March 29, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Hari Pendidikan Nasional

Rangking Indonesia di bawah Filipina bahkan Etiopia

IVOOX.id, Jakarta - Reni Marlinawati, Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR angkat suara perihal peringatan Hari Pendidikan Nasional pada 2 Mei 2018. 

Menurut Reni, bidang pendidikan menjadi cara yang paling tempat untuk memperkuat sumber daya manusia (SDM). "Komitmen pemerintah yang menjadikan tahun 2018 untuk memperkuat SDM Indonesia harus didukung dengan cara memperkuat sektor pendidikan di Indonesia. Pendidikan merupakan investasi yang tak bernilai harganya," katanya dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu (2/5/2018). 

Namun, kata dia, sejumlah persoalan di dunia pendidikan juga masih mengemuka di publik, yakni persoalan kualitas tenaga pendidik yang tidak merata, sekolah belum ramah anak serta akses sekolah bagi kelompok marjinal. 

Dalam penelitian Right to Education Index (RTEI) terungkap dari sejumlah indikator tersebut, indeks pendidikan Indonesia pada tahun lalu masih di bawah Filipina bahkan Etiopia. "Temuan ini harus menjadi perhatian semua pihak," tandas dia.

Penguatan pendidikan karakter anak didik melalui jalur pendidikan harus senantiasa dilakukan oleh penyelenggara pendidikan. 

"Penguatan karakter tersebut meliputi akhlak, moral, serta nasionalisme yang dapat menjadi modal dasar dalam menghadapi perkembangan jaman yang sangat dinamis. Jalur pendidikan menjadi jalan yang tepat untuk memastikan SDM Indonesia memiliki karakter khas Indonesia," papar dia.

Penguatan lembaga pendidikan keagamaan termasuk pesantren juga harus senatiasa menjadi perhatian negara. Pendidikan berbasis keagamaan dan pesantren terbukti telah membantu kerja negara dalam pencerdasan kehidupan bangsa. 

"Oleh karena itu, kami senantiasa mendorong negara untuk menguatkan pendidikan keagamaan dan pesantren baik melalui politik anggaran dan politik legislasi. Salah satu yang Fraksi PPP DPR dorong adalah dengan mengusulkan RUU Lembaga Pendidikan Keagamaan dan Pesantren," ungkap Reni. 

Penguatan Pendidikan berbasis vokasi, kata dia, semestinya semakin ditingkatkan untuk memastikan penyiapan angkatan kerja yang siap pakai. 

"Persoalan di lapangan adalah soal lulusan SMK yang banyak tidak tertampung dalam dunia kerja. Itu semestinya dapat diselesaikan dengan melakukan koordinasi serta evaluasi lintas kementerian, seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Perindustrian serta Kementerian Ketenagakerjaan," papar dia.

  

Selain itu, lanjut Reni, dibutuhkan dukungan kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah dalam memajukan pendidikan di Indonesia. Dujungan itu harus senantiasa menjadi pikiran utama para pimpinan lembaga. 

Momentum Pilkada di 171 daerah se-Indonesia, ucap Reni, seharusnya menjadi ajang yang tepat untuk memastikan kebijakan kepala daerah mendorong pemajuan pendidikan di masing-masing daerah yang tertuang dalam politik anggaran maupun politik legislasi. "Pemerataan kualitas pendidikan merupakan hal mendesak untuk segera dilakukan di seluruh Indonesia," tuturnya.

Berkaitan dengan momentum peringatan hari pendidikan nasional, sinyalemen yang disampaikan Kepala BIN soal tiga kampus sebagai tempat persemaian faham radikalisme, menurut dia, sungguh mengejutkan. 

"Data BIN tersebut perlu diklarifikasi kembali, kampus mana saja yang dimaksud? Bagaimana pola penyebaran faham radikalisme di kampus tersebut? Berapa jumlah mahasiswa yang terindikasi terpapar faham radikalisme tersebut?  Apakah pengawasan terhadap proses pembelajaran dan bahan ajar atau kontrol mata kuliah tidak dilakukan? Apakah paham itu dari mata kuliah yang disampaikan atau didapatakan oleh mahasiswa dari luar?" tandas Reni mempertanyakan.

Kata Reni, penting hal tersebut diungkap untuk diklarifikasi agar tidak ada kampus atau pihak-pihak yang dirugikan.

Menteri Riset Tekhnologi dan Pendidikan Tinggi (Ristek Dikti) semestinya menjadi pihak yang bertanggungjawab atas data yang diungkap BIN tersebut. Terlebih, dalam Pasal 7 ayat (1) UU No 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, posisi menteri sebagai pihak yang bertanggungjawab atas penyelenggaraan Pendidikan Tinggi. 

Posisi menteri dalam penentuan Rektor Perguruan Tinggi Negeri cukup strategis sebagaimana tertuang dalam Pasal 8 dan 9 Permenristekdikti No 19/2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pimpinan Perguruan Tinggi. 

"Oleh karenanya, Menteri dan Rektor merupakan pihak yang memiliki peran penting untuk memastikan kampus tidak terpapar faham radikalisme," imbuh Reni. (jaw)

0 comments

    Leave a Reply