October 5, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Kebijakan Zonasi: Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Pendidikan

IVOOX.id, Jakarta -- Landasan sosiologis yang mendasari penerapan kebijakan zonasi diantaranya adalah adanya fakta ketimpangan atau kesenjangan pendidikan antardaerah. Kemudian belum meratanya kualitas dan kuantitas sekolah, khususnya dalam sarana prasarana dan guru. Dan diskriminasi dan ketidakadilan terhadap akses dan layanan pendidikan sebagai layanan dasar yang wajib diberikan kepada semua warga negara.


"Sekolah negeri yang relatif murah lebih banyak dinikmati oleh anak dari keluarga mampu. Sementara banyak anak dari keluarga tidak mampu terancam putus sekolah. Angka putus sekolah kita masih cukup tinggi, ini tidak boleh dibiarkan terus menerus," jelas Staf Ahli bidang Regulasi.


Sementara itu, Staf Ahli Menteri Dalam Negeri (Mendagri) bidang Kemasyarakatan dan Hubungan Antarlembaga, Heri Nurcahya Murni, mengajak semua pihak turut mengawasi kebijakan zonasi.


Dibutuhkan komitmen berbagai pihak untuk mewujudkan pendidikan yang merata dan berkualitas.


"Negara wajib hadir untuk memberikan pelayanan bidang pendidikan, dari PAUD (pendidikan anak usia dini), sampai dengan pendidikan menengah. Kemudian penerapan SPM (standar pelayanan minimal) pendidikan untuk menjamin tidak ada lagi warga negara usia sekolah yang tidak sekolah. Karena wajib belajar 12 tahun merupakan tekad kita bersama," tutur Heri Nurcahya Murni.


Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Hetifah Sjaifudian, mengungkapkan bahwa DPR mendukung kebijakan zonasi agar mampu memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia.


"Prinsipnya setuju, zonasi menghilangkan sekolah favorit. Karena setiap warga negara Indonesia itu wajib menerima pendidikan sebagai layanan dasar. Dan pemerintah wajib membiayainya, tapi dengan kualitas yang juga harus relatif sama," ungkap Hetifah.


Lebih lanjut, anggota legislatif dari daerah pemilihan Kalimantan Timur ini menyoroti perlunya komitmen anggaran pendidikan, khususnya di daerah. Menurut catatan Komisi X DPR RI, baru 18 provinsi yang mengalokasikan anggaran pendidikan sebanyak 20 persen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Selama ini, anggaran pendidikan yang berasal dari pusat digunakan untuk memperbaiki tiga masalah utama, di antaranya sarana dan prasarana, pengelolaan sekolah, dan ketersediaan dan peningkatan mutu guru.


Dijelaskan Hetifah, alokasi anggaran pendidikan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah memenuhi amanat konstitusi sebesar minimal 20 persen.


Namun, perlu diketahui masyarakat bahwa sebagian besar anggaran tersebut ditransfer ke daerah. Sementara Kemendikbud mendapatkan alokasi anggaran pendidikan sekitar 7 persen dari total 20 persen. Dan kecenderungannya semakin berkurang.


“Jika disalurkan dengan tepat dan baik, maka akan menghilangkan soal sekolah favorit dan tidak favorit itu," ujarnya.


Kebijakan zonasi merupakan kebijakan tata kelola pendidikan yang berkeadilan sosial sesuai amanat Pancasila sila ke-5, dan konstitusi mendorong pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM) oleh pemerintah daerah (Pemda).


“Kita akan dapat meningkatkan daya saing Indonesia khususnya kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan," tutur Chatarina.


Kemudian, Staf Ahli Regulasi menjelaskan bahwa dengan sistem zonasi, pemerintah dapat lebih mudah menemukan anak-anak putus sekolah agar terwujud wajib belajar 12 tahun. Dan yang taknkalah penting adalah optimalisasi Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) melalui sinergi tripusat pendidikan, yakni sekolah/guru, keluarga/orang tua, dan lingkungan/masyarakat.


"Program penguatan pendidikan karakter akan lebih optimal. Karena kita melihat data-data kekerasan, kejahatan seksual, anak terkena narkoba itu angkanya cukup tinggi. Itu mendorong pemahaman kita bahwa salah satu yang wajib memberikan pendidikan karakter itu adalah orang tua,"


"Jadi, jangan jauhkan anak-anak itu dari pengawasan orang tua karena demi mengejar sekolah yang katanya favorit. Perlu ada cukup waktu anak-anak bertemu dengan orang tuanya," tambahnya.

0 comments

    Leave a Reply