April 20, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Pelantikan Pj Gubernur Jabar Dalam Dua Prespektif Hukum

IVOOX.ID, Jakarta - Komjen Iriawan resmi dilantik sebagai Pj Gubernur Jabar. Pelantikan ini menimbulkan kontroversi. Muncul dua prespektif hukum pro dan kontra.


Sudah jauh - jauh hari rencana Komjen Iriawan sebagai Pj Gubernur Jawa Barat menuai kontroversi. Ahmad Heryawan yang telah mengakhiri masa jabatannya sejak 13 Juni 2018 menuntut adanya Pj Gubernur Jawa Barat karena Pilkada Serentak sedang berlangsung.


Beberapa pakar hukum menilai pelantikan ini cacat hukum. Menurut Komisioner Ombusman Laode Ida, Presiden Jokowi harus diingatkan, pelantikan Iriawan sebagai Pj Gubernur Jabar menyalahi sejumlah UU.


Laode mengungkapkan, ada tiga UU yang dilanggar, terutama terkait dengan posisi Iriawan sebagai jenderal polisi aktif saat ini. Dalam UU Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 Pasal 28 ayat 3 disebutkan, anggota kepolisian dapat menduduki jabatan di luar kepolisian, setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian. Hukumonline menulis, jika ditafsirkan secara a contrario, ketentuan tersebut berarti, seorang anggota kepolisian yang masih aktif dilarang untuk menduduki jabatan di luar kepolisian.


Laode menilai keinginan mengangkat perwira Polri atau TNI aktif sudah diniatkan sejak awal tahun ini, ditandai dengan digulirkannya Permendagri Nomor 1 Tahun 2018.


Laode mengingatkan Mendagri atau Presiden, agar tidak memaksakan melanggar UU ini, dengan memberlakukan Permendagri Nomor 1 Tahun 2018. Jika dipaksakan maka ini merupakan bentuk pelanggaran UUD 1945 dan sekaligus UU yang berlaku.


Selain melanggar UU Kepolisian, pelantikan Iriawan juga melanggar Pasal 201 UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada sebagai payung hukum pengisian posisi penjabat gubernur, dan Pasal 19 ayat (1) huruf b UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.


UU Pilkada juga menyebutkan, untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, maka Plt mesti segera diangkat. Yang boleh jadi Plt adalah, mereka yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya. Sednagkan UU tentang ASN diterangkan, pimpinan tinggi madya adalah sekretaris kementerian, sekretaris utama, sekretaris jenderal kesekretariatan lembaga negara.


Sedangkam anggota DPR RI dari Fraksi Partai Nasdem Luthfi Andi Mutty, mempertanyakan, apa yang dimaksud dengan jabatan pimpinan tinggi madya, sebagai dalih yang didengungkan Mendagri Tjahjo Kumolo sebelumnya, atas pelantikan Iriawan.


Luthfi menjelaskan, dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparat Sipil Negara (ASN) disebutkan, jabatan pimpinan tinggi madya merupakan salah satu jabatan dalam rumpun ASN yang terdiri dari PNS dan PPPK.


Luthfi menjelaskan Prajurit TNI dan anggota Polri,  pada dasarnya dapat menduduki jabatan pimpinan tinggi madya, tapi berdasarkan ketentuan pasal 104 ayat 2 UU Nomor 5 Tahun 2014 menentukan, jabatan pimpinan tinggi dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri, setelah mengundurkan diri dari dinas aktif, apabila dibutuhkan dan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan melalui proses secara terbuka dan kompetitif.


Pemerhati ketatanegaraan, politik, dan pemilu Said Salahudin berpendapat, pelantikan dan penempatan perwira aktif Polri, Komjen Polisi M Iriawan sebagai Pj Gubernur Jawa Barat adalah pengangkangan terhadap UU.


Said menjelaskan Undang-Undang memang membuka ruang bagi anggota Kepolisian termasuk juga anggota TNI untuk menduduki jabatan ASN. Namun UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN (UU ASN) tegas membatasi jabatan mana saja yang boleh diisi oleh anggota Polri-TNI.


Said merujuk pada Pasal 20 ayat (2) dan ayat (3) UU ASN, yang mengatur anggota Polri atau prajurit TNI hanya diperbolehkan mengisi jabatan ASN tertentu saja, yaitu jabatan yang ada pada instansi pusat, tidak untuk jabatan pada instansi daerah.


Namun Said menekankan penempatan pada instansi pusat itu pun tidak bisa dilakukan sesuka penguasa. Ada asas kepatutan yang penting diperhatikan.


Sementara Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan pengangkatan Komjen Iriawan sesuai aturan, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 106/P tahun 2018 Tanggal 8 Juni 2018.


Sementara itu Menurut Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Bahtiar, pelantikan Komjen Iriawan tak menabrak aturan. Bahtiar menyebut Pasal 201 UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada sebagai payung hukum pengisian posisi penjabat gubernur.


Selain itu mengacu pada penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf b dalam UU No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara. Dalam pasal tersebut diatur tentang ruang lingkup nomenklatur jabatan pimpinan tinggi madya.


Bahtiar menegaskan Iriawan diangkat setelah tak lagi menjabat di struktural Mabes Polri. Sejak Maret 2018, Iriawan yang pernah menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya dan Jawa Barat, diangkat sebagai Sekretaris Utama Lemhanas.


Bahtiar beralasan, saat Iriawan masih menjadi penjabat di Mabes Polri sempat ada polemik yang menolak pejabat kepolisian menjadi Plt Jawa Barat.


Menjadi pertanyaan tentang pelantikan M Iriawan yang kesannya dipaksakan menjadi Pj Gubernur Jawa Barat. Pemerintah harus dapat menjelaskan secara jelas mengapa harus M Iriawan yang menjadi Pj Gubernur Jawa Barat.

0 comments

    Leave a Reply