April 24, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Pemberdayaan Fintech Tingkatkan Literasi Keuangan

iVooxid, Jakarta - Kehadiran layanan keuangan berbasis teknologi (financial technology/Fintech) yang terus bertumbuh pesat saat ini semakin membuktikan peranannya dalam meningkatkan efisiensi dalam jasa keuangan. Dengan adanya fintech, keberadaan bank tidak lagi diukur oleh banyaknya jumlah kantor cabang sehingga dapat beroperasi di mana pun (branchless banking).

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.000 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke dan memiliki jumlah populasi mencapai sekitar 250 juta penduduk maka perbankan di Indonesia wajib memanfaatkan kemampuan fintech untuk memudahkan akses masyarakat. Dalam hal ini, pemanfaatan fintech merupakan peluang emas bagi Indonesia dalam mendorong pertumbuhan inklusi keuangan.

Berdasarkan data Bank Dunia, tercatat penetrasi populasi di atas 15 tahun yang memiliki rekening sebesar 36 persen pada 2014. Rendahnya angka tersebut menunjukkan masih tingginya golongan masyarakat yang belum melek teknologi di sejumlah wilayah terpencil di Indonesia.

Dumoly F Pardede, Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mengatakan total pembiayaan mencapai sekitar Rp 1.649 triliun sedangkan kapasitas pembiayaan oleh industri jasa keuangan tradisional hanya sekitar Rp 660 triliun sehingga terdapat gap sekitar Rp 988 triliun per tahun. Adanya fintech, dia mengharapkan, dapat mengalirkan dana pinjaman dari luar negeri ke Indonesia dan mampu mempersempit gap yang ada.

Menurut Dumoly, fintech dapat terbagi dua, yakni FinTech Supporting Services dan Fintech Inti. Untuk Fintech Supporting bisa menjadi teknologi bagi distribusi produk, pemasaran, collection (penagihan), management of customers, complaining settlement, dan filling database.

“Kita pastikan mereka ada perlindungan konsumen, ada kantornya, ada manajemennya, tapi modal tidak usah diurus. Jadi semacam website yang menjadi lapaknya,” ujar Dumoly di Jakarta, Senin (19/9/2016).

Akan tetapi, terangnya, ada juga penyelenggaraan usaha inti yang memiliki kemiripan seperti perusahaan asuransi, modal ventura maupun pembiayaan serta peer to peer lending. Ini, menurutnya, bisa dijadikan sebagai FinTech Inti Mikro karena mereka memberikan pinjaman sekitar Rp500 ribu, Rp2 juta, lalu Rp 5 juta dengan basisnya adalah customer yang bentuk pinjamannya multi guna atau tunai sehingga diperkirakan butuh modal sebesar Rp 2 miliar hingga Rp2,5 miliar.

Dia pun menjelaskan, Tunaiku yang merupakan produk fintech milik Amar Bank jelas memiliki daya tahan untuk melakukan treasury dan memanage pembayaran-pembayaran kepada nasabah serta lebih efisien karena sudah mempunyai standby partner demi menopang bisnisnya, likuiditas, maupun daya tahan untuk melakukan assesment (kompetensi) terhadap customer (nasabah).

“Saya yakin dalam hal ini tidak lagi bicara mengenai perlindungan konsumen, melainkan lebih kepada bagaimana terus berinovasi dalam memenuhi tingkat kepuasan nasabah. Jadi ada yang diharapkan lebih oleh customer dari Tunaiku karena di belakangnya ada Amar Bank sebagai pemilik dari produk tersebut. Demand dari konsumen akan jauh lebih lengkap apabila fintech itu seperti Tunaiku yang dapat menjadi perpanjangan tangan Amar Bank,” tegas Dumoly.

Direktur Amar Bank sekaligus Pendiri Tunaiku, Vishal Tulsian menambahkan, semakin berkembangnya teknologi sekarang ini menjadi faktor pendorong maraknya fintech. Vishal menyatakan, masyarakat sudah mulai terbiasa dengan adanya layanan fintech yang kini mulai menjadi primadona karena proses peminjaman yang tidak sulit dan tanpa agunan.

Saat ini, jelas Vishal, industri fintech yang tumbuh subur karena inovasi merupakan industri yang cenderung hanya fokus pada satu segmen dari rantai industri keuangan. Di sisi lain, inovasi yang ada di fintech dapat terhalangi regulasi, namun pada saat yang sama regulasi memainkan peran penting karena sifat dari industri.

“Tantangan terbesar bagi industri akan menciptakan keseimbangan di mana regulasi diharapkan dapat membantu pertumbuhan inovasi. Ke depan, faktor ini sangat penting demi mewujudkan fintech menjadi sumber pertumbuhan inklusi keuangan di Indonesia sehingga masyarakat semakin mudah memiliki akses mendapatkan pinjaman dari perbankan dan meningkatkan tingkat perekonomiannya,” kata Vishal.

Melalui Tunaiku, batas minimum kredit sebesar Rp 2 juta dan batas maksimum sebesar Rp 10 juta dengan bunga tiga persen per bulan serta tidak membutuhkan agunan. Vishal mengatakan, rencana ke depan, pihaknya akan ekspansi ke wilayah lain, seperti Bandung, Yogyakarta, dan Medan dengan tetap memperhatikan permintaan yang terus meningkat di Jabodetabek maupun Surabaya.(ava)

0 comments

    Leave a Reply