September 27, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

El Moutawakel, Wanita Muslim Juara Olimpiade Penakluk Dogma

IVOOX.id, Jakarta - Wanita Arab dikenal dunia luar sebagai pribadi yang tertutup dan tak akan tampil unjuk gigi di muka umum, terlebih di ajang Olimpiade. Nawal El Moutawakel mematahkan dogma tersebut sekaligus menjawabnya dengan medali emas.

Tampil di final lari gawang 400 meter, El Moutawakel terlihat rileks dan terus melakukan pemanasan kecil di titik start sambil menunggu pertandingan dimulai.

El Moutawakel berdiri di line ketiga. Dalam perlombaan tersebut, El Moutawakel tampil meyakinkan dan akhirnya jadi pelari pertama yang masuk garis finis dengan catatan waktu 54,62 detik.

Sebelum garis finis, ia sudah merentangkan tangannya dan ia langsung mendapatkan pelukan hangat dari para pesaing ketika ia dipastikan tampil sebagai pemenang.

Catatan waktu tersebut bukan hanya sekadar mengantarnya meraih medali emas melainkan juga membuatnya memecahkan rekor Olimpiade.

El Moutawakel mengambil bendera Maroko dan setelah itu ia makin tak kuasa menahan air mata jatuh dari pipinya.

Dilansir CNN Indonesia, El Moutawakel adalah sosok fenomenal di Olimpiade 1984 yang berlangsung di Los Angeles. Dia jadi sosok wanita jazirah Arab pertama yang tampil di Olimpiade.

Kehadiran El Moutawakel sendiri sudah merupakan sebuah sensasi karena selama ini belum ada perwakilan wanita Arab yang tampil di multi event tertinggi di dunia tersebut.

Kemenangan El Moutawakel disambut dengan decak kagum, bukan hanya karena kecepatan lari yang ia tunjukkan, melainkan karena seolah-olah Maroko berasal dari negara antah-berantah dan wanita muslim berada dalam dogma tidak diperbolehkan ikut kompetisi.

“Dari Maroko ke arab Saudi, budaya kami sama. Kami semua Arab. Islam adalah agama dan kami adalah muslim Arab. Mungkin reporter saat itu tidak terbiasa melihat wanita berkompetisi di level tinggi.”

“Setelah saya menang medali emas, saya tak siap untuk tampil di konferensi pers. Saya terkejut dengan sejumlah pertanyaan semisal, ‘Apakah kamu yakin negaramu menonton dari TV? Bagi mereka Maroko mungkin seperti terdiri dari gurun dan unta. Ya tentu saja saat itu kami punya TV, dan bukan hanya sekadar punya unta. Ingat, saat itu google belum ada,” kata El Moutawakel dalam wawancara dengan Womens Running.

El Moutawakel lahir dari keluarga yang menyukai olahraga. Ia selalu didukung oleh ayahnya yang seorang pejudo dan ibunya yang merupakan guru olahraga.

“Keluarga kami memiliki lima orang anak dan semua menekuni olahraga atletik. Saya ada di lingkungan yang sangat mendukung dan tidak pernah mendapatkan penolakan,” ujar El Moutawakel.

Salah satu hal yang menyedihkan dari kisah El Moutawakel adalah sang ayah tidak bisa menyaksikan kemenangan di Olimpiade 1984. Sang ayah meninggal dunia dalam kecelakaan sepekan setelah El Moutawakel tiba di Amerika Serikat untuk kuliah sekaligus persiapan intensif menuju Olimpiade.

Kematian sang ayah tidak langsung dikabari ke El Moutawakel. Keluarga mengutus saudara laki-laki untuk memberi tahu El Moutawakel bahwa sang ayah sudah tiada dan mengajaknya pulang ke Maroko.

El Moutawakel sudah bersiap untuk kembali ke Maroko sebelum akhirnya ia membatalkan keputusan tersebut.

“Ayah saya sudah pergi. Dia mengirim saya ke sini untuk meningkatkan kualitas dan menuntut ilmu. Saya akhirnya bertahan di Amerika Serikat karena saya ingin mewujudkan impian ayah terhadap saya,” tutur El Moutawakel dalam wawancara dengan LA Times.

Kemenangan yang Mengubah Dunia

Ketika Nawal El Moutawakel berhasil meraih emas Olimpiade 1984, Raja Maroko, Raja Hassan II menelepon untuk memberikan selamat sekaligus menyatakan seluruh anak perempuan yang lahir di hari kemenangan bakal diberi nama seperti nama dirinya. Sebuah penghargaan besar atas kemenangan tersebut.

Kemenangan El Moutawakel menjadi berita besar. Bukan hanya dianugerahi penghormatan berupa namanya menyertai bayi yang lahir di hari itu, kemenangan El Moutawakel juga jadi inspirasi bagi atlet-atlet di generasi berikutnya.

“Saya mempertimbangkan diri jadi anutan bersama juara Olimpiade lainnya ketika kembali ke Maroko. Saya bisa saja menghabiskan sisa hidup saya menikmati kemenangan di Olimpiade 1984 namun langkah tersebut merupakan kesalahan.”

Kutipan Populer Pelatih La Liga Mulai Cruyff hingga Simeone

“54 detik [catatan waktu di final] membuat saya pergi dari gelap menuju terang, dari nol menjadi pahlawan. Saya ingin berbagi setiap momen ini kepada generasi yang lebih muda,” kata El Moutawakel dikutip dari Arab Weekly.

Bagi El Moutawakel, tidak ada yang salah dalam pilihan wanita untuk ikut berkompetisi.

“Dalam agama saya, tidak ada larangan bagi wanita untuk berkompetisi. Nabi Muhammad terbiasa lomba lari lawan istri dan biasanya sang istri mengalahkan Nabi Muhammad sampai akhirnya Nabi Muhammad menang ketika istrinya ada dalam kondisi hamil.”

“Ajari anakmu lari, menunggang kuda, dan juga berenang. Ini yang ada dalam agama kami. Tidak pernah ada kata ‘anak laki-laki’ atau anak perempuan’ [dalam perintah itu]. Perintah menyebutkan ‘ajari anakmu’ yang berarti tentu anak laki-laki dan anak perempuan,” tutur El Moutawakel.

Peran El Moutawakel terus berlanjut setelah ia gantung sepatu. El Moutawakel aktif sebagai anggota IOC sejak 1998 dan akhirnya terpilih sebagai Wakil Ketua IOC pada 2018.

0 comments

    Leave a Reply