Soal Wacana UU Kebebasan Beragama, Gus Yahya: Fitrah Manusia Memilih Keyakinan | iVoox Indonesia

March 18, 2025

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Soal Wacana UU Kebebasan Beragama, Gus Yahya: Fitrah Manusia Memilih Keyakinan

IVOOX.id – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, menanggapi usulan Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengenai pembentukan Undang-Undang Kebebasan Beragama. Ia menegaskan bahwa kebebasan dalam beragama merupakan fitrah manusia yang tidak bisa dilarang.  

"Secara fitrah memang enggak bisa dilarang, bagaimana caranya melarang?" ujar Gus Yahya dalam keterangan resmi yang diterima ivoox.id Minggu (16/3/2025).

Ia menjelaskan bahwa pengakuan negara terhadap enam agama resmi yang ada saat ini merupakan bagian dari skema pemerintahan yang sudah tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta perangkat negara lainnya. Namun, menurutnya, hal itu tidak serta-merta membatasi kebebasan individu dalam berkeyakinan. 

"Kalau soal keyakinan orang itu kan bebas saja. Enam agama itu yang masuk dalam skema pemerintahan negara. Di Kemenag ada Bimas-nya misalnya. Tapi yang lain ada orang punya keyakinan di luar itu, semua mau apa? Nggak bisa dilarang," ujarnya. 

Gus Yahya menilai bahwa fasilitas yang diberikan negara terkait kebebasan beragama bergantung pada kesepakatan politik yang dijalankan oleh partai-partai politik. Namun, menurutnya, inti dari usulan UU Kebebasan Beragama bukanlah soal fasilitas, melainkan cara negara dalam mengatasi konflik sosial yang kerap terjadi di masyarakat. 

"Sekarang kan sejauh mana dari enam agama yang diakui itu lebih banyak disediakan oleh pemerintah, itu bukan soal fasilitasnya, tapi soal mengatasi masalah-masalah yang muncul di dalam pergaulan antarkomunitas," kata Gus Yahya. 

Sementara itu, Ketua PBNU Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid turut mengapresiasi wacana pembentukan UU Kebebasan Beragama. Menurutnya, aturan ini dapat memberikan jaminan perlindungan yang lebih jelas bagi kelompok masyarakat yang menganut kepercayaan di luar enam agama resmi yang diakui negara. 

"Sampai saat ini, agama lokal seperti Kaharingan dan Sunda Wiwitan masih menghadapi banyak kesulitan. Kalau nanti ada aturan yang lebih jelas, tentu akan lebih baik dalam hal perlindungan bagi mereka," ujar Alissa. 

Seperti dibritakan sebelumnya, Menteri HAM Natalius Pigai mengusulkan pembentukan UU Kebebasan Beragama sebagai bentuk respons terhadap diskriminasi yang dialami kelompok beragama minoritas atau mereka yang berada di luar agama resmi yang diakui negara. 

Menurut Pigai, UU Kebebasan Beragama lebih dibutuhkan dibandingkan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama. Ia menegaskan bahwa negara tidak boleh membiarkan adanya ketidakadilan dalam beragama. 

Meskipun masih berupa wacana, usulan ini telah memunculkan diskusi di berbagai kalangan. PBNU sendiri menilai bahwa kebebasan beragama adalah hak dasar setiap individu, sementara negara perlu berperan dalam memastikan bahwa kebebasan tersebut dapat berjalan tanpa menimbulkan konflik sosial di masyarakat.

0 comments

    Leave a Reply