May 20, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Krisis Berikutnya Bisa Dipicu "Bubble" Bank Sentral

iVooxid, Jakarta - Seorang bankir menyatakan krisis ekonomi global berikutnya bisa dipicu oleh gelombang kebijakan suku bunga negatif dari berbagai bank sentral dunia (central bank) yang bisa memicu gelembung (bubble) peningkatan nilai instrumen keuangan yang tidak sesuai nilai fundamentalnya.

Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk (BRI) Haru Koesmahargyo di Jakarta, Kamis (27/10/2016), mengatakan kebijakan suku bunga nol persen dan suku bunga minus oleh beberapa bank sentral telah meningkatkan nilai berbagai instrumen keuangan yang tidak berbasiskan bunga di pasar global.

Lazimnya, ketika suku bunga nol persen atau negatif, dana dari bank akan dipindahkan ke instrumen keuangan di pasar modal, karena bunga yang ditawarkan bank tidak menarik.

"Semakin turun bunga acuan bank sentral maka akan semakin meningkatkan 'value' (nilai) instrumen finansial," kata Haru.

Hal itu, kata Haru, bisa terjadi di pasar keuangan global, terutama sejak Bank Sentral Jepang dan Bank Sentral Eropa menerapkan suku bunga negatif pada awal tahun. Pembelian instrumen keuangan non-bank secara masif (bubble) juga dikhawatirkan berdasarkan spekulasi.

Hal itu, kata Haru, akan memicu potensi gejolak atau instabilitas ketika kebijakan suku bunga negatif tersebut akan menemui titik balik dan memicu jatuhnya harga instrumen keuangan.

"Makin rendah suku bunga, maka semakin tinggi 'value' instrumen. Namun, tidak ada sumur yang tidak memiliki dasar. Ketika ada titik balik, harga instrumen finansial yang 'bubble' akan jatuh," kata dia.

Sebelumnya, kata dia, terdapat dua fenomena "bubble" yang menyebabkan badai atau krisis ekonomi global, yakni pada 1999 dan 2008.

"1999 berasal dari emiten-emiten dot-com di pasar modal Amerika Serikat, namum dampaknya tidak terlalu terasa di Indonesia. Kemudian tahun 2008 krisis keuangan, berasal dari bubble properti," kata dia.

Haru menekankan penempatan dana lebih baik diprioritaskan untuk sektor riil dan sektor yang tidak berpotensi terjadi "bubble".

"Pertumbuhan ekonomi harus didorong dengan mengeser dana-dana di instrumen keuangan di atas ke sektor riil. Sebab dia menilai, pembiayaan ke sektor riil cenderung terhindar dari gelembung ekonomi," ujarnya. (ant)

0 comments

    Leave a Reply