May 2, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Ketua OJK Ingatkan BPR agar tidak Terdisrupsi

iVOOXid, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad mengingatkan industri Bank Perkreditan Rakyat (BPR) agar tidak terdisrupsi dengan lembaga layanan keuangan lain yang memiliki teknologi lebih canggih.

"Zaman hari ini zaman disrupsi. Kita ingat soal taksi dan ojek tradisional dengan taksi atau ojek online. Saya kira fenomena ini akan meluas karena peranan teknologi, BPR juga tidak luput kena dampaknya ketika peranan teknologi menjadi dominan," ujar Muliaman di Jakarta, Senin (10/8/2017).

Menurut Muliaman, industri BPR harus merespon sedini mungkin mengantisipasi disrupsi akibat adanya layanan keuangan lain yang kini dapat menawarkan kemudahan dan kenyamanan yang lebih baik.

"Kalau kita tidak respon jauh-jauh hari, kita siap-siapa saja akan 'lewat' kita. Hal itu dapat menjadi acuan bagaiman menberikan layanan produk yang lebih mudah, murah, nyaman, dan lebih friendly," kata Muliaman.

Petahana OJK yang sebentar lagi akan habis masa jabatannya itu juga mengingatkan BPR agar tidak terjebak dalam kenyamanan menikmati marjin bunga yang tinggi, yang ia anggap akan cenderung membuat disrupsi berpotensi lebih besar masuk.

Muliaman sendiri mendorong Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia atau Perbarindo untuk secara aktif mendekatkan BPR dengan teknologi, kendati secara biaya memang membutuhkan investasi dalam jumlah yang tidak sedikit.

"Saya lihat BPR ini seperti PT Pos yang dilirik banyak bank karena jaringannya. Kalau BPR bersatu, jaringannya banyak di seluruh Indonesia. Katakanlah nanti ada semacam 'network' besar, BPR ini akan jadi 'gadis jelita'. Tapi ini memerlukan kesiapan BPR untuk melakukannya," ujar Muliaman.

OJK mencatat perkembangan industri BPR pada April 2017 tumbuh positif dengan total aset sebesar Rp115,2 triliun atau meningkat 10,18 persen (yoy). Jumlah BPR saat ini mencapai 1.621 dengan kredit yang berhasil disalurkan sebesar Rp110,9 triliun atau tumbuh 9,95 persen (yoy) dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp95,5 triliun tumbuh 9,8 persen (yoy).

Terlepas dari kinerja BPR yang positif, lanjut Muliaman, masih terdapat permasalahan internal yang masih harus dibenahi antara lain permodalan yang masih terbatas, tata kelola (Good Corporate Governance-GCG), kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia (SDM), biaya dana mahal yang berdampak pada suku bunga, serta produk dan layanan yang belum variatif.

Dari sisi eksternal, menurut Muliaman, tantangan yang dihadapi adalah persaingan yang semakin meningkat. Saat ini segmen mikro dan kecil yang selama ini merupakan target pasar BPR juga dilayani oleh lembaga jasa keuangan lain selain bank seperti Lembaga Keuangan Mikro (LKM), Koperasi Simpan Pinjam, credit union, dan Fintech, sehingga persaingan pada sektor mikro dan kecil menjadi sangat ketat.

"Sekitar 70 persen BPR yang tutup itu karena persoalan GCG (good corporate governance), jadi bukan mati karena persaingan. Kita harus 'move on' supaya BPR bisa maju, mari kita bereskan hal mendasar ini," ujar Muliaman. (ant)

0 comments

    Leave a Reply