.

“Kalau kekurangan impor minyak yang relatif kecil itu saja sudah mampu menggoncangkan kehidupan ekonomi Amerika Serikat, bayangkan apa yang akan terjadi pada industri dan perekonomiannya seandainya dilancarkan suatu ‘blokade Berlin’ di Selat Hormuz,” tulis Hansen.

 

Penulis: Diana

Kontributor

0 comments

    Leave a Reply