Kebijakan Penundaan Target Pembangunan Smelter dinantikan Pelaku Usaha
IVOOX.id, Jakarta - Sejumlah perusahaan telah mengajukan penundaan target penyelesaian fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral atau smelter kepada pemerintah akibat dampak yang ditimbulkan dari pandemi Covid-19.
Salah satu perusahaan yang terang-terangan mengajukan permohonan penundaan pembangunan smelter tembaga adalah PT Freeport Indonesia, anggota holding tambang dibawah naungan Mineral Industry Indonesia (MIND ID).
Freeport Indonesia telah mengajukan penundaan pembangunan hingga 12 bulan.
PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero), selaku pemegang saham mayoritas Freeport Indonesia masih menantikan keputusan pemerintah terhadap usulan yang telah diajukan. Nantinya keputusan pemerintah bukan dikhususkan untuk Freeport, tapi juga untuk beberapa perusahaan yang mengajukan permohonan serupa.
“Ini sesuatu yang berlaku umum. Mau dibahas, ada kebijakan umum. Jadi bukan khusus Freeport. Perlu ada kebijakan terkait ini,” kata Orias Petrus Moedak, Direktur Utama MIND ID dalam konferensi pers virtual di Jakarta dua hari lalu.
Orias mengungkapkan Covid-19 tidak hanya berdampak pada kegiatan fisik pembangunan smelter. Pembiayaan smelter pun turut terimbas Covid-19. Freeport Indonesia sudah memiliki komitmen pendanaan smelter yang berasal dari sindikasi perbankan mencapai US$2,8 miliar. Eksekusi pembiayaan menunggu keputusan pemerintah terkait permohonan penundaan pembangunan.
“Tergantung yang kasih persetujuan, tapi juga harus melihat kondisi di lapangan,” kata dia.
Selain Freeport, perusahaan yang juga sudah menyampaikan penundaan target penyelesaian proyek smelter adalah PT Amman Mineral Nusa Tenggara. Amman Mineral mengajukan tambahan waktu selama 18 bulan untuk menuntaskan proyeknya.
Penundaan pembangunan smelter yang diajukan Freeport dan Amman disertai permohonan kelonggaran ekspor konsentrat. Kelonggaran ekspor menjamin operasi produksi berjalan normal. Freeport sudah pernah merasakan dampak penghentian ekspor pada awal 2017 silam yang membuat produksi terhenti dan pengurangan karyawan.
Relaksasi diperlukan mengingat progres pembangunan smelter merupakan syarat mutlak untuk bisa ekspor konsentrat. Setiap enam bulan Kementerian ESDM melakukan evaluasi kemajuan smelter. Hasil evaluasi minimum 90% dari rencana kerja. Bila kurang dari persyaratan tersebut maka dikenakan sanksi pencabutan izin ekspor.
Disisi lain, dengan disahkannya Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang baru beberapa waktu lalu pada Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), tentu penundaan pembangunan smelter dapat menimbulkan polemik. Pasalnya dalam beleid itu menyebutkan ekspor mineral yang belum dimurnikan diberi batas waktu hingga tiga tahun sejak diundangkan alias pada 2023.
Sementara penyelesaian smelter Freeport semula ditargetkan rampung di 2023. Dengan adanya penundaan pembangunan maka smelter bisa selesai di 2024. Selain itu, jika Freeport diberikan kelonggaran target pembangunan maka janji yang pernah disampaikan Freeport saat negosiasi divestasi pada 2018 silam yang antara lain memuat komitmen penyelesaian smelter dalam jangka waktu lima tahun atau tepatnya pada 2023 tidak dapat terpenuhi.
Richard Adkerson, President & Chief Executive Officer Freeport McMoran, sebelumnya mengatakan pengerjaan proyek smelter mengalami masalah supply chain dan keterlambatan lantaran pembatasan pekerja di lokasi pembangunan di Gresik.
“Kami sudah memberitahu pemerintah terkait keterlambatan ini. Kami sedang berdiskusi untuk memperpanjang batas waktu (penyelesaian) smelter yang disepakati di Desember 2023,” kata Adkerson dalam conference call kinerja kuartal I-2020, beberapa waktu lalu.
Freeport sendiri tahun ini akan memangkas anggaran belanja modalnya (capital expenditure / capex), termasuk untuk proyek smelter di Indonesia.
Kathleen Quirk, Executive Vice President & Chief Financial Officer Freeport McMoran, mengatakan secara global, Freeport memangkas modal belanja hingga US$800 juta menjadi hanya US$2 miliar menyusul pandemi Covid-19. Pemangkasan anggaran belanja, termasuk di Indonesia sebesar US$200 juta.
“Sekitar setengahnya karena pengerjaan upgrading mill yang kami tunda satu tahun lantaran pandemi dan pembatasan kontraktor internasional. Kami juga mengurangi pengeluaran terkait proyek smelter menyusul keterlambatan proyek dan adanya diskusi dengan pemerintah,” kata Quirk.
0 comments