April 27, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Kebijakan Utang Jagung Bisa Bikin Takut Investor

IVOOX.id, Jakarta - Keputusan meminjam jagung ke industri pakan ternak besar atau feedmill guna memenuhi kebutuhan dalam negeri, bisa berdampak buruk bagi iklim investasi.

Direktur Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati mengatakan, kebijakan pemerintah meminjam jagung kepada pihak swasta, dapat menjadi bumerang terhadap iklim investasi yang tengah dibangun pemerintahan Joko Widodo.

"Iya. Jadi, orang yang mau investasi di peternakan akan berpikir. Bagaimana mau punya kepastian akan suplai dari pakan. Kalau pakannya tidak tercukupi, kemudian ternaknya mati. Lalu siapa yang menanggung," ujar Enny, Jakarta, Rabu (28/11/2018).

Lebih menyulitkan bagi pengusaha, kata dia, Kementerian Pertanian (Kementan) tidak memberikan rekomendasi untuk melakukan impor jagung. Kebersikukuhan Kementan akan adanya surplus jagung, dikhawatirkan membuat sulit kalangan usaha.

Di sisi lain, menjadi dilematis bagi pemerintah yang ingin sangat mengharapkan pertumbuhan investasi. "Kenapa tidak memberikan rekomendasi, karena yakin jagung surplus. Padahal di lapangan tidak ada," katanya.

Enny menegaskan bahwa kebijakan meminjam jagung dari swasta, bukan hal yang lazim. Namun sifatnya terpaksa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, dalam hal ini peternak unggas. Agar tidak terjadi kelangkaan dan kenaikan harga jagung di pasaran.

Ia juga mengaku heran dengan keterlibatan Perum Bulog. Sejatinya, Perum Bulog tidak memiliki kewajiban untuk mengamankan stok jagung. Karena, Perum Bulog hanya diamanatkan untuk mencadangkan beras dan gabah.

Sehingga menurutnya, apa yang dilakukan oleh Bulog merupakan tindakan responsif atas kenyataan yang ada di lapangan. Meski disadari bahwa swasta memiliki kebijakannya sendiri terhadap stok produksinya.

Pendapat senada disampaikan Ketua bidang Peternakan dan Perikanan, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J Supit. Dia bilang, peminjaman jagung ke pihak swasta, adalah hal yang aneh.

Bukan saja karena klaim adanya surplus jagung hingga 12,98 juta ton dari pihak kementan. Peminjaman jagung sangatlah tidak sehat di mata pihak swasta serta dunia investasi.

"Aneh sekali kalau klaim surplus, lalu malah pinjam jagung ke perusahaan swasta, ini kan secara tidak langsung mengakui kita kekurangan (jagung)," ujar Anton.

Menurutnya, meski pinjaman jagung ini nanti diganti ketika jagung impor sudah masuk, namun kegiatan peminjaman ini menjadi preseden negatif bagi dunia usaha. Kebijakan pemerintah yang memberikan kemudahan bagi dunia usaha, paradoksal dengan yang dilakukan Kementan.

"Para investor tentu akan melihat dan mengevaluasi setiap kebijakan-kebijakan yang dibuat Kementan atau pemerintah. Membiarkan kenaikan bahan baku pakan dan malah meminjam untuk kebutuhan peternak, apa tidak ada cara yang lebih elegan?" tanyanya heran.

Dari sisi keuangan, peminjaman juga jadi pertanyaan besar. Dijelaskan Anton, jika swasta meminjamkan aset produksinya sebanyak 10.000 ton atau 10 juta kilogram, maka dengan kisaran harga Rp 5.000 per kilogram saja, ada dana Rp 50 miliar yang dipinjamkan dari swasta ke pemerintah.

"Sekarang jagung sudah melebihi Rp 6.000 per kilogram, kalikan saja, berarti 10.000 ton itu jadi Rp 60 miliar. Jadi mengelola ekonomi harus dengan data yang betul, jangan klaim surplus, tapi impor 100.000 ton dan pinjam dulu ke swasta," tandasnya.

Mengingatkan saja, Menteri Pertanian Amran Sulaiman pernah menyampaikan adanya surplus jagung hingga 13 juta ton. Kenyataannya, para peternak kesulitasn mencapatkan jagung yang berguna sebagai pakan ternaknya.

Selanjutnya, kementan memutuskan untuk memilih utang jagung dari 2 perusahaan pakan ternak besar (feedmill), yaitu Charoen Pokphand, dan Japfa. Masing-masing sebanyak 5 ribu ton untuk memenuhi kebutuhan peternak dalam negeri.

Ihwal pinjaman jagun ini, diakui Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak (Dirbitpro) Kementan, Sugiono. Ia mengungkapkan, pinjaman masing-masing sebanyak 5 ribu ton kepada tiap feedmill tersebut dikarenakan memang sudah ada kekurangan jagung di lapangan. Sementara itu, impor jagung yang direkomendasikan Kementan membutuhkan waktu cukup lama untuk sampai ke Tanah Air.

"Ini kan tetap ayam kudu makan jagung, nggak bisa menunggu. Jadi, kita meminjam dulu. Di lapangan memang tidak mencukupi jadi melakukan peminjaman dulu ya," ungkapnya kepada wartawan, Kamis (15/11/2018).

Nantinya, pinjaman jagung dari dua feedmill tersebut, diserahkan kepada Perum Bulog untuk disalurkan kepada peternak dengan harga Rp4 ribu per kilogram. Dan, utang jagung akan dikembalikan ketika impor jagung sebanyak 100 ribu ton tiba.

0 comments

    Leave a Reply