May 4, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Runtuhnya Sisi Barat Daya Anak Krakatau Diduga Penyebab Tsunami

IVOOX.id, Jakarta -- Runtuhnya sisi Barat Daya Anak Krakatau tampaknya makin kuat menjelaskan penyebab tsunami. Ini catatan Prof Hery Harjono (LIPI).


Saya semula  terkejut tsunami dikaitkan dengan erupsi Anak Krakatau. Bukankah letusan Anak Krakatau yg terjadi kali ini biasa-biasa saja, seperti yang sudah-sudah. Tak istimewa. Beberapa sobat yang veteran vulkanolog beken memberi tahu saya bahwa itu letusan biasa. Hampir bersamaan saya menerima WA dari Christina dari EOS dan mengingatkan paper Christine Deplus dari IPG Paris dimana saya sebagai salah satu coauthor.


Pikiran saya kembali ke 30 tahun yang lalu saat mulai riset di Krakatau bersama tim Prancis. Bagaimana saya harus melupakan; perahu kecil yang saya pakai bersama 2 teknisi Geotek disergap badai. Doa terus tak putus. Bahkan kapal mesin yang membawa peralatan geofisika milik Prancis terseret ke P. Bangka!


Kembali ke tsunami, kalau melihat paper Deplus dkk (1995) cukup sederhana. Intinya adalah pertumbuhan Anak Krakatau yg cenderung ke arah baratdaya. Pertumbuhan itu begitu cepat yg tentu sebanding aktivitas anak super aktif ini. Muntahan material vulkanik dr perut Anak Krakatau yg lahir 27 Desember 1927 tepat di dinding utara Kaldera 1883 terus menumpuk dan membuat ia makin tinggi.


Repotnya, sisi baratdaya tampak lebih curam dibandingkan sisi lainnya. Tentu ini merupakan bagian yg labil dan jika melorot atau longsor tentu dapat memicu tsunami. Deplus dkk menulis demikian ...... its southwestern flank is steep and since Anak is growing toward the southwest, one cannot exclude landslides along this flank. Several few meters tsunami occured probably there in 1981 (Camus et al., 1987; Sigurdsson et al., 1991). Obviously more detailed survey of this slope should realized in the future


Boleh jadi bagian ini yg longsor dan memicu tsunami. Para pakar tsunami  saya kira dapat memodelkan lebih jauh. Pemetaan dasar laut di kompleks Krakatau adalah keharusan tak usah menunggu datangnya tsunami berikutnya. Itu tak sulit dilakukan. Barangkali yg perlu jg dipikirkan apa pemicu lonsoran itu? 


Tahun 2018 adalah tahun penuh kejutan bagi para ahli kebumian. Seismic swarm Lombok, Tsunami  dan Land Movement Palu, dan Tsunami Selat Sunda. Ketiganya sempat membuat para ahli "kaget". Kok rasanya perlu "Grand Design" Riset Kebumian di Indonesia. Atau sudah ada? Apalagi universitas dan lembaga penelitian sudah satu atap. Nunggu apa lagi. (Adhi Teguh)

0 comments

    Leave a Reply