October 6, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Harga Kedelai Meroket, Menteri Pertanian: Tenang, Dua Kali 100 Hari Bisa Kita Sikapi

IVOOX.id, Jakarta - Meroketnya harga kedelai di pasar global masih menjadi isu hangat, bahkan dikabarkan telah membuat para pengrajin tahu dan tempe melakukan mogok produksi.

Hal itu disebabkan karena saat ini Indonesia masih bergantung pada kedelai impor terutama dengan Amerika Serikat (AS) sehingga dampaknya kini terasa ketika harga kedelai impor menjadi meningkat.

Dampaknya tidak hanya bagi industri, namun juga berimbas kepada usaha-usaha yang menggunakan produk tahu maupun tempe sebagai bahan produknya.

Diketahui selama pandemi Covid-19, negara produsen kedelai produksinya menurun sehingga permintaan pasar yang tinggi menjadi penyebab kelangkaan kedelai di pasar global dan membuatnya mahal.

Menanggapi kondisi Indonesia yang masih mengandalkan impor kedelai sebagai bahan baku tempe dan tahu, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo akhirnya buka suara.

Syahrul Yasin Limpo menyatakan bahwa pihaknya akan melipatgandakan produksi kedelai dalam negeri dalam waktu sekira 200 hari atau dua kali masa tanam.

"Kita coba lipatgandakan. Ini kan membutuhkan 100 hari minimal kalau pertanaman. Dua kali 100 hari bisa kita sikapi secara bertahap sambil ada agenda seperti apa mempersiapkan ketersediaannya. Kita juga bekerja sama dengan kementerian lain," kata Syahrul Selasa, 5 Januari 2021.

Strategi untuk mengatasi ini, dikatakan Syahrul Yasin Limpo, yaitu dengan membuat program peningkatan produksi seperti meluaskan areal tanam dan melibatkan integrator, kedelai unit-unit kerja Kementan dan pemerintah daerah.

Dengan ini maka produk kedelai Indonesia dapat bersaing dari segi kualitas hingga masalah harga.

Sementara itu, usai melakukan Rapat Koordinasi dan MoU pengembangan serta pembelian kedelai nasional di Kantor Kementan pada Senin, 4 Januari 2021 kemarin, Syahrul Yasin Limpo menjelaskan bahwa meningkatkan produksi kedelai memang tidak begitu mudah.

Sebab kedelai di dalam negeri masih diposisikan sebagai tanaman penyelang atau selingan dari tanaman utama seperti padi, tebu, tembakau hingga bawang merah.

"Kondisi ini menyebabkan pengembangan kedelai oleh petani sulit dilakukan. Petani lebih memilih untuk menanam komoditas lain yang punya kepastian pasar," ucap Syahrul Yasin Limpo

"Tapi kami terus mendorong petani untuk melakukan budidaya. Program aksi nyatanya kami susun dan yang terpenting hingga implementasinya di lapangan," sambungnya.

Sementara tanggapan lainnya, dikatakan oleh Direktur Jenderal Pangan Kementan, Suwandi yang mengungkapkan bahwa Kementan akan melakukan percepatan budidaya di klaster-klaster dengan integrator sehingga dapat memproduksi kedelai tahun ini dengan lebih baik.

Contohnya pada tahun 2021 ini, Kementan mengalokasikan bantuan pengembangan kedelai di Sulawesi Utara seluas 9.000 ha, Sulawesi Barat 30.000 ha, dan Sulawesi Selatan 9.000 ha.

"Selain itu juga membangun kemitraan hilirisasi dan pasar industri tahu tempe dengan petani di Jateng 15.000 ha, Jabar 15.000 ha, Jatim 15.000 ha, NTB 4.000 ha dengan dukungan KUR dan akses kepada offtaker," ujar Suwandi.

0 comments

    Leave a Reply