May 2, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Per September 2017, Sektor Manufaktur Jadi Kontributor Pajak Terbesar

iVOOXid, Jakarta – Sektor manufaktur menyumbangkan pajak sebesar Rp225 triliun per September 2017. Itu mengindikasikan adanya pertumbuhan hampir 17% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Di urutan kedua adalah dari sektor perdagangan sebesar Rp135 triliun. Kemudian sektor keuangan Rp105 triliun, lalu konstruksi Rp35 triliun, sektor informasi dan telekomunikasi Rp32 triliun, sektor pertambangan Rp32 triliun dan sektor lainnya sebesar Rp156 triliun.

Dengan demikian, sektor manufaktur adalah kontributor terbesar bagi penerimaan pajak negara per September 2017. Disamping itu, sektor ini tentunya menjadi kontributor utama dalam pertumbuhan produk domestik bruto (PDB).

“Pemerintah terus berupaya menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi para investor lokal karena kegiatan industri yang konsisten membawa multiplier effect yang signifikan bagi perekonomian di Indonesia,” ujar Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian, di Jakarta, Senin (30/10/2017).

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi terbesar PDB nasional pada triwulan II-2017 berasal dari industri non-migas yang mencapai 18%. Disamping itu ada pertanian, kehutanan, dan perikanan yang hanya sekitar 14%, konstruksi 10%, serta pertambangan dan penggalian 7,36%.

Dalam 10 tahun terakhir, pendapatan negara yang berasal dari cukai terus meningkat. Menurut data BPS, total penerimaan cukai pada 2007 tercatat sebesar Rp44,68 triliun dan mencapai Rp145,53 triliun pada 2016.

Sektor industri rokok adalah salah satu sumber utama pendapatan kas negara melalui cukai rokok yang setiap tahun dibayarkan oleh para produsen yang nilainya mencapai triliunan rupiah.

Rata-rata penerimaan cukai tembakau terhadap cukai negara mencapai 95%. Penerimaan negara dari cukai tembakau pada 2007 tercatat sebesar Rp44 triliun atau mencapai sekitar 97% dari total penerimaan cukai negara.

Pada 2016, penerimaan negara yang berasal dari cukai tembakau tercatat sebesar Rp138 triliun, atau sekitar 96% dari total penerimaan cukai dan 9% persen dari penerimaan negara.

“Data-data tersebut mengindikasikan kinerja industri pengolahan nasional yang masih positif. Industri manufaktur saat ini menilai proses produksi sebagai satu kesatuan antara pra produksi, produksi dan pasca produksi,” tutur Airlangga.

Karena itu, demikian Airlangga, proses produksi sudah tidak dapat lagi hanya dilihat di pabrik saja, akan tetapi harus diamati dari proses pengadaan bahan baku produksinya, pross produksinya itu sendiri, hingga pemasaran produk hasil akhir tersebut di pasaran.

Airlangga mengungkapkan, pihaknya akan terus mendorong industri manufaktur agar tidak hanya menguasai pasar domestik saja, akan tetapi juga harus menangkap peluang pangsa pasar di luar negeri.

Pada semester I-2017, ekspor industri pengolahan non-migas tercatat US$59,78 miliar, naik 10,05% dibanding periode yang sama pada 2016 sebesar US$54,32 miliar.

Ekspor industri pengolahan non-migas ini mengkontribusikan 74,76% dari total ekspor nasional pada semester I-2017 yang mencapai US$79,96 miliar.

“Kami berharap, daya beli masyarakat dapat terus meningkat sehingga tingkat konsumsi mereka juga meningkat. Pasalnya, volume industri hingga kini masih terbantu oleh pasar ekspor,” imbuh Airlangga.[abr]

0 comments

    Leave a Reply