April 20, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Menyoal Konstitusionalitas Undang-undang MD3  

IVOOX.id, Jakarta - Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) MPR Arwani Thomafi memberikan catatan perihal pemberlakuan Undang-undang MD3 yang mulai efektif Kamis, 15 Maret 2018. 

Arwani mengatakan, sampai Kamis 15 Maret pukul 00.01 WIB, Presiden Jokowi tidak menandatangani RUU MD3. "Hal ini menunjukkan Presiden mendengar dan memahami ada keresahan di masyarakat terkait RUU ini. Resah karena terdapat pasal yang kontroversial. Baik dari sisi teknis maupun substansi. Secara substansi banyak terjadi penolakan di masyarakat. Misal soal peran MKD dan lain-lain," kata dia di Jakarta, Jumat (16/3/2018). 

Ada juga dari sisi redaksional, kata dia, muncul pertanyaaan dari publik terkait pasal 427A. Apa yang dimaksud dengan redaksi “partai yang memperoleh suara terbanyak di DPR dalam Pemilu 2014”. 

"Apakah redaksi tersebut sama juga bermakna "partai yang memperoleh KURSI terbanyak di DPR dalam Pemilu 2014?" Hemat kami dua kata itu berbeda alias tidak sama antara suara dan kursi," ujarnya.

Kalau pasal 427A itu dimaknai sebagai suara, lanjut Arwani, partai politik di DPR dalam Pemilu 2014, maka menurut KPU urutan ke 1, ke 3 dan ke 6 adalah PDI Perjuangan, Gerindra dan PAN.

"Tapi jika, kata suara di pasal 427A itu ‘harus’ dimaknai sebagai perolehan kursi partai politik di DPR dalam Pemilu 2014, maka benarlah pernyataan Ketua MPR selama ini di media," ucapnya.

Di atas semua itu, fakta tersebut menunjukkan ada ketidakcermatan perumusan norma dalam perubahan UU MD3.  

"Itulah kenapa, sejak awal Fraksi PPP mengingatkan soal konstitusionalitas rumusan pasal yang keluar dari framing konstitusi. Hal itu pula yang mendasari sikap politik Fraksi PPP yang walk out saat pengambilan keputusan tingkat II di sidang paripurna DPR pada 12 Februari 2018," imbuh Arwani. (jaw)

0 comments

    Leave a Reply