Anggota DPR Nilai Wacana Perpanjangan Usia Pensiun ASN Hambat Regenerasi dan Bebani Negara | IVoox Indonesia

June 7, 2025

Anggota DPR Nilai Wacana Perpanjangan Usia Pensiun ASN Hambat Regenerasi dan Bebani Negara

Anggota Komisi II DPR RI Ateng Sutisna
Anggota Komisi II DPR RI Ateng Sutisna. IVOOX.ID/doc DPR RI

IVOOX.id – Anggota Komisi II DPR RI, Ateng Sutisna, menyuarakan penolakannya terhadap usulan perpanjangan batas usia pensiun aparatur sipil negara (ASN) yang dilontarkan Ketua Umum Dewan Pengurus KORPRI. Menurutnya, wacana tersebut berisiko besar menghambat proses regenerasi birokrasi, memperparah ketimpangan struktural, dan berpotensi menambah beban negara.

“Pensiun bukan hanya soal hak untuk beristirahat, tapi juga bagian dari siklus pengabdian yang wajar. Ini adalah bentuk penghormatan atas dedikasi ASN dan memberi mereka ruang untuk berkarya di bidang sosial lain,” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima ivoox.id Rabu (4/6/2025).

Ateng menegaskan bahwa ASN bekerja untuk negara, bukan perusahaan pribadi. Oleh karena itu, ada siklus yang harus dihormati. Ia mengajak semua pihak untuk tidak memaknai pensiun sebagai sebuah kehilangan, melainkan sebagai momen untuk menikmati hasil kerja keras serta memberi ruang bagi generasi penerus.

“Kita punya masalah serius dengan pengangguran terdidik, terutama dari kelompok usia muda. Kalau usia pensiun diperpanjang, ruang mereka untuk masuk ke birokrasi akan makin sempit. Ini jelas tidak adil,” tambah politisi PKS ini.

Ia juga menyoroti nasib para tenaga honorer dan PPPK yang hingga kini belum semuanya diangkat menjadi ASN karena keterbatasan fiskal. Perpanjangan masa pensiun justru akan memperkecil peluang mereka untuk memperoleh status tetap, padahal mereka sudah lama mengabdi.

Ateng merujuk pada data BPJS Kesehatan tahun 2023 yang menunjukkan bahwa klaim kesehatan ASN berusia di atas 60 tahun mencapai 2,3 kali lipat dibanding kelompok usia 40–55 tahun. Hal ini menurutnya akan memperbesar beban negara, baik dari sisi produktivitas maupun pembiayaan kesehatan.

Ia juga mengutip rekomendasi IMF dan OECD yang menyarankan agar batas usia pensiun di negara berkembang berada di rentang 60-65 tahun, demi menjaga keseimbangan fiskal dan dinamika tenaga kerja.

“Yang kita butuhkan saat ini bukan memperpanjang masa kerja ASN, tapi efisiensi, digitalisasi, dan regenerasi birokrasi,” ujarnya. Ia bahkan mencontohkan negara seperti Singapura yang justru memberi insentif pensiun dini untuk mempercepat inovasi dan reformasi birokrasi.

Bagi Ateng, masa pensiun seharusnya dimaknai sebagai kesempatan untuk menjalani hidup dengan lebih bermakna, bukan sekadar mempertahankan jabatan. Ia menutup pernyataannya dengan ajakan agar negara tidak abai terhadap keadilan antargenerasi serta nasib para tenaga non-ASN yang masih menanti kejelasan.

0 comments

    Leave a Reply