Sempat Terhenti karena Pandemi, Dialog Kemanusiaan Digelar Kembali
IVOOX.id, Bandung – Dialog Kemanusiaan, sebuah acara yang diinisiasi oleh Yayasan Puan Amal Hayati Jakarta kembali digelar pada bulan puasa kali ini. Acara yang dibungkus dengan sahur keliling dan buka puasa bersama ini telah berjalan selama 21 tahun dan sempat terhenti ketika pandemi Covid-19 menghantam negeri ini.
Yayasan Puan Amal Hayati Jakarta merupakan yayasan yang dipimpin oleh Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Bersama sejumlah organisasi, Puan Amal Hayati menggelar Dialog Kemanusiaan dengan berkeliling ke kota ke kota dan wilayah di Indonesia sepanjang bulan puasa.
Dalam siaran pers yang diterima ivoox.id Sabtu (25/3/2023) disebutkan, tahun ini kegiatan Dialog Kemanusiaan digelar di Kecamatan Rancasari Kota Bandung dengan melibatkan sejumlah organisasi antara lain Komisi Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Bandung, Komisi Hubungan antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Bandung, Gereja Kristen Indonesia (GKI), dan Gereja Kristen Pasundan (GKP) Bandung.
Selain itu ada pula Gereja Kristen Jawa (GKJ), HKI, Gereja OSZA, Penghayat, Baha’i, Permabudhi, WHDI, Matakin, Makin, Jaringan Kerja Antarumat Beragama (Jakatarub), Sekolah Damai Indonesia (Sekodi) dan beberapa jaringan kemanusiaan lintas agama lainnya.
“Melalui dialog buka puasa dan sahur, bersama dengan jejaring kerja kemanusiaan lintas agama, dimunculkan sebuah dialog yaitu dialog kemanusiaan bersama masyarakat bawah, mereka yang miskin, lemah, terpinggirkan, dan kaum difabel,” menurut juru bicara Ignatius Yunanto.
Seperti diketahui bersama, pandemi Covid yang melanda Indonesia sejak awal tahun 2020 yang lalu, kini telah mulai mereda. Namun kehadiran virus itu telah meninggalkan berbagai kesulitan dan kesengsaraan bagi rakyat Indonesia.
Tidak hanya kesulitan hidup akibat tekanan ekonomi yang berkepanjangan, serta kenaikan bahan bakar yang menciptakan kemelaratan bagi sebagian masyarakat, tetapi juga meninggalkan dampak psikologis yang merupakan kenyataan sosial dan tidak bisa dihindari.
Di luar itu, musibah dan bencana lain juga masih menggelayuti bumi Nusantara. Bencana alam, mulai dari banjir, tanah longsor, gunung meletus, kebakaran dan lain sebagainya telah melimpahkan kesengsaraan pada sebagian besar rakyat Indonesia.
Tragedi kemanusiaan pun kian merajalela. Di berbagai tempat telah muncul pertikaian, teror, perkosaan, penganiayaan, pembunuhan, pembuangan dan penjualan bayi, serta kebrutalan-kebrutalan yang dilakukan oleh anak-anak belia.
“Semua itu menunjukkan betapa banyak diantara kita yang telah kehilangan akal budi dan hati nurani. Batin manusia semakin kering, tandas dan membatu. Sensitifitas kemanusiaan, sebagai cermin tingginya peradaban, telah hilang terdorong oleh arus gaya hidup yang tidak kondusif bagi berkembangnya rasa kemanusiaan dan persaudaraan,” tambahnya.
Dalam situasi seperti ini, upaya membangkitkan kembali jiwa- jiwa yang telah kerontang terkikis oleh kesengsaraan, serta terjalinnya kembali tali persaudaraan yang kokoh dan tulus, merupakan suatu keniscayaan yang tidak bisa ditawar. Untuk itu moral dan etika kemanusiaan haruslah dijadikan sebagai dasar pijakan yang menjiwai setiap langkah dan gerakan.
Kegiatan yang diselenggarakan pada Sabtu (25/3/2023) sore ini diperkirakan akan dihadiri oleh 400 orang dari beberapa kalangan seperti kaum duafa, tokoh agama, aparat pemerintahan, dan jaringan kerja kemanusiaan.
0 comments