Kasus TPKS Kapolres Ngada, LPSK Dorong Evaluasi Penanganan Kasus Kekerasan Seksual di NTT | iVoox Indonesia

March 16, 2025

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Kasus TPKS Kapolres Ngada, LPSK Dorong Evaluasi Penanganan Kasus Kekerasan Seksual di NTT

IVOOX.id – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyoroti kasus dugaan kekerasan seksual pada anak yang melibatkan Kapolres Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT). Wakil Ketua LPSK, Sri Nurherwati, mengungkapkan keprihatinannya terhadap tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) yang diduga dilakukan oleh aparat penegak hukum yang seharusnya bertugas melindungi masyarakat, khususnya perempuan dan anak sebagai kelompok yang rentan terhadap kejahatan ini.  

Selain itu, Sri Nurherwati juga memberikan dukungan kepada Direktorat PPA-PPO, khususnya Subdirektorat Perempuan dan Subdirektorat Anak, dalam menunjukkan komitmennya untuk melindungi perempuan dan anak secara presisi. 

Nurherwati menegaskan bahwa kasus yang menjerat Kapolres Ngada menjadi momentum penting untuk mengevaluasi rekam jejaknya dalam menangani berbagai kasus TPKS di wilayah NTT. Beberapa kasus yang didampingi oleh LPSK mengalami kendala dalam penyelesaiannya, sehingga diperlukan pengusutan lebih lanjut untuk memastikan hak-hak korban terpenuhi dan mencegah kejadian serupa di masa mendatang. 

“Evaluasi dan pengusutan kembali kasus TPKS tersebut dalam kerangka memenuhi hak pemulihan bagi korban dan mencegah keberulangan,” kata Nurherwati dalam keterangan resmi yang diterima ivoox.id Sabtu (15/3/2025). 

Berdasarkan catatan LPSK, terdapat sejumlah kasus TPKS di NTT yang menghadapi kesulitan dalam pembuktian. Beberapa kasus bahkan menyebabkan korban melahirkan, namun penyidik kesulitan mengidentifikasi pelaku meski telah dilakukan tes DNA. Sebagian besar hasil tes tersebut menunjukkan hasil negatif. Beberapa kasus terjadi di wilayah Sumba Timur dan Sumba Barat Daya, di mana korban tidak memiliki akses terhadap pihak lain selain pelaku karena berada dalam posisi ketergantungan. 

Kapolres Ngada nonaktif, AKBP Fajar Widyadharma, diketahui pernah menjabat sebagai Kapolres Sumba Timur. Menurut Nurherwati, evaluasi lebih lanjut diperlukan terhadap penanganan kasus-kasus TPKS yang terjadi di wilayah tugasnya sebelumnya. 

Di sisi lain, ia mengapresiasi langkah cepat yang diambil oleh Polri dalam memberikan sanksi terhadap AKBP Fajar. LPSK juga siap bekerja sama dalam proses hukum kasus ini agar keadilan bagi korban dapat terwujud. 

“LPSK dapat diminta untuk mendampingi dalam pengambilan sampel DNA yang kredibel. Sekalipun tes DNA bukan satu-satunya alat bukti, namun pembuktian optimal menjadi sangat penting bagi para korban TPKS untuk dijadikan bukti guna proses hukum hingga restitusi,” ujar Nurherwati. 

Pada tahun 2024, LPSK menerima 193 permohonan perlindungan dari wilayah NTT, dengan jumlah tertinggi berasal dari kasus TPKS sebanyak 80 permohonan. Dari angka tersebut, 71 di antaranya merupakan kasus kekerasan seksual terhadap anak. Selain itu, terdapat 45 permohonan terkait tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan 41 permohonan lainnya dari berbagai kasus pidana. 

Jumlah total penerima perlindungan LPSK di NTT pada tahun yang sama mencapai 205 orang, dengan jumlah tertinggi berasal dari kasus TPPO sebanyak 86 orang, diikuti oleh kasus TPKS terhadap anak sebanyak 56 orang, serta TPKS terhadap dewasa sebanyak 23 orang. 

Secara keseluruhan, LPSK telah menyediakan 1.603 layanan bagi korban TPKS anak, dengan layanan restitusi menjadi yang tertinggi sebanyak 690 kasus, diikuti oleh pemenuhan hak prosedural sebanyak 369, rehabilitasi psikologis sebanyak 321, penggantian biaya transportasi sebanyak 98, serta bantuan medis sebanyak 45 kasus. 

Dalam kasus dugaan pencabulan yang melibatkan Kapolres Ngada, LPSK menegaskan akan terus mengawal proses hukum dan siap memberikan perlindungan kepada korban agar mendapatkan keadilan.

Kadiv Propam Polri Irjen Pol. Abdul Karim berbicara dengan awak media di Gedung Mabes Polri, Jakarta, Selasa (24/12/2024). ANTARA/Nadia Putri Rahmani/aa.

Kadiv Propam Polri Irjen Pol. Abdul Karim berbicara dengan awak media di Gedung Mabes Polri, Jakarta, Selasa (24/12/2024). ANTARA/Nadia Putri Rahmani/aa.


Propam Polri Tangani Kasus Eks Kapolres Ngada

Terpisah, Kadiv Propam Polri Irjen Pol. Abdul Karim menekankan bahwa Polri tidak akan menoleransi tindakan eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja (FWLS) yang merusak kepercayaan masyarakat.

Komitmen itu ditunjukkan oleh kepolisian dengan menetapkan FWLS sebagai tersangka dugaan kasus asusila dan penggunaan narkoba serta mencopot yang bersangkutan dari jabatannya sebagai Kapolres Ngada.

“Kasus ini menunjukkan bahwa kami tidak akan memberi ruang bagi anggota yang terlibat dalam tindak pidana, terlebih yang menyangkut kejahatan terhadap kaum rentan, yaitu perempuan dan anak-anak. Kami bertanggung jawab penuh dalam menjaga citra baik kepolisian,” ucapnya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (14/3/2025), dikutip dari Antara.

Pengambilan langkah tegas terhadap FWLS, kata dia, merupakan komitmen pimpinan Polri dalam memastikan setiap oknum yang melakukan pelanggaran hukum akan dihadapkan pada proses hukum yang adil dan transparan.

“Kami berkomitmen untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu dan akan terus memperbaiki kualitas pengawasan serta pengendalian internal untuk mencegah kejadian serupa di masa depan,” ujarnya menegaskan.

Jenderal bintang dua itu pun berharap agar masyarakat dapat terus memberikan kepercayaan kepada Polri meskipun ada oknum yang merusak citra tersebut.

“Kami akan terus berupaya menjaga kualitas pelayanan dan memastikan bahwa setiap tindakan yang kami ambil senantiasa berorientasi pada keadilan dan kepentingan publik,” ucapnya.

Sebelumnya, dalam konferensi pers pada Kamis (13/3/2025), Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko menyebut FWLS diduga melanggar Kode Etik Profesi Polri (KEPP) akibat perbuatannya.

“Dengan wujud perbuatan melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dan persetubuhan atau perzinahan tanpa ikatan pernikahan yang sah, konsumsi narkoba, serta merekam, menyimpan, mengunggah, dan menyebarluaskan video pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur,” kata dia, dikutip dari Antara.

FWLS juga diduga merekam perbuatan seksualnya dan mengunggah video tersebut ke situs atau forum pornografi anak di web gelap (darkweb). Polri masih mendalami motif yang bersangkutan melakukan perbuatan dimaksud.

Sementara itu, terkait narkoba, Trunoyudo mengatakan bahwa berdasarkan pemeriksaan awal, FWLS terbukti sebagai pengguna narkoba. Namun, kepolisian masih akan mendalami lebih lanjut terkait kelanjutannya.

0 comments

    Leave a Reply