October 7, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Pasal Antiperundungan Diusulkan Masuk RUU Kesehatan

IVOOX.id, Jakarta – Profesi dokter dan tenaga kesehatan masih rentan mengalami tindakan kekerasan baik secara fisik, mental maupun perundungan atau perisakan.

Kondisi ini menjadi pertimbangan pentingnya ada pasal perlindungan di dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan.

Menurut juru bicara Kementerian Kesehatan dr Mohammad Syahril, pihaknya selama ini mendapat banyak laporan tentang perundungan yang dialami oleh dokter. Perundungan itu terjadi tidak hanya pada saat mereka praktik tapi juga ketika mengambil program pendidikan spesialis (PPDS).

“Kami banyak mendapat laporan terjadinya perundungan. Namun banyak dokter yang takut bersuara ke publik karena beresiko untuk karir mereka kedepan. Mereka lebih banyak diam dan menerima perlakuan perundungan tersebut. Untuk itu kami mengusulkan adanya perlindungan dalam RUU Kesehatan,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Ivoox.id, Selasa (25/4/2023).

Mohammad Syahril menambahkan, sebagai solusi terhadap masalah ini, pasal antiperundungan diusulkan masuk dalam RUU Kesehatan yang saat ini sedang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah.

Di dalam RUU Kesehatan pasal perlindungan dari perundungan bagi peserta didik tercantum dalam pasal 208E poin d yang berbunyi: “Peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan mendapat perlindungan dari kekerasan fisik, mental, dan perundungan.”

Sedangkan perlindungan bagi dokter dan tenaga kesehatan ada di Pasal 282 ayat 2 yang berbunyi: “tenaga medis dan tenaga kesehatan dapat menghentikan Pelayanan Kesehatan apabila memperoleh perlakuan yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai sosial budaya, termasuk tindakan kekerasan, pelecehan, dan perundungan.”

Syahril menilai pentingnya mengeliminasi perundungan agar sistem pendidikan para PPDS dapat berjalan sesuai etika, meritokrasi dan profesionalitas disaat negara sedang krisis kekurangan jumlah dokter spesialis.

“Kita harus mempermudah program pendidikan spesialis. Masuknya harus murah, tidak susah dan harus berdasarkan meritokrasi bukan karena “rekomendasi”. Dan jika sudah masuk tidak mengalami hambatan-hambatan non-teknis,” katanya.

Jika pasal ini lolos dalam pengesahan RUU Kesehatan nanti, maka diharapkan akan menjadi solusi sehingga membuat tenang para dokter dan tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya.

“Jadi tidak benar asumsi yang beredar seolah-olah RUU tidak berpihak kepada para dokter dan tenaga kesehatan,” katanya.

0 comments

    Leave a Reply