November 25, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Refleksi 2023, Serikat Buruh Sebut Rezim Omnibus Law Hingga Tragedi Morowali

IVOOX.id - Perjalanan Indonesia dalam menghadapi dampak Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja menciptakan bayangan yang kelam bagi masa depan rakyat. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 30 Desember 2022, dianggap sebagai "kado buruk" bagi buruh di awal tahun 2023.

Hal ini terjadi setelah Pemerintah dan DPR gagal memenuhi Putusan Mahkamah Konstitusi untuk melakukan perbaikan selama dua tahun, kemudian memaksakan pemberlakuan Undang Undang Cipta Kerja melalui Perppu.

"Setelah DPR mengesahkan Perppu menjadi Undang-Undang pada 21 Maret 2023, mimpi buruk itu semakin nyata, " ucap Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK), Mirah Sumirat dalam keterangan resmi yang diterima IVOOX, Senin (1/1/2024).

Untuk membatalkan Undang Undang Cipta Kerja, ASPEK Indonesia bersama organisasi serikat pekerja atau serikat buruh lainnya mengajukan Permohonan Pengujian (Judicial Review) Undang Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022. Pada 2 Oktober 2023, Mahkamah Konstitusi memutuskan, undang-undang tersebut tidak melanggar ketentuan pembentukan perundang-undangan.

“Dampak buruk Omnibus Law, terutama pada kluster Ketenagakerjaan, diprediksi akan dirasakan dalam jangka waktu yang sangat panjang. UU Cipta Kerja dianggap sebagai penyebab kemiskinan pekerja Indonesia karena menghilangkan jaminan kepastian kerja, upah, dan jaminan sosial. Sistem kerja outsourcing diperluas tanpa pembatasan jenis pekerjaan, kontrak seumur hidup tanpa kepastian status, serta berbagai dampak negatif lainnya,” ucapnya.

Meskipun Amanah Konstitusi UUD 1945 menegaskan hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan layak, Pemerintah dinilai lebih memprioritaskan kesejahteraan kelompok pemodal melalui Undang-undang Cipta Kerja.

Mirah Sumirat dan Sabda Pranawa Djati dari DPP ASPEK Indonesia menyatakan kekecewaan terhadap kebijakan pemerintah yang, dalam catatan Refleksi Akhir Tahun 2023, dinilai memberikan dampak besar bagi masa depan rakyat Indonesia.

Dalam refleksi tersebut, ASPEK Indonesia juga mencatat kejadian pelecehan seksual di lingkungan kerja, termasuk kasus di PT Sarinah dan tindakan diskriminatif terhadap pekerja perempuan. Mirah menegaskan pentingnya perlindungan terhadap pekerja perempuan dan menyoroti keberanian para finalis Miss Universe Indonesia yang mengungkap kasus pelecehan seksual.

“Tahun 2023 juga dicatat sebagai periode badai pemutusan hubungan kerja (PHK) dan kelemahan pengawasan terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). ASPEK Indonesia mendesak pemerintah untuk serius dalam melakukan pengawasan dan menegaskan kembali pentingnya kepatuhan perusahaan terhadap aturan K3,” ujarnya.

Terkait penetapan Upah Minimum Tahun 2024, ASPEK Indonesia menuntut kenaikan sebesar 15%, dengan memperhitungkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan hasil survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Penghujung tahun 2023 diwarnai oleh tragedi kemanusiaan di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Ledakan tungku smelter milik PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) menimbulkan kekhawatiran terhadap minimnya komitmen perusahaan dalam menerapkan aturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

Mirah menyoroti lemahnya pengawasan K3 di Indonesia, menyatakan, "Pengawasan yang lemah dan minimnya jumlah tenaga pengawas ketenagakerjaan adalah persoalan klasik yang tidak pernah diselesaikan oleh pemerintah."

Dalam refleksi ini, ASPEK Indonesia berharap agar pemerintah mengambil langkah-langkah serius dalam melindungi hak-hak pekerja, menjaga Keselamatan dan Kesehatan Kerja, serta mengedepankan kesejahteraan rakyat Indonesia dalam kebijakan masa depan.

0 comments

    Leave a Reply