October 8, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Tanaman Lokal Menjadi Alternatif sebagai Solusi dari Diversifikasi Ketahanan Pangan

IVOOX.id - Menghadapi efek domino krisis global pada ketahanan pangan yang menyebabkan gangguan ekspor dan ancaman keamanan pangan, upaya diversifikasi pangan menjadi solusi yang berkelanjutan.

Beberapa tanaman lokal Indonesia seperti serealia, ubi-ubian, dan tanaman perkebunan, termasuk sagu dan sukun, dapat menjadi alternatif pengganti beras sebagai sumber pangan pokok.

Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan (ORPP) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Puji Lestari, mengungkapkan bahwa BRIN terus melakukan riset dan inovasi dalam diversifikasi pangan pokok.

Riset serta inovasi tersebut yaitu mengeksplorasi sumber daya genetik tanaman lokal dan menerapkan teknologi metabolomik serta pendekatan omik lainnya.

Hasil risetnya diharapkan dapat memberikan informasi tentang kandungan gizi, senyawa bioaktif, keamanan, dan kualitas sumber makanan yang beragam.

"Riset ini nantinya dapat memberikan informasi tentang kandungan gizi, senyawa bioaktif, keamanan, dan kualitas sumber makanan yang dapat memandu upaya untuk mempromosikan konsumsi beragam pangan," ujar Puji saat membuka webinar Roaferian #1 dengan tema “Integrated Platform to Promote Staple Food Diversification, Jumat (4/8/2023).

Kemudian ia menegaskan bahwa diversifikasi pangan harus memenuhi perbaikan gizi, kesehatan, dan keberlanjutannya.

Selanjutnya, untuk mewujudkan platform terintegrasi yang mempromosikan diversifikasi pangan pokok, Kepala Pusat Riset Tanaman Pangan (PRTP) BRIN, Yudhistira Nugraha, menjelaskan beberapa riset terkini yang dilakukan untuk pemanfaatan potensi sumber daya genetik lokal, seperti sorgum, ubi kayu, jagung, hanjeli, sagu, sukun, kacang tunggak, kacang koro pedang, dan kacang merah.

"Sinergi antara pemerintah dan usaha mikro, kecil dan menengah untuk pengembangan pangan dan produk lokal juga dapat menjadi upaya untuk mempromosikan diversifikasi pangan. Untuk peningkatan kuantitas pangan lokal, masyarakat dapat memanfaatan lahan pertanian marginal dan tidak termanfaatkan untuk menghasilkan produk pangan lokal,” papar Yudhistira.

Selain melakukan riset, edukasi masyarakat tentang pentingnya diversifikasi pangan juga menjadi langkah krusial.

Diperlukan sinergi antara pemerintah dan usaha mikro, kecil, dan menengah dalam pengembangan pangan dan produk lokal untuk mempromosikan diversifikasi pangan.

Masyarakat dapat memanfaatkan lahan pertanian marginal dan tidak termanfaatkan untuk menghasilkan produk pangan lokal.

Selain itu, BRIN berkolaborasi dengan Osaka University Jepang dan beberapa perguruan tinggi Indonesia untuk memetakan keragaman pangan di Indonesia melalui pendekatan metabolomik.

Tempe, sebagai salah satu sumber pangan lokal dari biji-bijian, teridentifikasi memiliki 16 senyawa metabolomik bioaktif yang tinggi, sehingga memiliki potensi sebagai alternatif pengganti terigu sebagai sumber protein.

Dalam webinar yang dipandu oleh Mulyana Hadipernata, Kepala Pusat Riset Agroindustri, narasumber dari Osaka University, Sastia Prama Putri, juga membahas pendekatan metabolomik dalam memanfaatkan pangan lokal.

Turut serta juga Drajat Martianto dari Institut Pertanian Bogor yang menyampaikan informasi menarik tentang situasi ketahanan pangan dan gizi di Indonesia, khususnya terkait pengolahan ubi kayu menjadi tepung mocaf yang rendah gula sebagai alternatif pengganti terigu dalam pembuatan berbagai macam kue.

Data menunjukan, krisis keberagaman pangan mulai terasa pada masa Orde Baru karena intervensi kebijakan yang membuat beras dianggap superior, bahkan di daerah yang bukan penghasil beras.

Krisis moneter tahun 1998 lalu memicu kebijakan operasi pasar yang akhirnya menjadi raskin, menyebabkan makanan asli masyarakat miskin terlupakan.

Di sisi lain, konsumsi gandum rendah hingga era 1970'an, namun saat krisis terjadi pada era Presiden Soeharto, gandum dari Amerika Serikat menjadi populer dan pemerintah mengembangkan pengolahan gandum dengan harga terigu yang rendah agar bisa diakses oleh masyarakat.

0 comments

    Leave a Reply