Anggota DPR Desak Transparansi Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

IVOOX.id – Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, menyoroti minimnya transparansi dalam proyek penulisan ulang Sejarah Nasional Indonesia yang saat ini digarap oleh Kementerian Kebudayaan. Ia mempertanyakan ketidakjelasan identitas 113 penulis yang disebut terlibat dalam proyek tersebut, yang hingga kini belum diumumkan secara terbuka kepada publik.
“Sampai hari ini tidak ada kejelasan siapa saja 113 orang itu. Yang diketahui baru editor umumnya. Bahkan beredar kabar, naskah-naskahnya justru dikerjakan oleh para asisten,” ujar Bonnie dalam keterangan resmi yang diterima ivoox.id Jumat (4/7/2025).
Kunjungan itu dilakukan sebagai bagian dari tugas pengawasan DPR RI di sektor kebudayaan, khususnya dalam menilai proses penulisan ulang sejarah nasional yang tengah berjalan. Dalam forum tersebut, Komisi X berdialog dengan akademisi, budayawan, sejarawan, guru, serta tokoh masyarakat guna menyerap berbagai pandangan.
Bonnie menegaskan bahwa jika memang para penulis adalah sejarawan yang memiliki kredibilitas tinggi, maka mereka seharusnya menulis langsung, bukan menyerahkan pekerjaan itu kepada asisten. Hal ini menurutnya penting untuk menjaga integritas dan bobot intelektual dari karya sejarah tersebut.
“Kalau memang mereka punya reputasi, seharusnya mereka yang menulis. Karena hanya dengan itu, karya tersebut bisa memiliki tanggung jawab akademik yang bisa dipertanggungjawabkan,” tegasnya.
Sejak awal, Bonnie mengaku telah mendorong dilakukannya uji publik secara terbuka terhadap naskah sejarah yang sedang dikerjakan. Namun, menurutnya, upaya itu belum dijalankan secara maksimal dan akhirnya memicu polemik di kalangan masyarakat.
“Saya termasuk yang sejak awal meminta agar dilakukan uji publik dan sosialisasi lebih awal, supaya tidak muncul kontroversi. Tapi karena tidak dilakukan, akhirnya tetap terjadi keramaian di publik,” ujar politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu.
Ia berharap proses penulisan ulang sejarah dilakukan secara terbuka dan partisipatif, serta melibatkan pihak-pihak yang kompeten. Uji publik, kata Bonnie, seharusnya bukan sekadar formalitas, tapi menjadi ruang yang benar-benar menyerap masukan dari masyarakat luas.
“Uji publik jangan hanya jadi seremoni. Harus betul-betul menyerap masukan, supaya hasil akhirnya sesuai dengan harapan publik dan bisa memperkaya narasi sejarah nasional,” katanya.
Sejumlah anggota Komisi X lainnya juga menyuarakan kekhawatiran serupa, termasuk dugaan bahwa proyek ini terlalu diburu waktu dan sarat kepentingan. Mereka mengusulkan agar proses penulisan diperpanjang agar dapat menggali lebih banyak perspektif dari masyarakat secara menyeluruh dan menghasilkan karya sejarah yang lebih valid serta objektif.

0 comments