April 16, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Dekat Jakarta, Ada Aksi Kongkret Pengendalian Perubahan Iklim

IVOOX.id, Bogor - Tidak jauh dari Ibukota Jakarta tepatnya di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, terdapat sebuah inisiatif sukarela masyarakat untuk membangun hutan, merehabilitasi ekosistem yang dilakukan di atas lahan yang kritis.


Inisiatif ini dinilai berkontribusi dalam pengendalian perubahan iklim, sehingga masuk dalam kategori aksi pengendalian perubahan iklim dengan "Model Rehabilitasi Ekosistem dan Lahan Kritis".


Lokasi pembangunan hutan ini diberi nama “Hutan Organik” (nama sampai dengan tahun 2011 adalah Kelompok Tani Megamendung).


Areal Hutan Organik ini meliputi areal seluas 27 Ha yang terbagi menjadi dua lokasi masing-masing 12 ha dan 15 ha. Areal ini pada awal dibangun menjadi hutan tahun 2001 oleh Bambang Istiawan adalah lahan kritis dengan morfologi kelerengan yang cenderung tinggi dan sedikitnya jumlah vegetasi pohon kayu, yang potensial memicu erosi, longsor dan banjir di wilayah sekitar.


Pengalaman praktek cerdas dalam keberhasilan merehabilitasi hutan dan ekosistem ini dibagikan KLHK melalui forum Pojok Iklim dengan menyelenggarakan workshop satu hari yang mengundang sebanyak 26 mahasiswa yang antara lain berasal dari: UI, IPB, ITB, ITS, UIN, UNDIP, Untirta, Universitas Trilogi, Universitas Pertamina, dan lembaga/komunitas lainnya ke lokasi Hutan Organik agar kepedulian generasi muda dan para pihak terhadap rehabilitasi hutan semakin tinggi.


Sarwono Kusumaatmadja, Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim (DPPPI) serta pemrakarsa workshop ini memuji kegigihan seorang Bambang Instiawan dalam merehabilitasi hutan di tanah miliknya.


"Kami pertama mendengar hutan ini dari ibu Egi lalu kirim utusan ke sini. Kami temukan bahwa di sini terjadi hal-hal luar biasa di mana sejak 2001 dilakukan rehabilitasi tanah kritis. Tentunya tidak bisa dibayangkan seberapa besar perubahan yang terjadi disini. Ini tidak lepas dari komitmen Pak Bambang, Istri dan keluarga selama bertahun tahun," ujar Sarwono dalam sambutannya membuka workshop.


Sarwono menambahkan jika contoh model pembangunan hutan seperti ini dalam istilahnya disebut pekerjaan rintisan, namun demikian pekerjaan-pekerjaan seperti ini makin dibutuhkan lebih banyak lagi dalam perjalanan waktu kedepan karena krisis iklim ini makin dirasakan efeknya di seluruh dunia.


Sarwono juga menekankan bahwa hubungan manusia dengan alam harus dikembalikan lagi seperti dulu.


Dunia ini alami krisis karena kita menganut logika yang keliru. Dan kekeliruan itu harus kita luruskan tidak hanya dengan teori tapi praktek di lapangan.


"Jasa-jasa para perintis seperti Pak Bambang dan istri itulah yang akan mengubah dunia di masa depan," imbuh Sarwono.


Inisiatif Bambang Istiawan dan keluarganya sebenarnya diawali oleh mimpi Bambang untuk menghabiskan masa tuanya dipinggir hutan, namun kenyataan memperlihatkan bahwa di daerah impiannya ternyata tidak lagi ada tegakan hutannya. Hal ini memicu keprihatinan dirinya bahwa ketiadaan hutan menandakan rusaknya lingkungan, bertambah luasnya lahan kritis hingga memicu terjadinya perubahan iklim.


Sejalan dengan upayanya membangun hutan, Bambang semakin mengetahui bahwa upayanya itu berkontribusi positif pada pengendalian perubahan iklim.


Pemicu perubahan iklim menurut Bambang adalah akibat akumulasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfir, yang diketahuinya berdasarkan pemberitaan pada Konferensi Perubahan Iklim COP 21 di Paris.


Akumulasi GRK penyebab perubahan iklim tersebut ternyata 77% nya adalah gas Karbon dioksida (CO2). Berbekal informasi tersebut dirinya optimis perubahan iklim mudah cegah dengan melakukan penanaman pohon, karena CO2 akan di serap oleh pohon.


"CO2 itu gampang, kalau ada pohon akumulasi CO2 bisa dikurangi, masalahnya dimana pohonnya itu, maka dari itu kita niat untuk melakukan rehabilitasi lahan dengan menanam pohon," ujar Bambang dalam paparannya.


Bambang menambahkan bahwa dalam membangun hutan dirinya berusaha mengembangkan jenis lokal dan endemik. Karena dia berharap akan tumbuh hutan alam yang heterogen, bukan hutan tanaman seperti yang dilakukan oleh perusahaan-perusahan hutan tanaman industri (HTI) dengan menanam hanya satu jenis saja secara monokultur.


Untuk memuluskan usahanya itu dirinya menerapkan mekanisme untuk mendorong jenis endemik dengan menggunakan pohon perantara (frontier) cepat tumbuh.


Setelah pohon perantara besar akan ditebang untuk membiarkan pohon endemik tumbuh membesar. Hasil penjualan tebangan pohon frontier akan menjadi modal untuk membiayai pertumbuhan pohon-pohon lokal dan endemik tersebut. Mekanisme ini diakuinya dapat mengurangi beban biaya dalam perawatan pohon.


Progres pembangunan hutan ini yang dicapai selama 4 tahun pertama (2001-2005) berupa kecepatan proses penghutanan kembali terlihat cukup baik, tetapi saat itu belum ada perubahan kualitas tanah yang signifikan.


Walaupun demikian, perbaikan ekosistem yang terjadi sangat signifikan antara lain berupa berfungsinya kembali mata air, munculnya mata air, dan lain sebagainya, padahal daerah ini tidak memiliki urat air / alur air dalam tanah. Dari 15 tahun pembangunan Model rehabilitasi Ekosistem dan Lahan Kritis, pemrakarsa telah mengambil pelajaran antara lain:

(1) tumpang sari (Agroforestry) solusi terbaik untuk mengembalikan kesuburan lahan;


(2) Pengembalian fungsi mata air dan pemanfaatan air menggunakan teknologi ramah lingkungan; dan


(3) cara alami adalah cara yang lebih efektif dan baik untuk antisipasi / menangani tanah longsor.


Model Rehabilitasi Ekosistem dan Lahan Kritis berperan dalam mengurangi dampak perubahan iklim sekaligus mensejahterakan masyarakat.


Sayangnya kegiatan rehabilitasi ekosistem masih bersifat sporadis dan belum terintegrasi dengan baik. Misi dari pembangunan hutan ini adalah melakukan model percobaan perbaikan ekosistem secara menyeluruh dan berkesinambungan dengan bersandar pada prinsip-prinsip ekosistem yang alamiah dan persyaratan global yang memiliki manfaat ekonomi yang langsung terhadap pelakunya sejak awal pelaksanaannya, serta melakukan kerja sama penelitian dan pengembangan dengan perorangan yang memiliki kesamaan sudut pandang pentingnya rehabilitasi ekosistem termasuk lembaga-lembaga formal dan informal baik nasional ataupun internasional.


Pengalaman praktek cerdas dalam aksi Pengendalian Perubahan Iklim akan terus dipublikasikan oleh KLHK melalui Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim (DPPPI) yang diketuai oleh Bapak Sarwono Kusumaatmadja, yang memiliki tugas untuk menghimpun aksi/inovasi/inisiatif multi-pihak dan memantau pelaksanaan praktek pengendalian perubahan iklim dengan memerhatikan usul dan pandangan dari berbagai sektor dan pemangku kepentingan, serta menyiapkan langkah-langkah kebijakan dan replikasi inovasi sesuai kebutuhan guna lingkungan yang lebih baik untuk kebaikan planet bumi dan masyarakatnya.


Forum Pojok Iklim yang merupakan salah satu kelompok kerja DPPPI dibuatlah forum diskusi umum yang dilaksanakan setiap pekan di KLHK guna merekam praktek cerdas penanganan perubahan iklim dari berbagai pihak dan sektor, baik di tingkat nasional maupun tingkat tapak. Selain itu terdapat juga kegiatan Goes to Campus dan Aksi Pengendalian Perubahan Iklim, dimana acara Workshop Rehabilitasi Ekosistem di Lahan Kritis ini menjadi salah satu bentuk kegiatan dari Aksi Pengendalian Perubahan Iklim.


Hadir dalam workshop tersebut antara lain Penasehat Senior Menteri LHK Agus Pambagyo dan Soeryo Adiwibowo, Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan jajaran KLHK.


Pada kesempatan ini dilakukan juga penanaman pohon yang dilakukan di lokasi Hutan Organik dengan melibatkan peserta yang hadir.

0 comments

    Leave a Reply