May 17, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Pencairan Utang Pemerintah Turun 25 Persen

IVOOX.id, Jakarta - Direktur Jenderal Pengelolaan dan Pembiayaan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Luky Alfirman, mengatakan, penarikan utang pemerintah antara Januari hingga September tahun ini mencapai Rp292,8 triliun, atau menyusut 25,1 persen dibanding penarikan utang periode yang sama tahun lalu sebesar Rp391,2 triliun.

Turunnya kebutuhan utang, lanjut Luky Alfirman, juga berdampak pada penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) pemerintah.

Hingga September, penerbitan SBN tercatat Rp308,8 triliun atau menurun 19,1 persen dari posisi tahun kemarin Rp381,7 triliun.

Perbedaan posisi penerbitan SBN dan realisasi pembiayaan ini disebabkan pemerintah memberlakukan sistem front loading, atau prioritas pencarian dana di awal tahun untuk mengantisipasi ketidakpastian global.

Ketidakpastian global tentu akan berimbas pada kenaikan imbal hasil obligasi negara. Sehingga, strategi front loading bisa mencegah pembayaran bunga utang yang berlebihan.

“Sampai saat ini kami sudah menerbitkan 84 persen SBN melalui strategi front loading tersebut,” kata Luky, Rabu (17/10/2018).

Dengan pembiayaan lebih kecil, dia mengklaim Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menuju ke arah sehat.

Tak hanya itu, menurut Luky, lembaga pemeringkat internasional seperti Moody’s, Standard and Poor (S&P), dan Fitch Ratings juga menyampaikan hal yang sama, APBN 2018 sudah dalam kondisi bagus.

Hal itu ungkapkan di sela-sela pertemuan Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia di Bali pekan lalu.

“Kami saat itu melakukan pertemuan dengan beberapa agency rating, dan dengan kondisi penarikan utang yang kian sedikit, APBN Indonesia disebut aman,” ungkap dia.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan defisit APBN sampai September sebesar 1,35 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), atau lebih baik dibanding tahun kemarin yang mencapai 2 persen.

Ini disebabkan karena pertumbuhan penerimaan negara jauh lebih kecil dibanding pertumbuhan belanjanya.

Tercatat, penerimaan negara hingga September ada di angka Rp1.312,3 triliun atau tumbuh 19 persen, sementara belanja negara di waktu yang sama ada di angka Rp1.512,6 triliun atau tumbuh 10 persen.

Bahkan, di sisi lain, keseimbangan primer juga membaik dari negatif Rp99,2 triliun menjadi negatif Rp2,4 triliun di tahun ini.

Keseimbangan primer adalah selisih antara penerimaan negara dikurangi belanja di luar pembayaran bunga utang. Artinya, penerimaan negara untuk membiayai belanja negara sudah semakin baik.

“Kami akan lihat sampai akhir tahun ini, dengan tren penerimaan kuat maka outlook akan defisit nanti akan sangat menggembirakan atau encouraging,” katanya.

0 comments

    Leave a Reply