Lagi Lagi Kabar Gembira, Indonesia Simpan Harta Karun Tambang Triliunan Rupiah, Kini Jadi Incaran Global
IVOOX.id, Jakarta - Indonesia memiliki cadangan nikel sebesar 72 juta ton Ni (nikel). Jumlah cadangan tersebut merupakan 52% dari total cadangan nikel dunia yang mencapai 139.419.000 ton Ni. Inilah yang membuat Indonesia harus bersykur.
RI patut bersyukur karena banyak mendapatkan anugerah sumber daya alam di sektor pertambangan. Seperti komoditas tambang Nikel. "Harta karun" nikel RI menjadi yang terbesar dibandingkan negara lainnya.
Data tersebut berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2020 dalam booklet bertajuk "Peluang Investasi Nikel Indonesia" yang merupakan hasil olahan data dari USGS Januari 2020 dan Badan Geologi 2019.
Seperti yang dilansir dari CNBC bahwa pemerintah memperkirakan komoditas tambang akan mengalami tren super siklus. Nikel menjadi salah satu komoditas yang mengalami super siklus seiring dengan mulai beralihnya masyarakat ke penggunaan mobil listrik.
Seperti diketahui produk yang dibutuhkan dalam membuat mobil listrik, salah satunya tambang. Hal tersebut diungkapkan Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto.
Berdasarkan data dari Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jumat (18/06/2021), produksi Nickel Pig Iron (NPI) pada tahun ini ditargetkan mencapai 901.080 ton, naik tipis dari realisasi produksi pada 2020 yang mencapai 860.484,35 ton. Harga nikel pada perdagangan Jumat (10/9/2021) pukul 13:45 WIB tercatat US$ 20.410/ton. Naik 1,11% dibanding penutupan perdagangan kemarin, menembus harga tertingginya sejak 2014. Laju harga nikel didorong oleh meningkatnya permintaan.
Sebelumnya, Seto menjelaskan super siklus komoditas tambang ini adalah suatu periode yang cukup panjang dimana permintaan pada satu komoditas atas beberapa komoditas lainnya jauh lebih tinggi dari rata-rata permintaan tahunan secara historis. "Akibatnya, harga komoditas tersebut akan naik signifikan," ujarnya.
Tak Hanya Nikel, RI Punya "Harta Karun" Logam Tanah Jarang"Harta karun" RI di atau Rare Earth Element ini belum dikembangkan. Komoditas ini dinamai logam tanah jarang karena didasarkan pada asumsi yang menyatakan bahwa keberadaan logam tanah jarang ini tidak banyak dijumpai.
Manfaat logam tanah jarang ini antara lain mulai dari bahan baku baterai, telepon seluler, komputer, industri elektronika hingga pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT).
Seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/ Angin (PLTB). Lalu, bisa juga untuk bahan baku industri pertahanan hingga kendaraan listrik.
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Eko Budi Lelono mengatakan, untuk mengeksplorasi logam tanah jarang ini lebih lanjut, pemerintah akan menggandeng negara-negara yang sudah menguasai teknologinya, seperti China.
"Kami di Kementerian ESDM di Badan Geologi sudah buat satu rencana terkait penyelidikan LTJ, baik jangka pendek dan jangka panjang,"
Dia mengatakan, Badan Geologi punya beberapa kegiatan sebagai upaya mengembangkan LTJ ini, di antaranya eksplorasi, menyediakan informasi keterdapatan sumber LTJ yang bersumber dari berbagai penelitian, pelaku usaha, dan institusi lainnya.
"Juga rencana kerja sama dengan negara-negara yang kuasai teknologi tanah jarang seperti Tiongkok. Di sana ada Badan Geologi sejenis China Geological Survey," ujarnya.
Indonesia memang belum memiliki data utuh terkait total sumber daya logam tanah jarang ini karena masih minimnya penelitian dan survei geologi terkait LTJ di Tanah Air.
Namun berdasarkan buku "Potensi Logam Tanah Jarang di Indonesia" oleh Pusat Sumber Daya Mineral, Batu Bara dan Panas Bumi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2019, sumber daya logam tanah jarang yang berhasil diteliti di beberapa wilayah tercatat mencapai 72.579 ton, berasal dari endapan plaser dan endapan lateritik.
Endapan plaser ini banyak dijumpai pada lokasi kaya sumber daya timah seperti di Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, dan selatan Kalimantan Barat.
Pusat Sumber Daya Geologi-Badan Geologi pada 2014 melakukan kajian untuk mengetahui potensi sumber daya LTJ dalam endapan tailing di wilayah Pulau Bangka dengan menggunakan metoda interpretasi remote sensing.
Hasil kajian menunjukkan tebal endapan tailing 4 m s.d. 6 m, luas total endapan tailing 500.000 ha, sehingga diperoleh volume 5.500.000.000 m3. Dengan kadar total LTJ 9,5 gr/m3, maka tonase LTJ mencapai 52.387.500.000 gr atau 52.000 ton.
Sementara untuk endapan lateritik terdapat di beberapa wilayah seperti Parmonangan, Tapanuli, Sumatera Utara, Ketapang, Kalimantan Barat, Taan, Sulawesi Barat, dan Banggai, Sulawesi Tengah. Adapun sumber daya LTJ dari endapan lateritik yang diteliti dari beberapa wilayah tersebut mengandung 20.579 ton.
0 comments