May 13, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Impian Membangun Bumi Cendrawasih dengan Gas Bumi PGN

Jakarta – Salah satu peristiwa menarik di sepanjang 2017 ini adalah keberhasilan Presiden Joko Widodo pada pertengahan 2017 lalu menetapkan kesetaraan harga Bahan Bakan Minyak (BBM) di Papua dibandingkan dengan di berbagai wilayah lain di Indonesia. Program BBM Satu Harga adalah langkah cerdas sang presiden dalam melakukan pemerataan pembangunan di jaman pemerintahannya.

Harga BBM sebelumnya di Papua jauh lebih mahal ketimbang daerah lainyya. Kini hal tersebut tidak bakal dirasakan lagi. Program BBM Satu Harga yang dicanangkan pemerintah memungkinkan harga BBM yang sama dapat dinikmati oleh penduduk Papua.

Seperti diketahui, harga BBM di beberapa kawasan Papua sebelumnya dijual jauh di atas ketentuan harga yang ditetapkan pemerintah. BBM di Papua sebelumnya dijual di kisaran harga Rp70.000-100.000 per liter.

Program BBM Satu Harga tersebut adalah program yang merupakan bentuk instruksi Presiden Joko Widodo yang menginginkan berkurangnya ketimpangan berbagai harga barang di kawasan Timur Indonesia, terutama sekali di Papua,

Melalui program tersebut, masyarakat Papua kini dapat menikmati harga BBM yang sama seperti saudara-saudaranya di Jawa dan berbagai tempat di Indonesia lainnya, yaitu BBM jenis Premium seharga Rp6.450 per liter dan Solar Rp5.150 per liter.

Dengan adanya program pemerintah tersebut, penulis melihat adanya keseriusan pemerintah untuk membangun dan mengembangkan Papua sebagai salah satu pusat bisnis di kawasan Timur Indonesia. Bahkan, tidak hanya BBM saja, gas alam yang selama ini dikenal sebagai energi baik dan banyak ditemukan di Papua juga diharapkan dapat memakmurkan masyarakat Papua.

Ada sebuah ladang gas alam bernama ladang gas Tangguh yang berlokasi di Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat. Ladang gas tersebut disebut-sebut memiliki kandungan gas alam terbukti hingga 500 miliar meter kubik (m³) atau 17 triliun kaki kubik (Trillion Cubic Feet/Tcf). Sementara itu, cadangan gas alamnya berpotensi mencapai lebih dari 800 miliar m³ (28 Tcf).

Kini, ladang gas Tangguh yang ditemukan pada era 90-an dan mulai berproduksi pada 2009 tersebut dikembangkan oleh konsorsium. Konsorsium tersebut beranggotakan beberapa perusahaan energi internasional, yakni British Petroleum yang menguasai 37% kepemilikan saham, CNOOC sekitar 17% dan Mitsubishi Corporation sebesar 16,3%. Adapun kepemilikan saham sisanya dipegang oleh berbagai perusahaan energi Jepang, yakni Nippon Energy, Kanematsu, Sumitomo dan Nissho Iwai.

Temuan ladang gas tersebut dinilai positif karena berpotensi dapat meningkatkan taraf kehidupan masyarakat Papua juga. Gas alam yang disedot dari dalam perut bumi dicairkan melalui proses tekanan tinggi sehingga menjadi gas alam cair (Liquified Naturan Gas/LNG). Kemudian LNG tersebut diangkut ke berbagai konsumen di kawasan Asia, seperti Cina, Korea Selatan dan Jepang.

Lantas muncul pertanyaan, apakah masyarakat di lokasi berdirinya ladang gas tersebut sudah menikmati keberadaan LNG tesebut sebagai salah satu komoditi yang dapat meningkatkan taraf hidup mereka?

Pemerintah diharapkan sudah mulai memperhatikan hal tersebut dan menjadikannya sebagai salah satu upaya untuk mensejahterakan masyarakat Papua secara berkelanjutan. Dengan adanya kesetaraan harga BBM di Papua dengan di berbagai daerah lainnya di Indonesia, maka roda perekonomian diharapkan dapat berputar dengan cepat sesuai target yang ditetapkan pemerintah.

Di tengah perkembangan roda perekonomian Papua tersebut, pemerintah nantinya juga diharapkan untuk terus meningkatkan taraf hidup masyarakat Papua melalui pendayagunaan LNG sebagai salah satu energi alternatif guna menunjang kehidupan di sana. Untuk itu, pemerintah diharapkan dapat mendorong dan memfasilitasi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) guna menangani hal tersebut di Papua.

Salah satu rencana besar pemerintah di Papua adalah rencana sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang akan membangun sebuah pabrik semen di Papua guna menunjang berbagai kegiatan konstruksi bangunan di sana. Perwujudan pembangunan pabrik tersebut sangat diharapkan demi mendorong kemajuan pembangunan di Papua.

Sementara itu, PGAS akan berperan besar sebagai pengendali penggunaan LNG di Papua. Jika hal itu benar terjadi, maka pemerintah melalui PGAS dapat menggunakan LNG yang diproduksi ladang gas Tangguh tersebut sebagai bahan bakar utama pabrik semen tersebut.

Penggunaan LNG di dalam proses produksi semen di Papua diharapkan dapat menekan harga jual semen di pasaran sehingga semen produksi Papua dapat bersaing di berbagai pasar semen domestik maupun global. Dengan adanya pabrik tersebut, Papua diharapkan dapat memiliki daya saing yang tinggi di bidang bisnis dan perekonomian di masa depan.

Disamping itu, pemerintah juga dapat memanfaatkan LNG dalam bentuk Bahan Bakar Gas (BBG) sebagai bahan bakar alternatif berbagai kendaraan bermotor yang bergerak laju di bumi Cendrawasih tersebut. Ini sejalan dengan dicanangkannya pembangunan jalan Trans Papua oleh Presiden Jokowi beberapa waktu lalu. Pasalnya, dengan semakin panjang dan semakin luas jalan yang dibuat di Papua, maka akan semakin banyak kendaraan bermotor yang beroperasi di sana.

Selain itu, jika hal tersebut dapat terwujud di sana, maka keberadaan BBG di Papua sebagai salah satu energi alternatif bagi kendaraan bermotor dapat membantu Pertamina untuk mengurangi pasokan BBM ke Papua. Kita ketahui bersama, program BBM Satu Harga yang diterapkan Presiden Joko Widodo ini membuat Pertamina (katanya) berpotensi mengalami kerugian hingga Rp800 miliar. Itu disebabkan oleh tingginya biaya distribusi BBM di Papua.

Akan tetapi, Presiden Joko Widodo tetap terus bertekad mewujudkan program tersebut seraya berkata ketika itu,” Saya sampaikan, ini bukan masalah untung dan rugi. Ini masalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jumlah Rp800 miliar itu terserah dicarikan subsidi silang dari mana, itu urusan Pertamina. Tetapi yang saya mau, ada keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehingga harganya sekarang di seluruh kabupaten yaitu Rp6.550 per liter untuk Premium.”

Karena itu, manajemen PGAS hendaknya memiliki visi agar dapat mengembangkan Papua melalui penggunaan LNG dalam bentuk BBG sebagai salah satu langkah konkrit kedepan. Disamping itu, visi PGAS tersebut juga dapat membantu Pertamina untuk mengurangi pasokan BBM ke Papua di kemudian hari untuk memperkecil kerugian yang muncul. Pada akhirnya, peranan Pertamina di dalam pembangunan yang berkelanjutan di Papua dapat digantikan oleh keberadaan PGAS di sana yang memanfaatkan sumber daya lokal Papua.[abr]

0 comments

    Leave a Reply