2019, Indeks Keuangan Inklusif Ditargetkan 75 Persen

iVooxid, Jakarta - Pemerintah menargetkan indeks keuangan inklusif mencapai 75 persen pada tahun 2019 dibanding kondisi saat ini yang masih sekitar 36 persen.
Keterangan Kantor Kemenko Perekonomian di Jakarta, Jumat (18/11/2016), menyebutkan berdasarkan hasil survei Bank Dunia (2014), hanya terdapat 36 persen penduduk dewasa di Indonesia yang memiliki rekening di bank.
Demikian halnya dengan kontribusi perbankan terhadap perekonomian yang diukur dari pangsa kredit maupun deposit masih relatif kecil, yaitu masing-masing sebesar 36 persen dan 40 persen (per Agustus 2014).
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat meluncurkan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI), di Istana Negara Jakarta, Jumat, menyebutkan keuangan inklusif merupakan pintu menuju kesempatan atas penghidupan yang lebih baik.
Ketika rakyat memiliki literasi keuangan yang baik, dengan dukungan layanan keuangan yang memadai serta perlindungan konsumen yang mumpuni, maka terbukalah peluang untuk berkarya secara lebih merata di seluruh penjuru Indonesia.
Untuk memperluas akses masyarakat terhadap layanan keuangan itu, pemerintah telah menerbitkan pedoman dan langkah strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, penanggulangan kemiskinan, dan pengurangan kesenjangan baik antarindividu maupun antardaerah.
Pedoman dan langkah strategis itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).
Menurut Presiden, meningkatkan keuangan inklusif Indonesia adalah langkah penting melawan kemiskinan dan kesenjangan sosial.
"Indeks keuangan inklusif kita masih di tingkat 36 persen tahun 2014. Artinya masih belum banyak rakyat Indonesia yang menikmati manfaat dari produk layanan keuangan dan layanan perbankan. Taget pada 2019 memang sangat ambisius 75 persen," kata Presiden.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyampaikan sasaran SNKI tahun 2016 secara khusus diarahkan pada 40 persen kelompok masyarakat berpendapatan terendah.
Selain itu, fokus diarahkan pada wanita, masyarakat di daerah perbatasan dan pulau-pulau terluar, pelajar, dan juga pekerja migran domestik dan internasional, yang sebagian besar adalah tenaga kerja Indonesia, kata Darmin.
Ada lima pilar yang menjadi fokus SNKI, yaitu Edukasi Keuangan, Hak Properti Masyarakat, Layanan Keuangan Pada Sektor Pemerintah, Fasilitas Intermediasi dan Saluran Distribusi Keuangan, serta Perlindungan Konsumen.
Kelima pilar itu diperkuat dengan tiga penunjang yaitu kebijakan dan regulasi yang kondusif, infrastruktur dan teknologi informasi keuangan yang mendukung, serta organisasi dan mekanisme implementasi yang efektif.
Salah satu pilar SNKI yang penting adalah hak properti masyarakat. Kepemilikan sertifikasi tanah merupakan langkah awal agar masyarakat bisa memiliki nilai lebih dari tanah yang dimilikinya. Hal itu merupakan landasan utama agar sasaran SNKI pada 2019 nanti bisa tercapai.
"Sertifikasi tanah saat ini secara nasional baru sekitar 50 persen. Untuk meningkatkan persentase tersebut pelaksanaan sertifikasi tanah ini akan dipercepat," kata Darmin.
Menurut Darmin, pemerintah telah menyusun berbagai rencana aksi yang diinisiasi 12 kementerian dan lembaga, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan untuk empat tahun ke depan.
Rencana aksi tersebut antara lain agen pelayanan keuangan perbankan yang luas dari program Laku Pandai dan Layanan Keuangan Digital, penyaluran Kredit Usaha Rakyat, pencanangan Gerakan Nasional Non Tunai, peluncuran Tabunganku, pengenalan Simpanan Pelajar, pelayanan Sertifikasi Tanah.
Selain itu, Edukasi Keuangan Syariah, Perluasan Elektronifikasi Transaksi Penerimaan dan Pembayaran Pemerintah, serta harmonisasi ketentuan peraturan perundangan yang terkait pelaksanaan keuangan inklusif. (ant)

0 comments