May 3, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Melirik Peluang Usaha Penyamakan Kulit di Garut

IVOOX.id, Garut – Ujang Solihin dan Abdul Kholik adalah dua wirausahawan asal Garut bidang penyamakan kulit yang sukses. Mereka juga berhasil mengangkat harkat dan martabat para karyawannya. Keduanya berbagi peran: Ujang sebagai pemilik mesin sedangkan Abdul sebagai penyewa.

Ujang Solihin yang lahir di Garut, 7 Juli 1963 itu sudah aktif terjun di usaha perdagangan dan pengolahan kulit sejak tahun 1987-an ketika nasabah masih bujangan. Nasabah merintis usahanya ini dari nol, dengan modal kecil, menyewa tempat pengolahan kulit, sampai memasarkan kulitnya door to door ke calon pembeli.

Tahun 1992, nasabah membuat surat ijin usaha perdagangan dengan nama ‘PD Leoni Garnindo’. Usaha perdagangan kulit nasabah sempat mengalami kemajuan pesat sekitar awal tahun 1995.

Ujang Solihin bersama istrinya Jejen Siti Jenab kemudian membangun pabrik pengolahan kulit sendiri untuk proses penyamakan, pencelupan atau pewarnaan, dan penipisan kulit.

“Sejak saat itu, kami mulai mengalihkan usaha perdagangan kulit ke usaha penyewaan (rental) mesin pengolahan kulit, yang saat ini terdiri dari 4 mesin molen (untuk proses penyamakan) dan 1 unit mesin shaping untuk proses penipisan kulit,” ujarnya di hadapan awak media saat kunjungan nasabah Mandiri Syariah, di Garut, akhir pekan lalu.

Ujang juga memiliki usaha konveksi jaket kulit dengan sistem dimaklun ke para penjahit di Sukaregang Garut dengan order sesuai pesanan pelanggan.

Dari hasil kerja kerasnya ini, nasabah sudah berhasil menyekolahkan 3 anaknya sampai kuliah, membeli rumah sendiri, membangun pabrik, membeli mobil dan membeli sawah hampir sekitar 2 hektar. Nasabah Mandiri Syraiah ini dinilai sudah cukup profesional dalam mengelola dan mengembangksn usahanya.

Ujang saat ini menggeluti usaha penyewaan mesin/alat pengelohan kulit dan produksi jaket kulit. Mesin yang disewakannya berupa 4 buah mesin molen untuk proses penyamakan kulit dan 1 mesin penipisan kulit. Jasa penyewaan mesin tersebut berlangsung setiap hari, dari pukul 07.00 hingga 20.00 WIB, atau disesuaikan dengan banyaknya pengerjaan kulit, yang bahkan terkadang sampai nonstop 24 jam.

Penyewaan mesin dijalankan di pabrik miliknya yang ada di Jl. Terusan Gagak Lumayung, Kampung Lampegan, berjarak 2 km dari rumah tinggalnya.

Usaha produksi jaket kulit Ujang pun disesuaikan dengan permintaan alias pesanan dari pelanggan. “Saya hanya memproduksi jaket yang sudah dipesan, tidak membuat jaket untuk dipasarkan atau dijual sendiri atau ke toko-toko,” timpal dia.

Produksi jaket kulit Ujang dilakukan di lantai 2 lokasi rumahnya dan beberapa penjahit mitra yang ada di Sukaregang RT/RW 5/12 Kelurahan Kota Wetan, Kec. Garut Kota, Kabubaten Garut.

Asal tahu saja, Ujang Solihin mulai menjadi nasabah Warung Mikro Bank Syariah Mandiri sejak Agustus 2015 sampai saat ini dengan memiliki dua fasilitas pembiayaan mikro.

Sementara itu, Abdul Kholik merupakan salah satu pelaku UMKM Penyamakan Kulit yang membawahi 30 karyawan dan meyewa mesin kepada Ujang. Kholik sudah menekuni usaha ini selama 20 tahun. Penyewaan merupakan strategi bisnis karena dianggapnya jauh lebih murah dibandingkan memiliki mesin sendiri yang harganya mencapai ratusan juta rupiah.

Adapun biaya sewa untuk 500 lembar penyamakan kulit senilai Rp1,5 juta dengan maksimal 1.500 lembar per hari. Selain itu, dia memilih usaha penyamakan, karena dinilainya relatif simpel tidak seperti pembuatan jaket yang dari sisi pemasaran lebih ribet.

Keribetan tersebut menurut dia, muncul karena pembayaran dari pembeli yang biasanya tidak kontan. “Buyer kabur sementara uang belum masuk semua. Pada awalnya cash separoh, lalu tanpa cash, selebihnya pembeli meminta tempo, dan tempo,” ucapnya.

Sekarang, kata dia, untuk menghindari tersendatnya pembayaran dari pembeli, dia menentukan persyaratan, yakni pembayaran di muka kontan. Dengan cara ini, usahanya bisa kembali bangkit setelah beberapa kali gagal akibat kaburnya pembeli itu.

Saat ini, dia bisa memproduksi 2000 lembar kulit domba dengan pegawai penuh selama siklus 2 pekan atau lebih tergantung cuaca. “Mesin dan molen dijalankan. Per molen bisa terisi 800 lembar kulit dan minimal 100 lembar dengan total bobot maksimal 1 ton,” papar Kholik.

Perihal stok, dia mengaku kesulitan untuk mendapatkan stok yang berasal dari luar daerah. Bukan karena kuantitasnya tapi kualitasnya. “Stok kulit dari luar seperti Cirebon, Kuningan, dan Tegal. Tapi, kulit dari Tegal kurang kualitasnya. Sumedang, Garut, Cianjur, dan Sukabumi baru bagus,” papar dia.

Untuk kilit asal Tegal, Semarang dan Yogyakarta, lanjut dia, harus menunggu musim kemarau untuk mendapatkan kualitas yang bagus. “Jadi, bisa dikatakan bahan baku susah tidak tapi juga tidak gampang. Dua bulan sebelum Puasa hingga Syawal pasokan kulit agak susah,” ucap dia.

Lalu, pada musim-musim nikahan dan hitanan, pasokan kulit melimpah dan berkualitas. Sebab, kulit yang didapat berukuran lebar-lebar dengan harga Rp75.000 per lembar. Sedangkan kulit sapi Rp25 ribu per kilo gram sebagai bahan baku sandal dan sepatu.

“Alurnya, kulit dari peternak dijual ke pengepul, lalu dijual ke kami yang jumlahnya bisa mencapai di atas 2.000 lembar lebih. Bahkan bisa mencapai 50 ribu lembar saat Idul Adha,” ungkap Kholik.

Kemudian, kholik menjual kembali hasil penyamakan kulitnya dengan ukuran per feet. Masing-masing feet ada yang berukuran 16x16 cm untuk bahan baku sepatu dan ada juga yang berukuran 20 x 20 cm. “Itu satu feet tergantung permintaan, harganya Rp8.500,” katanya.

Kulit hasil penyamakannya sejauh ini dijual sebanyak 10% ke luar daerah. “Sekarang harga kulit terjangkau. Paling banyak dijual di kalimantan dan Sulawesi. “Sebab, pemasaran jaket yang sudah jadi di pulau Jawa sudah penuh," tututrnya.

Adapun tantangan bisnis ini, lanjut Kholik, adalah masalah kesehatan. Sebab, pekerjaan ini bergelut dengan obat-obat kimia yang semuanya berisiko besar. “Kalau teledor, itu bahaya. Kadang ada juga kecelakaan mesin,” ucapnya.

Ditanya omset, Kholik menyebutkan Rp120 juta per bulan dengan margin 15% dari modal yang ditanam. Semua modal berasal dari pinjaman Bank Syariah Mandiri. Dia memilih Mandiri Syariah karena cicilannya agak ringan selain faktor fanatik pada syariah di wilayahnya.

“Pinjam ke bank awalnya Rp10 juta, lalu Rp25 juta, naik ke Rp50 juta. Sekarang Rp100 juta dalam tenor dua tahun,” papar Kholik.

Dia berkomitmen untuk tidak gagal bayar dan pada saat yang sama modal hilang. Dia bersyukur BSM memiliki layanan di mana nasabah gampang dalam pengajuan kredit. “Selain itu, ada pendampingan sehingga ada masukan-masukan saat bisnis berjalan. Saya pernah pinjam ke bank konvensional. Tapi, enggak ada pendampingan. Saya bangkrut, langsung tutup, ya saya istirahat,” timpal dia.

Anda tertarik? Tidak ada salahnya mencoba peluang usaha yang satu ini. (jaw)

0 comments

    Leave a Reply