May 19, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Depresiasi Rupiah Buat UMKM Berbahan Baku Impor Menjerit

IVOOX.id, Jakarta - Depresiasi alias melemahnya nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat belakangan ini ditengarai merugikan pelaku usaha di Indonesia, salah satunya UMKM.

Novani Karina Saputri, Peneliti Center of Indonesian Policy Studies (CIPS) mengingatkan, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga memengaruhi UMKM, terutama UMKM yang menggunakan bahan baku impor. "Kondisi itu akan mengakibatkan semakin mahalnya bahan baku produksi," kata dia di Jakarta, Jumat (4/5/2018).

Kondisi pelemahan rupiah ini, lanjut dia, dapat berdampak secara langsung maupun tidak langsung terutama terhadap kondisi profit margin. Pelemahan rupiah akan meningkatnya inflasi terutama pada bahan pangan sehingga akan menurunkan daya beli masyarakat.

"Penurunan daya beli masyarakat dihadapkan dengan biaya produksi yang semakin tinggi untuk produsen berbahan baku impor, logikanya akan menurunkan profit mereka," ujarnya.

Untuk itu, pemerintah harus mampu mengidentifikasi kendala apa saja yang dihadapi oleh pelaku UMKM. Beberapa hal yang sering menjadi kendala UMKM adalah penguasaan teknologi dan akses pasar serta permodalan.

Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Jumat sore, bergerak melemah dua poin menjadi Rp13.933 dibandingkan posisi sebelumnya Rp13.931 per dolar AS.

Di lain sisi, Lukman Otunuga, Research Analyst FXTM mengatakan, fluktuasi nilai tukar rupiah relatif terjaga terhadap dolar AS seiring dengan indeks keyakinan konsumen Indonesia yang membaik Survei Konsumen Bank Indonesia menunjukkan optimisme konsumen yang menguat pada April 2018 dibandingkan dengan periode sebelumnya.

Hal itu tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) April 2018 yang meningkat 0,6 poin dari bulan sebelumnya menjadi 122,2.

Bank Indonesia menyebutkan tingkat volatilitas pergerakkan rupiah sebesar 5,7 persen (year to date/ytd) hingga 4 Mei 2018 masih rendah dan belum memasuki kondisi yang memprihatinkan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah berpendapat, nilai tukar rupiah memang tertekan dalam beberapa pekan terakhir karena keperkasaan dolar AS menyusul dinamika ekonomi di Negara Paman Sam. Namun jika dilihat secara proporsional, masih dalam rentang depresiasi yang wajar.

Untuk tahun kalender berjalan sejak 1 Januari 2018 hingga 5 Mei 2018, kata dia, volatilitas rupiah bergerak di 5,7 persen, atau lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain yang mencapai 11 persen.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan Bank Indonesia (BI) harus berinisiatif menangani pelemahan atau depresiasi nilai mata uang rupiah terhadap dolar AS.

"Kalau kurs, apalagi kalau penyebabnya dari luar, yang harus maju lebih dulu itu Bank Indonesia, bukan pemerintah," kata Darmin.

Bekas Gubernur BI tersebut mengatakan, bank sentral sudah menyuarakan mengenai keperluan menaikkan tingkat bunga. Keputusan tersebut tinggal menunggu rapat bulanan BI. (jaw)

0 comments

    Leave a Reply