Aliansi Ekonom Indonesia Sampaikan Tujuh Desakan Darurat Ekonomi, Desak Hentikan Program Populis Makan Bergizi Gratis | IVoox Indonesia

October 21, 2025

Aliansi Ekonom Indonesia Sampaikan Tujuh Desakan Darurat Ekonomi, Desak Hentikan Program Populis Makan Bergizi Gratis

Aliansi Ekonom Indonesia (AEI)
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan beraudiensi dengan Aliansi Ekonom Indonesia (AEI) untuk merespons 7 Desakan Darurat Ekonomi di kantor DEN, Jakarta, Jumat (12/9/2025). (ANTARA/HO-Dok. Tim Media DEN)

IVOOX.ID – Aliansi Ekonom Indonesia (AEI) bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dan Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu untuk membahas Tujuh Desakan Darurat Ekonomi yang telah ditandatangani ratusan ekonom, akademisi, dan profesional dari dalam maupun luar negeri.

Pertemuan ini dihadiri sepuluh perwakilan AEI, antara lain Elan Satriawan, Lili Yan Ing, Mervin Goklas Hamonangan, Milda Irhamni, Rizki Nauli Siregar, Teuku Riefky, Titik Anas, Vid Adrison, Vivi Alatas, dan Wijayanto Samirin.

Vid Adrison membuka diskusi dengan menyoroti dua masalah utama yang memperburuk kondisi ekonomi nasional. “Dua benang merah dari permasalahan perekonomian ini adalah misalokasi sumber daya yang masif serta rapuhnya institusi penyelenggara negara karena konflik kepentingan dan tata kelola yang tidak amanah,” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima ivoox.id Senin (29/9/2025).

Wijayanto Samirin menekankan pentingnya pemerintah menindaklanjuti rekomendasi AEI. “Kami mengapresiasi Menko Perekonomian dan Ketua LPS yang telah menyimak Tujuh Desakan Darurat Ekonomi, dan kembali menegaskan penting serta gentingnya tindak lanjut yang serius melalui kebijakan ekonomi yang amanah,” katanya.

Salah satu kritik keras AEI ditujukan kepada Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Menurut Lili Yan Ing, program tersebut menyumbang besar terhadap salah alokasi anggaran. “Kami mendesak agar pemerintah mengurangi porsi belanja untuk program populis seperti MBG. Program ini perlu diarahkan agar lebih targeted, sehingga setiap rupiah yang dikeluarkan bisa digunakan secara efektif,” katanya.

Vivi Alatas menambahkan, MBG sebaiknya dihentikan sementara menyusul kasus keracunan ribuan siswa. “Untuk program MBG, perlu diawali dengan uji coba (piloting) dengan indikator dampak yang terukur. Skalanya baru bisa ditingkatkan jika terbukti berhasil,” ujarnya.

Selain itu, AEI menilai paket kebijakan ekonomi 8+4+5 yang diluncurkan pemerintah masih bersifat jangka pendek. Teuku Riefky menyebut kebijakan tersebut hanya memberi “temporary relief” tanpa menyentuh perbaikan struktural. “Good quality jobs hanya bisa tercipta dengan perbaikan institusi, iklim usaha, dan kepastian hukum, yang belum dijawab oleh paket stimulus ini,” katanya.

Rizki Nauli Siregar juga menyoroti potensi dampak negatif dari paket tersebut. “Beberapa poin justru bisa memperparah misalokasi sumber daya, seperti penekanan pada KDMP yang berpotensi menyingkirkan bisnis lokal yang tumbuh organik,” ujarnya.

Sementara itu, Titik Anas menilai deregulasi melalui PP 28 Tahun 2025 masih menyisakan masalah serius. “PP ini belum menyelesaikan persoalan pungutan liar dan ekonomi biaya tinggi yang membebani usaha kecil, menengah, maupun besar,” katanya.

Melalui Tujuh Desakan Darurat Ekonomi, AEI menuntut pemerintah memperbaiki alokasi anggaran, mengembalikan independensi institusi negara, menghentikan dominasi negara dalam ekonomi lokal, melakukan deregulasi, mengurangi ketimpangan, mengembalikan proses kebijakan berbasis bukti, serta memperbaiki tata kelola penyelenggaraan negara.

Sebelumnya, Aliansi Ekonom Indonesia (AEI) telah bertemu dengan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan membahas soal tujuh Desakan Darurat Ekonomi.

“Kami ingin mendengar langsung, menyampaikan apa yang telah pemerintah lakukan, dan memastikan bahwa pemerintah aware terhadap berbagai persoalan yang dihadapi,” kata Luhut dikutip dari keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (13/9/2025), dikutip dari Antara.

Dalam pertemuan itu, Luhut menyampaikan bahwa pemerintah memandang para ekonom sebagai mitra strategis pemerintah dalam memperkuat kebijakan.

Pemerintah, kata dia, mendorong deregulasi sebagai kunci penciptaan lapangan kerja dan penguatan pertumbuhan ekonomi, termasuk percepatan digitalisasi melalui sistem Online Single Submission (OSS).

Juga ada upaya relokasi beberapa perusahaan garment dan alas kaki di tengah proses negosiasi tarif dengan Amerika Serikat yang berpotensi menciptakan lebih dari 100 ribu lapangan kerja baru.

Selain itu, DEN menekankan pentingnya penguatan kualitas belanja dan peningkatan penerimaan negara melalui digitalisasi.

Salah satu pilot project yang segera dijalankan adalah digitalisasi penyaluran bantuan sosial.

Menurut Luhut, langkah ini tidak hanya meningkatkan transparansi, tetapi juga memungkinkan efisiensi anggaran karena bantuan akan lebih tepat sasaran dan langsung dirasakan masyarakat.

Ketua DEN menggarisbawahi kolaborasi erat antara pemerintah, para ekonom, dan dunia akademik merupakan kunci membangun fondasi ekonomi nasional yang tangguh dan berkeadilan.

“Masukan bapak dan ibu sangat dibutuhkan, apakah kami di pemerintah sudah on the right track atau belum. Saya butuh feedback dari semuanya untuk menjadi bahan diskusi kami di pemerintahan,” ujarnya.

Sebagai informasi, AEI menyampaikan tujuh Desakan Darurat Ekonomi pada Selasa (9/9), dengan rincian sebagai berikut.

Pertama, perbaiki secara menyeluruh misalokasi anggaran yang terjadi dan tempatkan anggaran pada kebijakan dan program secara wajar dan proporsional.

Kedua, kembalikan independensi, transparansi, dan pastikan tidak ada intervensi berdasarkan kepentingan pihak tertentu pada berbagai institusi penyelenggara negara.

Ketiga, hentikan dominasi negara yang berisiko melemahkan aktivitas perekonomian lokal.

Keempat, deregulasi kebijakan, perizinan, lisensi, dan penyederhanaan birokrasi yang menghambat terciptanya iklim usaha dan investasi yang kondusif.

Kelima, prioritaskan kebijakan yang menangani ketimpangan dalam berbagai dimensi.

Keenam, kembalikan kebijakan berbasis bukti dan proses teknokratis dalam pengambilan kebijakan serta berantas program populis yang mengganggu kestabilan dan prudensi fiskal.

Ketujuh, tingkatkan kualitas institusi, bangun kepercayaan publik, dan sehatkan tata kelola penyelenggara negara serta demokrasi.

0 comments

    Leave a Reply