April 24, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Tercatat Ada Enam Masalah di Pesawat Lion Air JT610 Sebelum Kecelakaan

IVOOX.id, Jakarta - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) saat merilis laporan awal investigasi (Preliminary Report) kecelakaan pesawat Lion Air JT610 yang jatuh di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, 29 Oktober lalu mengungkapkan bahwa pesawat ini ternyata bermasalah sejak tiga hari sebelumnya. Dalam tiga hari, ada enam masalah yang dialami pesawat itu.

"Dari data perawatan pesawat, sejak tanggal 26 Oktober, tercatat ada enam masalah atau enam gangguan yang tercatat di pesawat ini," kata Ketua Subkomite Investigasi KNKT Nurcahyo Utomo saat merilis temuan awal jatuhnya pesawat, di Kantor KNKT, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (28/11).

Enam masalah itu berkaitan dengan masalah indikator kecepatan dan ketinggian pesawat. Masalah itu masih terus terjadi sampai penerbangan terakhir sebelum pesawat jatuh, yakni pada rute Denpasar-Jakarta pada 28 Oktober 2018.

"Penerbangan dari Denpasar ke Jakarta. Pesawat mengalami gangguan saat terbang, pilot memutuskan untuk terus sampai Jakarta," katanya.

Digital Flight Data Recorder mencatat pada penerbangan Denpasar-Jakarta, ada stick shakeryang aktif sesaat setelah lepas landas dan berlangsung selama penerbangan. Ketika pesawat berada di ketinggian sekitar 400 feet, PIC (Pilot in Command/pilot utama) menyadari adanya warning IAS Disagree pada Primary Flight Display (PFD).

Menyadari hal ini, PIC kemudian mengalihkan kendali pesawat pada Second in Command(SIC/co-pilot). PIC mengetahui bahwa pesawat mengalami trimming aircraft nose down (AND-hidung pesawat turun) secara otomatis. PIC kemudian merubah tombol STAB TRIM ke CUT Out. SIC pun melanjutkan penerbangan dengan trim manual dan tanpa auto-pilot sampai dengan mendarat.

Nurcahyo menjelaskan, keputusan pilot melanjutkan penerbangan tersebut menjadikan alasan KNKT mengeluarkan rekomendasi ke Lion Air. Rekomendasi tersebut terkait rambu-rambu kapan pilot bisa melanjutkan penerbangan atau kapan kembali ke bandara asal.

"Ini dasar keluar rekomendasi kita yang pertama, kepada Lion Air, pilotnya untuk menentukan terus atau kembali. Karena menurut pandangan kami, yang terjadi itu pesawat sudah tidak layak terbang," tutur Nurcahyo.

"Menurut pendapat kami, seharusnya penerbangan itu tidak dilanjutkan," tegasnya.

Setelah mendarat dan parkir, PIC melaporkan permasalahan pesawat udara kepada teknisi. Semua permasalahan dalam penerbangan sebelumnya diberitahukan kepada teknisi dan dituliskan pada logbook yang tersimpan di kokpit pesawat.

Merespons laporan ini, teknisi juga telah melakukan pembersihan Air Data Module (ADM) pilot dan static port kiri untuk memperbaiki IAS dan ALT disagree disertai dengan tes operasional di darat dengan hasil tidak ada masalah. Kemudian teknisi melakukan pembersihan sambungan kelistrikan pada Elevator Feel Computer disertai dengan tes operasional dengan hasil baik.

"Setiap memiliki gangguan sudah diperbaiki, ditanda tangan oleh release man. Secara hukum, pesawat dinyatakan layak terbang (kembali-red)," kata Nurcahyo.

Ternyata, kejadian yang sama diduga terjadi dalam penerbangan Jakarta-Pangkal Pinang. Dalam penerbangan ini Flight Data Recorder (FDR) merekam adanya perbedaan antara AoA (angle of attack) kiri dan kanan sekitar 20 derajat. Sensor AoA ini memberikan data tentang sudut terkait hembusan angin melalui sayap, sehingga pilot bisa mengetahui daya angkat pesawat saat itu.

Dengan pembacaan sensor semacam ini, trim AND kembali berfungsi dan membuat hidung pesawat otomatis turun. Trim AND otomatis berhenti ketika flaps diturunkan. Ketika flapsdinaikkan kembali, trim AND otomatis dan input dari pilot untuk melakukan trim aircraft nose up (ANU) terjadi kembali dan berlanjut selama penerbangan.

"Kita belum mengetahui kenapa pilot tidak merubah tombol STAB TRIM ke CUT Out (seperti dilakukan oleh pilot sebelumnya-red). Ini masih perlu penyelidikan lebih lanjut, kita juga masih mencari CVR," kata Nurcahyo.

Sampai dengan laporan awal ini diterbitkan, Cockpit Voice Recorder (CVR) masih belum berhasil ditemukan dan kegiatan pencarian masih dilakukan. Jika CVR ditemukan, KNKT bisa melakukan analisis berdasarkan rekaman suara percakapan di kokpit.

0 comments

    Leave a Reply