April 19, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Krisis Ekonomi Akan Menerjang Di Tahun 2018, Sri Mulyani : Pemerintah Tetap Optimis

IVOOX.id, Jakarta – Tinggal menghitung hari, kita akan memasuki tahun 2018. Melihat pada pengalaman krisis keuangan yang pernah melanda di tahun 1998 dan 2008, diprediksi Krisis Ekonomi Global akan menerjang kembali pada tahun 2018.


Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan belajar dari dua krisis keuangan yang terjadi, pemerintah telah mengantisipasi segala kemungkinan yang dapat menyebabkan krisis keuangan terjadi lagi. Sejauh ini, pemerintah telah memperkuat sejumlah faktor.


“Sebetulnya kalau kita belajar dari dua krisis 1997-1998 dan 2008-2009 penyebabnya sama sekali berbeda. Dunia terus melakukan perbaikan dalam memonitor berbagai indikator,” ujar Menteri Sri Mulyani di Gedung Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Selasa (31/10).


Indonesia pernah mengalami dua kali masa krisis ekonomi, terutama krisis keuangan. Tahun 1998 dan tahun 2008. Dua krisis itu adalah pelajaran berharga bagi Indonesia dalam menata sektor ekonomi keuangan, agar krisis tidak terjadi lagi.


Pada tahun 1998 terjadi kurs Rp melemah hingga ke titik terendah 16.650 dari level Rp 5000an dan IHSG pada tahun tersebut turun -0,91 persen.


Menteri Sri Mulyani mengatakan penyebab krisis 1998 salah satunya dipicu oleh neraca pembayaran Indonesia yang tidak menentu. Nilai kurs yang tidak fleksibel dan cenderung tidak bersahabat terhadap kondisi pasar disebut menjadi pemicu krisis tersebut.


“Krisis 1997-1998 trigernya NPI. Negara di Asia relatif punya kurs tidak fleksible atau bahkan fix. Maka di satu titik mereka alami ketidaksinkronan adanya nilai tukar yang berbeda dari trade sektor. Dan ketidaksinkronan itu memunculkan spekulasi. Risiko seperti ini sudah jadi pembelajaran,” jelasnya.


Kemudian, pada krisis 2008, diperkirakan disebabkan oleh produk derivatif yaitu munculnya produk-produk baru berbasis teknologi dengan resiko tersembunyi. “2008 Itu lebih ke produk derivatif. Kami sebagai policy maker terus melihat, risiko baru yang muncul akibat adanya produk tersebut,” jelas Menteri Sri Mulyani.


Namun tahun 2008 dianggap Indonesia mengalami krisis keuangan seperti halnya tahun 1998. Hal ini karena pada tahun 2008 kurs nilai tukar rupiah terhadap dollar AS melemah dari posisi awal tahun di level Rp 9.050 ke Rp 12.400 atau melemah 37 persen.


Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang merepresentasikan kinerja saham secara keseluruhan di Indonesia juga mengalami penurunan -50,64 persen.


Kondisi serupa juga terjadi pada tahun 1998 dimana kurs Rp melemah hingga ke titik terendah 16.650 dari level Rp 5000an dan IHSG pada tahun tersebut turun -0,91 persen.


Sri menambahkan tahun ini pemerintah telah melakukan simulasi penanganan krisis. Simulasi tahun ini difokuskan untuk menguji keterterapan atau bagaimana penerapan UUNo. 9/2016 mengenai Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK).


Adapun, beberapa kementerian lembaga yang terus berkoordinasi mengantisipasi krisis keuangan diantara Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, dan Kementerian Keuangan. Koordinasi juga di dalam pengambilan keputusan di dalam rangka penanganan bank bermasalah.


“Simulasi tersebut juga menguji peraturan pelaksanaannya, yang terkait dengan resolusi bank apabila mereka menghadapi kondisi krisis atau kesulitan,” jelasnya.


Artinya, Sri sangat optimistis dengan sitausi ekonomi hari ini. Bahkan telah menyiapkan formula untuk menghantisipasi kalau-kalau pada 2018 ekonomi benar-benar memburuk.


Potensi Krisis di 2018


Perekonomian 2018 ternyata dibayang-bayangi oleh situasi tidak menentu pada 2018, Perekonomian menghadapi situasi lain dari kenaikan suku bunga di AS dengan rupiah berada dalam tekanan dalam beberapa pekan terakhir. Rupiah telah terdepesiasi lebih dari 3% terhadap dolar sejak mencapai level tertinggi 10 bulan di bulan September 2017.


Rupiah juga turun karena rencana pemotongan pajak presiden AS mendorong penguatan dolar AS. Presiden Donald Trump memperoleh persetujuan awal dari kelompok konservatif pada akhir September 2017 untuk rencana yang telah lama dinanti yang akan memotong pajak perusahaan dari 35% menjadi 20%.


“Tentu pengumuman Presiden Trump tentang reformasi perpajakan, menurunkan tingkat suku bunga, menciptakan kembali tekanan bagi Indonesia,” Tegas Menkeu.


Federal Reserve memulai pengetatan kebijakan moneter melalui kenaikan suku bunga lebih lanjut dan pembalikan neraca keuangannya, Bank Indonesia mempertahankan BI Rate bulan Oktober 2017 setelah delapan tingkat pemotongan sejak awal tahun lalu. Efek penuh dari pelonggaran-pelonggaran yang agresif tersebut belum melindungi ekonomi yang lebih luas, tambah Sri.


Transmisi pemotongan suku bunga pinjaman “bisa jauh lebih efisien,” kata Menkeu. “Tapi saya pikir itu akan datang, mungkin dengan lag antara 12 hinga 18 bulan, artinya hasilnya hanya bisa dinikmati awal tahun depan atau pertengahan tahun depan.”


Meskipun pelonggaran bank sentral, pertumbuhan kredit tetap tidak bersemangat. Pinjaman bank tumbuh hanya 7,86% pada September 2017 dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya. Menurut OJK, pertumbuhan itu lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata lebih dari 10% dua tahun lalu.


Menkeu mencoba untuk mendorong penerimaan pajak dan bertujuan untuk meningkatkan tax ratio terhadap PDB dari sekitar 11% menjadi 16% pada tahun 2019. Sebuah proposal yang mendukung amandemen pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai sedang dipersiapkan, sebut Menkeu. sekaligus juga memperingatkan bahwa Indonesia harus waspada terhadap dampak pemotongan pajak terhadap pendapatan.


Jika perburukan situasi global seperti yang terjadi di Amerika lebih cepat dampaknya terhadap perbaikan-perbaikan yang dilakukan di dalam negeri, maka Indonesia mau tidak mau, suka tidak suka, akan kembali menghadapi krisis 2018.


Tapi jika akselerasi perbaikan ekonomi di dalam negeri lebih cepat dari perburukan situasi yang dipicu oleh Amerika, maka selamatlah Indonesia. Sri menutup.

0 comments

    Leave a Reply