April 28, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Mengandalkan Utang Luar Negeri Untuk Pembangunan, Begini Nasib Mereka Kini !

IVOOX.id, Jakarta - Hampir semua negara di dunia mengandalkan utang luar negeri sebagai sumber dana pembangunan. Dalam diskusi dengan media di Kantor INDEF, Rabu (21/3/2018), terungkap ada beberapa negara yang sukses dan ada beberapa negara yang tidak sukses dalam mengelola utang luar negerinya.

Peneliti di Institute dor Fevelopment of Economics and Finance (INDEF) Rizal Taufikurahman mengungkapkan, ada beberapa negara yang telah menggunakan skema utang dalam membiayai pembangunan infrastruktur, mulai dari Jepang, China, Korea Selatan, Angola, Zimbabwe, Nigeria, Sri Lanka.

Namun, utang yang menjadi penopang pembangunan infrastruktur di negara tersebut tampaknya tidak semua memberikan hasil positif. Ada beberapa negara yang justru berujung pada kegagalan alias bangkrut.

"Jadi, ada bad story dan success story. Yang bad story itu Angola, Zimbabwe, Nigeria, Pakistan, dan Sri Lanka," kata Rizal dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (21/3/2018).

Korea Selatan adalah negara yang sukse mengelola utang luar negerinya. Pada awal 1960-an Korea Selatan mendapat bantuan keuangan dari Amerika Serikat (AS). Bantuan atau utang tersebut digunakan secara produktif untuk membangun SDM dan industrinya.

"Bantuan keuangan ini tidak membuat Korea Selatan terjebak dalam lingkaran utang seperti yang dialami banyak negara berkembang. Korsel kini menjadi negara pengekspor peringkat delapan dunia setelah Cina, Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Prancis, Belanda, dan Inggris. Orientasi ekonomi pada ekspor menjadi salah satu pendongkraknya," ujar Rizal.

Zimbabwe tidak seberuntung Korea Selatan. Mereka tidak mampu membayarkan utangnya kepada China, Hingga akhirnya harus mengganti mata uangnnya menjadi Yuan sebagai imbalan penghapusan utang. Sejak 1 Januari 2016 Zimbabwe mengubah mata uangnya, karena tidak mampu membayar utang jatuh tempo pada akhir Desember 2015.

Nigeria juga mengalami kegagalan yang disebabkan oleh model pembiayaan melalui utang yang disertai perjanjian merugikan negara penerima pinjaman dalam jangka panjang. Dalam hal ini China mensyaratkan penggunaan bahan baku dan buruh kasar asal China untuk pembangunan infrastruktur di Negeria.

Ada Sri Lanka yang juga tidak mampu membayarkan utang luar negerinya untuk pembangunan infrastruktur, Sri Lanka sampai harus melepas Pelabuhan Hambatota sebesar Rp 1,1 triliun atau sebesar 70 persen sahamnya dijual kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) China.

Prinsip kehati-hatian menjadi catatan untuk pemerintahan kita dalam mengelola utang luar negeri. Perlu perhitungan yang cermat untuk membiayai pembangunan infrastruktur lewat utang luar negeri. INDEF mencatat, pada akhir 2014, utang pemerintah mencapai Rp 2.609 triliun dengan rasio 24,7 persen terhadap PDB. Sedangkan hingga akhir 2017, utang pemerintah mencapai Rp 3.942 triliun dengan rasio 29,4 persen. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) Utang Luar Negeri Indonesia pada akhir Januari 2018 meningkat 10,3 persen (yoy) menjadi 357,5 miliar dollar AS atau sekitar Rp 4.915 triliun (kurs Rp 13.750 per dollar AS).

0 comments

    Leave a Reply