September 24, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Upaya Indonesia dalam Pengembangan Mobnas Perlu Arah Kebijakan Yang Jelas

IVOOX.id, Jakarta - Sejauh ini, di Indonesia belum terdapat arah kebijakan yang memungkinkan munculnya mobil merek lokal. Pastinya, kisah kelam pengembangan mobnas era 1990-an, tak layak jadi contoh.


“Masa sekarang harus swasta nasional yang maju. Namun, kemajuan itu pun perlu dukungan kebijakan, ini yang seharusnya dipikir berbeda oleh pemerintah,” tegas Dewa Yuniardi, perwakilan dari Asosiasi Industri Automotive Nusantara (Asianusa).


Di sisi lain, nama Esemka yang telanjur melambung sebagai perwujudan mobnas, masih belum mendapatkan kejelasan. Pun pihak yang pernah terkait dengan PT Adiperkasa Citra Esemka selaku prinsipal Esemka seperti AM Hendropriyono dan Hosea Sanjaya, tetap bergeming.


Sebaliknya, seolah menebus dosa waktu yang terbuang bagi pengembangan produk nasional tersebut, pemerintah mulai serius menggodok ketentuan merek lokal pada generasi teknologi baru, yakni Battery Electric Vehicle (BEV).


Dalam draf Peraturan Presiden (Perpres) Percepatan Program Kendaraan Bermotor Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle/BEV) untuk Transportasi Jalan yang masih belum diketok, upaya pengembangan merek lokal mencuat kuat.


Pengembangan dan percepatan kelak mengacu kepada peta jalan yang wajib diterbitkan Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Selain itu, para pemain pasar BEV wajib membangun fasilitas manufaktur di dalam negeri, sebagaimana disebutkan pada ayat 1 pasal 6, begitupun bagi pemasok komponen.


Pada salah satu poin aturan, menyembul hasrat mendorong kehadiran kendaraan berbasis listrik bertenaga baterai dalam negeri. Isinya, ketentuan tentang penelitian dan inovasi.


Bahkan, beleid ini menjadikan perguruan tinggi, lembaga penelitian, pemerintah pusat ataupun daerah, untuk ikut bersinergi mengembangkan atau melakukan inovasi produk BEV.


Beleid tersebut mengatur secara ketat BEV yang layak edar. Salah satu aturan pengikat yaitu penggunaan kandungan lokal dalam negeri.


Pada pasal 8 ayat 1, secara jelas untuk BEV roda dua dan tiga, harus mengikuti tahapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang semakin membesar. Misal, pada periode 2019-2023, TKDN minimal mencapai 40 persen, lalu pada periode selanjutnya 60 persen, dan terus naik hingga mencapai 80 persen.


Sementara itu, untuk roda empat atau lebih, TKDN minimal pada awal pelaksanaan beleid dipatok 35 persen. Namun, jumlah itu secara bertahap wajib meningkat hingga periode 2025 dan seterusnya, dengan TKDN minimal 80 persen.


Pemerintah juga memaksa para pemain produk BEV untuk mengantongi izin produksi dengan ketentuan perusahaan berbadan hukum Indonesia, termasuk wilayah operasi. Hal serupa juga berlaku bagi produsen komponen.


Entah, apakah ini cara pemerintah menyiapkan produk lokal dalam jangka panjang? Yang jelas, era kendaraan listrik di Indonesia rasanya masih terlampau jauh.

0 comments

    Leave a Reply