April 19, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

DPR : Selesaikan Kerugian 185,018 T, Sebelum Transaksi Disvestasi Freeport Indonesia

IVOOX.id, Jakarta - Dalam rapat dengar pendapat di DPR menenai disvestasi Freeport Indonesia (FI) dengan kementerian ESDM, DPR meminta pemerintah menyelesaikan temuan BPK tentang kerugian Rp.185,018 T dan Pelanggaran Perizinan oleh FI, Sebelum transaksi.


Ketua Komisi VII DPR RI Gus Irawan mempertanyakan apakah Inalum telah mempertimbangkan jasa ekosistem tersebut telah menjadi pertimbangan dalam divestasi Freeport Indonesia. Gus juga mempertanyakan pihak yang harus bertanggung jawab.


Perjanjian-perjanjian yang ada itu, kan lazimnya mau akuisisi ada due diligence. Apakah faktor lingkungan sudah jadi pertimbangan belum. Kedua, kalau iya, itu dipertimbangkan itu jadi beban siapa," kata dia di Komisi VII DPR RI Jakarta, Rabu (17/10).


Rapat dengar pendapat yang melibatkan Komisi VII DPR RI dengan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono, Direktur Utama PT Inalum (Persero) Budi Gunadi Sadikin, dan Direktur Eksekutif PTFI Tony Wenas menghasilkan beberapa kesimpulan yang salah satunya mendesak pemerintah melalui Dirjen Minerba Kementerian ESDM dan Direktur Utama Inalum agar dalam proses divestasi saham Freeport Indonesia memperhitungkan kewajiban lingkungan akibat perubahan ekosistem sebesar US$ 13.592.299.294 atau sekitar Rp 185,018 triliun.


Selain itu, penggunaan kawasan hutan lindung dalam kegiatan operasional seluas minimal 4.535,93 Ha tanpa lzin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) Freeport Indonesia sesuai temuan BPK agar dapat diselesaikan sebelum transaksi divestasi saham Freeport Indonesia.


Dalam dokumen BPK memang disebutkan untuk angka estimasi kerugian masih diperlukan kajian lebih lanjut. Hasil perhitungan jasa ekosistem oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) yang hilang akibat tailing PTFI berdasarkan analisis perubahan tutupan lahan tahun 1988-1990 dan 2015- 2016 oleh LAPAN menunjukkan nilai jasa ekosistem sebesar Rp 185,018 triliun.


Namun dalam dokumen BPK direkomendasikan Perhitungan ini masih perlu didiskusikan lagi dengan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup apakah sesuai dengan ketentuan yang ada. Selain itu perhitungan ini yang telah memperhitungkan pengaruhnya ke lokasi laut dengan perhitungan jasa ekosistem Rp 166,09 triliun pun masih perlu didiskusikan kewajarannya.


Gus Irawan mempertanyakan apakah Inalum telah mempertimbangkan jasa ekosistem tersebut telah menjadi pertimbangan dalam divestasi Freeport Indonesia. Ia juga mempertanyakan pihak yang harus bertanggung jawab.


"Perjanjian-perjanjian yang ada itu, kan lazimnya mau akuisisi ada due diligence. Apakah faktor lingkungan sudah jadi pertimbangan belum. Kedua, kalau iya, itu dipertimbangkan itu jadi beban siapa," tegas Gus.


Seperti diketahui, pada Maret 2018 BPK merilis temuannya tentang 2 pelanggaran yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia. Pertama, mengenai kerusakan ekosistem akibat pembuangan limbah operasional penambangan Rp 185.018.377.987.478,- . Kedua, BPK mendapati PTFI menggunakan kawasan hutan lindung untuk operasional penambangannya dengan luasan minimal 4.535,93 hektar.

0 comments

    Leave a Reply