October 7, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Meneropong Asa di Ibukota Nusantara, Menanti Hadirnya Gen W (Waskita) Indonesia 2045

USAI menyimak presentasi Bapak Ridwan Kamil terkait Ibukota Nusantara yang terletak di Sepaku Kalimantan Timur, pikiran saya melayang menembus dimensi ruang dan waktu. Hampir dua puluh tahun lalu saya ingat benar berdiskusi teramat intens dengan Pak Dhe, kakak dari Ayahanda tercinta.

Diskusi hangat itu seingat saya berlangsung di teras rumah berlantai kayu Nibung Sulawesi yang melayang di rumah Ayah yang terletak di dataran tinggi Bandung. Pak Dhe Sudarsono, sebagaimana Ayah adalah alumni Teknik Sipil ITB. Sekolah Bung Karno, demikian banyak orang menyebutnya.

Jika Ayah berkarya di Kementerian PUPR dan bertugas di banyak wilayah Indonesia, serta mengakhiri masa baktinya sebagai Staf Ahli Menteri, maka Pak Dhe banyak berkarya di Pemprov Kalimantan Timur, dan sempat menjadi Kepala Bappeda sebelum dimutasi ke Jakarta untuk menjadi Asisten Menteri di Kementerian Perumahan Rakyat.

Pak Dhe yang sangat paham karakter wilayah Kalimantan Timur dan sedikit banyak mengetahui konsep konstelasi geopolitik kawasan, punya cita-cita besar untuk mengusulkan kawasan Kalimantan Timur sebagai calon ibukota negara baru. Salah satu pertimbangan beliau adalah kondisi geologi Kalimantan yang relatif aman dari potensi bencana geologi. Meski dari mitigasi bencana dan hasil riset geologi terbaru ternyata masih ada beberapa potensi bencana geologi yang perlu diwaspadai.

Pusat Gempa Nasional pada 2017 telah mengeluarkan beberapa kajian terkait kondisi geologi di Kalimantan Timur yang berpotensi untuk menimbulkan bencana yang bersumber dari aktivitas tektonik. Secara geologi dan tektonik, di provinsi Kalimantan Timur terdapat tiga struktur sesar sumber gempa di antaranya Sesar Maratua, Sesar Mangkalihat, dan Sesar Paternoster.

Tentu keberadaan sesar dan potensi berbagai bencana baik yang bersumber dari aktivitas geologi-tektonik, ataupun kondisi lain seperti kebakaran hutan, banjir, dan longsor perlu diantisipasi semenjak dini.

Untuk itu dalam persiapan pembangunan IKN tentulah telah dilakukan berbagai persiapan secara mendetail dan komprehensif, termasuk penelitian terkait kondisi geologi regional.

Dimana geologi regional merupakan penggambaran dari tatanan geologi pada daerah amatan tertentu yang terbagi ke dalam tiga aspek yaitu; tatanan tektonik, stratigrafi, dan struktur geologi.

Secara geologi terbentuknya Pulau Kalimantan awalnya berasal dari Lempeng Eurasia yang bertabrakan dengan Lempeng India, membentuk Lempeng Mikro Sunda yang terdiri dari Semenanjung Malaya, Pulau Sumatera, Pulau Jawa, dan Kalimantan.

Kalimantan juga merupakan bagian dari kawasan yang dikenal sebagai Sundaland. Dimana Sundaland adalah bagian dari dinamika benua purba raksasa yang berada di hemisfer selatan bumi, Gondwana.

Rifting atau migrasi ke utara dan akresi membentuk Sundaland terjadi pada Paleozoikum Akhir dan Mesozoikum Awal dalam tiga tahap. Tahapan tersebut dikendalikan oleh terbuka dan tertutupnya Samudera Tethys yang memisahkan Gondwana dari Eurasia.

Gondwana berada di selatan dan Eurasia bermigrasi ke utara ke lokasinya saat ini yang relatif tetap sampai saat ini. Tahapan ini terjadi pada masa Devonian, Permian Akhir, dan Trias Akhir.

Berdasar kajian sejarah geologis dan hasil pemantauan riil, yang antara lain dilakukan oleh Dr Andang Bachtiar dari ITS Surabaya, telah dikaji beberapa kondisi terkait potensi bencana geologi seperti banjir, longsor, tsunami, mud volcano, ketersediaan sumber air baku, sampai kemungkinan terjadinya tsunami dari gempa dan longsoran bawah laut di Selat Makassar, juga kajian litografi untuk menilai potensi akuifer dan lain-lain.

Hasil kajian tersebut dapat diintegrasikan dalam suatu sistem informasi terpadu yang telah dikembangkan oleh BNPB dan Kedeputian Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita IKN.

Karena pada hakikatnya dimanapun kita berada, potensi bencana yang berasal dari berbagai sumber pastilah ada, semua kembali kepada kesiapan dan awareness yang dapat diwujudkan melalui proses mitigasi yang objektif dan berkesinambungan.

Pak Dhe, dalam diskusi di teras rumah Ayah, juga sempat memaparkan beberapa kondisi riil yang menjadi pertimbangan beliau saat itu sebagai perencana wilayah, yang ternyata mirip dengan berbagai pertimbangan yang muncul dalam kajian Kementerian PUPR, termasuk relatif amannya daerah calon ibukota dari ancaman berbagai potensi bencana, akses dan keterkaitan dengan daya dukung wilayah sekitar, ketersediaan lahan milik negara, kontur dan kemiringan lahan, ketersediaan sumber air baku, sampai kondisi sosial budaya, dan pertimbangan dari aspek geopolitik seperti titik sentral Indonesia, dan memenuhi kaidah perimetri pertahanan dan keamanan terkait dengan ibukota sebagai simbol kedaulatan sebuah bangsa.

Pada akhirnya kami menulis sebuah buku, topik utamanya tentang keluarga dan kisah-kisah ringan berisi keteladanan dan himbauan, akan tetapi di bagian lampiran kami menyelipkan satu tulisan tentang Ibukota Baru yang menjadi harapan, dan kini meski tak persis di lokasi yang sempat digambarkan Pak Dhe, tapi sebagian besar mimpi beliau agaknya akan dapat menjadi kenyataan.

Terlebih setelah pagi ini, saat sembari makan sahur, saya mendengarkan dan menyimak dengan cermat penjelasan dari Bapak Ridwan Kamil, arsitek, perencana wilayah, pegiat komunitas, dan juga mantan kepala daerah yang pada hemat saya brilian serta visioner, mengupas tuntas seperti apa IKN kelak akan menjadi.

Theater of Mind di dalam otak saya segera memulai pertunjukan di pentas imajinasinya. Saya membayangkan tengah berada di sebuah kota yang menurut rencana awal, kawasan intinya meliputi lahan eks IUPHHK HTI alias kawasan pengusahaan dan pemanfaatan hasil hutan dari hutan tanaman industri yang konsesinya diberikan pada ITCI Hutani Manunggal, seluas 5644 hektar, dan kawasan totalnya mencapai 42 ribu hektar, sekitar 2,5x luasan kota Bandung, pada tahun 2045. 21 tahun ke depan.

Gedung dan kawasan yang bagi saya saat ini mungkin hanya bisa dibayangkan seperti hunian berbasis alam di bulan Pandora yang mengorbiti planet raksasa Polyphemus dalam karya fiksi besutan James Cameron.

Kita seolah menjadi suku Na'vi yang digambarkan sebagai humanoid yang telah berevolusi sedemikian pesat, hingga mampu hidup bersimbiosis dengan alam secara nyaris sempurna.

Selaras kata intinya. Sejalan dengan makna kalimat Adil Ka’ Talino, Bacuramin Ka’ Saruga, Basengat Ka’ Jubata, yang diucapkan oleh Bapak Presiden Joko Widodo saat mengawali sambutan di alun-alun Itho Sendawar untuk membuka festival adat Dayak, Festival Dahau.

Adil ka’talino artinya harus bersikap baik pada sesama manusia. Sedangkan Bacuramin ka’saruga memiliki makna harus bercermin, berpandangan hidup seperti perkataan baik di surga. Sementara, Basengat ka' Jubata artinya kehidupan manusia bergantung pada Tuhan Yang Maha Esa (Tempo.co.id).

Manusia atau warga IKN sebagai objek sekaligus subjek sentral sebuah kota, harus mulai bertransformasi dan mau kembali belajar pada kearifan dan kewaskitaan lokal yang telah dikembangkan sebagai bagian dari peradaban adiluhung suku Dayak yang telah menjaga dan memelihara pulau Kalimantan secara lintas generasi dalam kurun waktu ribuan tahun.

Mereka menjaga keragaman hayati dan keseimbangan ekosistem dengan prinsip bijak bestari. Hemat dan pandai mengelola energi yang berimbas pada pola konsumsi, serta perilaku transaksi. Mereka menjaga pohon-pohon raksasa Bengkirai, Shorea laevis, spesies pohon dari famili Dipterocarpaceae, keluarga Artocarpus, juga pohon Meranti, Balau, Keruing, dan Merbau, sampai pohon Kepayang (Pangium edule) yang menjadi bumbu utama dalam beragam kuliner yang sehat alami.

Mereka juga hidup selaras dengan Helarctos malayanus alias beruang madu, Pongo pigmeus alias Orang Utan, Nasalis latvatus alias Bekantan, juga Rhinoplax vigil alias Rangkong/Enggang gading, serta ratusan spesies ikan di sungai-sungai Kalimantan seperti Jelawat (Laptobarbus hoevenii), Lais (Kryptopterus bicirrhis), sampai mamalia air tawar seperti Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris), dan berbagai anggrek hutan nan indah seperti Anggrek hitam (Coelogyne pandurata) dan 4000 jenis anggrek endemik Kalimantan.

Ini belum termasuk diversitas atau keragaman endofit, mikroba, dan jejamuran. Keragaman inorganik mineral dan sumber daya alam lainnya. Potensi air dan jalur air sebagai media transportasi serta sumber energi. Juga jebakan geologi yang menyediakan cekungan-cekungan untuk gas dan minyak bumi, serta lapisan-lapisan gambut, lignite, sub bituminous, bituminus, dan antrasit, yang kemudian dieksploitasi sebagai batubara.

Keselarasan itu muncul dalam perjalanan imajiner saya dengan kapsul waktu menembus barrier 21 tahun. Di tahun 2045 ini saya melihat generasi W/ Gen W (Waskita) Indonesia tengah berasyik masyuk dengan produktifitas cendekianya yang mengalir seiring degup semesta.

Di Nusantara gedung-gedung bertumbuh dengan balutan klorofil sebagaimana siput laut Elysia Chlorotica bersimbiosa dengan Algae. Oksigen alias O dua dihasilkan secara masif, energi disakarida tersebar lewat buah dari berbagai tanaman holtikultura. Langkah-langkah kaki di sepanjang holodeck antar struktur bangunan diubah menjadi energi listrik dinamis, sinar matahari dipanen melalui panel-panel nano sangat tipis. Bahkan setiap kaca jendela adalah panel permanen surya. Pengumpul foton dari paket Quanta.

Kendaraan terbang autonomous berbahan bakar hidrogen hijau dari power plant PLN hilir mudik sebagai kurir logistik. Sistem elektrifikasi hanya bercatudaya baru dan terbarukan; hidrogen, metana, cahaya matahari, air, dan juga dari reaktor mini berbasis fusi. ART/autonomous rail rapid transport berbasis LIDAR berjalan sesuai dengan jadwal dan frekuensi yang telah diprogramkan. Industri manufaktur ringan terkait teknologi sudah dilakukan dengan pendekatan 3D printing dan otonom sepenuhnya.

Pertanian vertikultur dengan pendekatan aeroponik terotomasi dan terintegrasi dengan pusat nutrisi botani yang dapat memanfaatkan limbah organik dan domestik dari integrated sewage, siap menghasilkan sayuran dan sumber pati secara mandiri.

Di sekitar kota, kanopi pepohonan raksasa hutan hujan dengan keragaman pakis dan Briophyta alias lumut-lumutan menjadi sanctuary jiwa yang dihiasi nyanyian senja para Beruk dan Siamang.

Peternakan dan akuakultur sudah sepenuhnya digantikan oleh industri bioteknologi bahan pangan berbasis teknologi kultur sel masa depan. Dilengkapi dengan laboratorium terintegrasi, pusat riset dan industri pangan nasional sudah dapat menghasilkan bahan pangan dengan komposisi nutrisi ideal dan dapat dikustomisasi sesuai dengan kebutuhan untuk mengoptimasi pemenuhan kebutuhan fisiologi.

Rasio karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan vitamin dapat disesuaikan dengan hasil analisa data nutrigenomik dari sekuensing DNA penduduk Nusantara yang diproses oleh model AGI (artificial general intelligence) untuk peningkatan kualitas hidup manusia. Bentuk dan ukuran pangan dibuat dalam skala nano, agar efektif dan efisien dalam upaya pemenuhan energi untuk metabolisme dan anabolisme.

Soal rasa dapat dikustomisasi lewat fitur desain molekul umami yang bersifat personal dan dapat dibuat dalam bentuk aerosolik hingga dapat dihirup melalui hidung dan mulut untuk langsung memberikan sensasi lezat di otak kita. Bahkan ke depan semua rasa berbasis sensoris dan biolistrik cukup dibuat dalam bentuk paket stimulus yang langsung dapat merangsang area terkait melalui intracortical nanochip.

Kedai kopi di Nusantara 2045 tak lagi hanya sekedar menjadi bagian dari pelengkap gaya hidup, melainkan telah berkembang menjadi enlightment center, di mana gen W yang telah banyak beraktivitas dengan kapasitas metafungsi yang didukung teknologi, akan punya waktu untuk lebih mencari makna dan esensi dari eksistensi. Kedai-kedai kopi akan mulai menjelma menjadi ruang Jayabaya, tempat lahirnya banyak prophecy.

Dukungan teknologi AI dalam kehidupan di Ibukota Nusantara tak dapat dipungkiri menjadi solusi yang efektif dan berakurasi tinggi. sHPC (Super High Performing Computer) dengan pendekatan quantum computing menjadi power house IT dan AI masa depan. Koneksi seamless sudah menjadikan transfer data setara kecepatan cahaya, seberapapun besar paket datanya, karena teknik kompresi dan infrastruktur koneksi telah mampu mereduksi faktor distorsi.

Tanpa peternakan dan pertanian serta aqua kultur konvensional, juga transportasi dan pembangkit energi pengonsumsi fosil yang menyumbang karbon dan gas rumah kaca tinggi, ibukota Nusantara telah menjadi daerah dengan zero emission. Bahkan karbondioksida dari nafas manusia, hewan, dan tumbuhan pun sepenuhnya telah bersifat sirkuler karena dapat terserap sepenuhnya oleh integrated sustainable green ecosystem management.

Dengan baterai modular untuk penyimpanan listrik berdurasi dan kapasitas jangka panjang, serta tabung-tabung dan konverter hidrogen otonom yang tersebar merata, dapat dipastikan Nusantara dan sistem cerdas otonom yang mengendalikannya akan terus berjalan secara berkesinambungan, untuk menjaga keselarasan di antara semua elemen yang menjadi pemangku kepentingannya.

Suara adzan Subuh yang menyeruak dinginnya pagi sontak menyadarkan saya, dan membawa kembali ke tahun 2024. Sementara pentas teater imajinasi otak selesai sampai di fragmen satu. Tapi sejujurnya rasa hati ini terus bergejolak, tak sabar untuk menanti fragmen dua IKN dipentaskan. Mengapa? Karena saya meyakini bahwa IKN bukanlah sekedar harapan ataupun impian, ia adalah kenyataan yang sedang mewujud dalam ruang riil kehidupan.


Penulis: Tauhid Nur Azhar

Ahli neurosains dan aplikasi teknologi kecerdasan artifisial, SCCIC ITB/TFRIC-19.

0 comments

    Leave a Reply