Ancaman Mogok Nasional Angkutan Barang Jelang Lebaran, Pengamat Sarankan Pemerintah Kompromi | IVoox Indonesia

April 24, 2025

Ancaman Mogok Nasional Angkutan Barang Jelang Lebaran, Pengamat Sarankan Pemerintah Kompromi

antarafoto-unjuk-rasa-sopir-truk-tuntut-penghapusan-pungli-dan-premanisme-173928
Sejumlah pengunjuk rasa dari Keluarga Besar Sopir Indonesia (KBSI) mencoba menghentikan truk yang melintas di Jalan Yos Sudarso, Koja, Jakarta, Selasa (11/2/2025). Aksi yang diikuti ratusan sopir tersebut menuntut penghapusan pungutan liar, intimidasi premanisme serta mempercepat proses bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok. ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin

IVOOX.id – Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua MTI Pusat, Djoko Setijowarno, menilai bahwa pembatasan operasional truk di masa angkutan Lebaran 2025 seharusnya tidak berlangsung terlalu lama. Solusi kompromi yang bisa diambil adalah pemerintah mengurangi durasi pembatasan, namun tetap melarang truk dengan dimensi dan muatan berlebih (ODOL) untuk beroperasi.  

Menurut Djoko, masalah ini juga berkaitan dengan sistem transportasi nasional yang masih bertumpu pada jalan raya. "Sebagai negara kepulauan, kita masih punya moda alternatif seperti kereta api dan transportasi laut untuk distribusi barang," ujarnya kepada ivoox.id Minggu (16/3/2025). Ia menilai pembatasan truk bisa dikurangi jika pemerintah serius membenahi angkutan umum, baik untuk penumpang maupun logistik. 

Di tengah polemik ini, kondisi kesejahteraan sopir truk semakin memprihatinkan. Selain tidak mendapat THR, penghasilan mereka juga jauh dari layak. Berdasarkan hasil pemetaan Pusat Kebijakan Keselamatan dan Keamanan Kementerian Perhubungan, rata-rata pengemudi truk berusia 40-55 tahun dan banyak yang belum memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) sesuai jenis kendaraannya. Pendapatan mereka berkisar Rp 1 juta hingga Rp 4 juta per bulan, masih di bawah upah minimum daerah. 

Dulu, sopir truk masih mampu membayar kenek dan memiliki penghasilan yang cukup untuk kebutuhan rumah tangga. Kini, mereka kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari, apalagi untuk membayar asisten. Perjuangan para sopir truk dalam mendistribusikan logistik, termasuk bahan pokok, masih kurang mendapat perhatian dari pemerintah. 

Salah satu tuntutan yang sudah lama diajukan adalah penetapan standar upah minimum bagi sopir truk, namun hingga kini belum ada keputusan dari Kementerian Ketenagakerjaan. Djoko menilai, mungkin pemerintah baru akan merespons ketika sopir benar-benar melakukan mogok massal. 

"Kita butuh kebijakan transportasi yang lebih berpihak pada kesejahteraan pengemudi dan efisiensi logistik nasional. Jangan sampai Indonesia Maju 2045 yang dicita-citakan justru berubah menjadi Indonesia Cemas," katanya.

Jelang mudik Lebaran 2025, Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO) mengancam akan menghentikan operasional truk secara massal. Hal ini dipicu oleh kebijakan pembatasan operasional truk selama 16 hari, yang dinilai berdampak besar pada penghasilan para sopir truk. Tidak hanya kesulitan mencari nafkah di masa Lebaran, mereka juga tidak mendapatkan tunjangan hari raya (THR), sementara kesejahteraan mereka terus diabaikan. 

Pemerintah telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) yang mengatur pembatasan angkutan barang selama arus mudik dan balik Lebaran 2025. Aturan ini berlaku mulai 24 Maret hingga 8 April 2025, mencakup jalan tol dan nontol. Pembatasan selama 16 hari ini lebih lama dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang berkisar 10-12 hari. 

Ketua APTRINDO, Gemilang Tarigan, menyampaikan keberatan terhadap kebijakan ini, karena pemerintah tidak mempertimbangkan masukan dari asosiasi angkutan barang. APTRINDO meminta pemerintah mengurangi durasi pembatasan operasional truk. Jika tuntutan ini tidak dipenuhi, mereka mengancam akan melakukan mogok massal mulai 20 Maret 2025.  

0 comments

    Leave a Reply