Terkait Bendera HTI di Ruang Penyidik KPK, MAKI Lapor ke Jamwas
IVOOX.id, Jakarta – Persoalan bendera Hizbut Tahrir Indonsia (HTI) di ruang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berbuntut panjang. Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan jaksa yang berdinas di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan pelanggaran kode etik terkait kontroversi bendera HTI tersebut.
"Bahwa atas polemik bendera tersebut, patut diduga jaksa yang bertugas di KPK pembawa atau penyimpan bendera tersebut patut diduga telah melanggar kode etik jaksa dan diduga melanggar disiplin PNS sebagaimana diatur Peraturan Pemerintah No. 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS," ujar Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, Senin (4/10).
Boyamin meminta Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung melakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan berdasarkan kode etik jaksa, PP 53/2010 tentang Disiplin PNS, Sumpah Jabatan, UU 16/2004 tentang Kejaksaan RI dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku lainnya.
"Meskipun dugaan jaksa yang sedang bertugas di KPK, namun Jamwas Kejagung tetap berwenang melakukan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran etik jaksa di mana pun bertugas," kata Boyamin.
KPK sudah buka suara terkait polemik ini. Plt. Juru Bicara KPK, Ali Fikri, menyatakan pegawai yang memasang bendera tersebut terbukti tidak memiliki afiliasi dengan kelompok atau organisasi terlarang sehingga tidak terdapat peraturan yang melarang perbuatannya.
KPK, lanjut Ali, mengingatkan seluruh insan komisi untuk menghindari penggunaan atribut masing-masing agama di lingkungan kerja demi menjaga kerukunan umat beragama.
"Kecuali yang dijadikan sarana ibadah," ucap Ali.
Sementara itu, lembaga antirasuah memecat staf satuan pengamanan (satpam) bernama Iwan Ismail terkait penyebaran foto bendera diduga HTI. Tim pengawas internal, tutur Ali, sudah melakukan pemeriksaan terhadap beberapa saksi, bukti, dan keterangan lain terkait dengan foto yang diduga diambil pada September 2019 lalu.
Pegawai tersebut, lanjut Ali, secara sengaja dan tanpa hak telah menyebarkan informasi tidak benar atau bohong dan menyesatkan ke pihak eksternal sehingga menimbulkan kebencian dari masyarakat. Perbuatan itu berdampak pada penurunan citra dan nama baik KPK.
"Perbuatan ini termasuk kategori Pelanggaran Berat sebagaimana tertuang dalam Pasal 8 huruf s Perkom Nomor 10 Tahun 2016 tentang Disiplin Pegawai dan Penasihat KPK," ucap Ali.
Selain itu, perbuatan dimaksud juga melanggar Kode Etik KPK sebagaimana diatur Perkom Nomor 07 Tahun 2013 tentang Nilai-nilai Dasar Pribadi, Kode Etik, dan Pedoman Perilaku KPK.
Iwan disebut melanggar nilai Integritas untuk memiliki komitmen dan loyalitas kepada komisi, serta mengesampingkan kepentingan pribadi/golongan dalam pelaksanaan tugas.
0 comments